MHU Optimistis UU Cipta Kerja Dorong Kebangkitan Sektor Penerbangan
loading...
A
A
A
BANDUNG - Masyarakat Hukum Udara (MHU) optimistis lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja bakal mendorong kebangkitan dunia penerbangan sebagai sektor yang paling terdampak pandemi COVID-19 .
Baca juga: Tak Ada Mudik Lebaran, Bisnis Penerbangan Terganggu
Ketua MHU, Andre Rahadian menyatakan, sebagai sektor yang sangat terdampak dari pandemi COVID-19, dunia penerbangan di Indonesia berharap banyak pada UU Cipta Kerja dan aturan pelaksanaannya untuk mendorong kebangkitan dunia penerbangan di Indonesia.
Baca juga: Baru Dua Bulan Menjabat, Wakil Wali Kota Dumai Meninggal Terpapar COVID-19
Sebagai salah satu upaya mendorong kebangkitan dunia penerbangan dan memberikan masukkan kepada pemerintah, MHU menggelar webinar bertajuk "Dampak Undang-Undang Cipta Kerja di Dunia Penerbangan Indonesia Tantangan Pasca Pandemi" bekerja sama dengan Pusat Riset Inovasi Sumber Daya dan Kewilayahan Universitas Padjadjaran (Unpad), Kamis (29/4/2021).
"MHU menyadari bahwa kerja besar tidak berhenti dengan diundangkannya UU Cipta Kerja, tapi berlajut dengan pembuatan peraturan pelaksanaan yang banyak dan memerlukan perhatian yang rinci, agar peraturan ini bisa berjalan pada tahap pelaksanaan, tidak saling bertentangan, dan sesuai juga dengan konvensi internasional yang ada," tutur Andre dalam webinar.
Lebih lanjut, Andre juga menyoroti banyaknya masalah yang bisa timbul jika peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja tidak dibuat secara teliti dan menampung aspirasi stakeholder. Oleh karenanya, Andre menyatakan, MHU berkomitmen terlibat aktif dalam pembuatan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja.
"MHU siap untuk membantu pemerintah, khususnya Kementrian Perhubungan dalam pembuatan peraturan pelaksanaan, termasuk beberapa peraturan menteri perhubungan," tegasnya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto menyampaikan, sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2021, Kementerian Perhubungan akan menetapkan 12 rancangan peraturan menteri perhubungan (permenhub).
Rancangan permenhub tersebut, antara lain sertifikasi dan registrasi personel bandar udara, standar pesawat udara tanpa awak (drone), program pendidikan dan pelatihan keamanan penerbangan nasional, dan pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran peraturan perundangan di bidang penerbangan.
"Sejauh ini, kami sudah menyampaikan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, lima rancangan permenhub untuk proses harmonisasi dan dua rancangan permenhub dalam tahap pembahasan internal terkait aturan yang benar-benar baru, yaitu RPM standar pembangunan bandara dan aturan drone," terangnya.
Khusus pembuatan aturan drone, kata Novie, hal itu merupakan salah satu usaha agar Indonesia berada di posisi terdepan dalam mengatur drone yang beratnya di atas 25 kilogram, kelaikudaraan, dan sertifikasi operator drone.
"Kami sudah melakukan perbandingan dengan beberapa negara yang juga sudah membuat aturan sejenis," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Inovasi Sumber Daya dan Kewilayahan Unpad, Prita Amalia menyotori salah satu poin temuan dalam PP Nomor 32 Tahun 2021 terkait aturan penghapusan pendaftaran pesawat yang merupakan konsekuensi dari terdaftarnya Indonesia dalam Capetown Convention.
"Ada pertentangan antara isi UU Penerbangan yang tidak diubah dalam UU Cipta Kerja dengan isi PP Nomor 32 Tahun 2021 dimana UU mengatur penghapusan pendaftaran pesawat dilakukan atas dasar permintaan dari pemilik atau lessor ketika terjadi cedera janji, sedangkan aturan pelaksanaan dalam peraturan pelaksanaan mengharuskan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap,” papar Prita.
Di laih pihak, pengamat sektor aviasi yang juga hadir dalam webinar, Alvin Lie mengingatkan hal yang perlu dibahas pasca diundangkannya UU Cipta Kerja, yakni terkait dengan pekerja atau sumber daya manusia (SDM), terutama sertifikasi, prosedur, serta validasi untuk sertifikasi yang dikeluarkan di luar negeri.
"Perlu diperhatikan sektor ketenagakerjaan seperti PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu dimana jika dikaitkan dengan industri penerbangan, masih banyak pilot yang bekerja dengan dasar kontrak waktu tertentu. Padahal, dalam konteks PKWT hanya mencakup pekerjaan yang bukan merupakan pekerjaan utama atau inti," sebut Alvin.
Dia menambahkan, masih terdapat beberapa airlines yang membebankan biaya type rating kepada pilotnya. Padahal, jika dikaitkan dengan peraturan ketenagakerjaan, seharusnya biaya tersebut di-cover oleh airlines.
Selain keempat pembicara di atas, webinar juga dihadiri oleh Head of Country Airbus Indonesia Dani Adriananta, Partner dari MKK Lawfirm Enny Purnomo Widhya, dan Kabag Hukum Perhubungan Udara Endah Purnama yang sama sama mendukung kebangkitan dunia penerbangan di Indonesia.
Baca juga: Tak Ada Mudik Lebaran, Bisnis Penerbangan Terganggu
Ketua MHU, Andre Rahadian menyatakan, sebagai sektor yang sangat terdampak dari pandemi COVID-19, dunia penerbangan di Indonesia berharap banyak pada UU Cipta Kerja dan aturan pelaksanaannya untuk mendorong kebangkitan dunia penerbangan di Indonesia.
Baca juga: Baru Dua Bulan Menjabat, Wakil Wali Kota Dumai Meninggal Terpapar COVID-19
Sebagai salah satu upaya mendorong kebangkitan dunia penerbangan dan memberikan masukkan kepada pemerintah, MHU menggelar webinar bertajuk "Dampak Undang-Undang Cipta Kerja di Dunia Penerbangan Indonesia Tantangan Pasca Pandemi" bekerja sama dengan Pusat Riset Inovasi Sumber Daya dan Kewilayahan Universitas Padjadjaran (Unpad), Kamis (29/4/2021).
"MHU menyadari bahwa kerja besar tidak berhenti dengan diundangkannya UU Cipta Kerja, tapi berlajut dengan pembuatan peraturan pelaksanaan yang banyak dan memerlukan perhatian yang rinci, agar peraturan ini bisa berjalan pada tahap pelaksanaan, tidak saling bertentangan, dan sesuai juga dengan konvensi internasional yang ada," tutur Andre dalam webinar.
Lebih lanjut, Andre juga menyoroti banyaknya masalah yang bisa timbul jika peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja tidak dibuat secara teliti dan menampung aspirasi stakeholder. Oleh karenanya, Andre menyatakan, MHU berkomitmen terlibat aktif dalam pembuatan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja.
"MHU siap untuk membantu pemerintah, khususnya Kementrian Perhubungan dalam pembuatan peraturan pelaksanaan, termasuk beberapa peraturan menteri perhubungan," tegasnya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto menyampaikan, sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2021, Kementerian Perhubungan akan menetapkan 12 rancangan peraturan menteri perhubungan (permenhub).
Rancangan permenhub tersebut, antara lain sertifikasi dan registrasi personel bandar udara, standar pesawat udara tanpa awak (drone), program pendidikan dan pelatihan keamanan penerbangan nasional, dan pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran peraturan perundangan di bidang penerbangan.
"Sejauh ini, kami sudah menyampaikan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, lima rancangan permenhub untuk proses harmonisasi dan dua rancangan permenhub dalam tahap pembahasan internal terkait aturan yang benar-benar baru, yaitu RPM standar pembangunan bandara dan aturan drone," terangnya.
Khusus pembuatan aturan drone, kata Novie, hal itu merupakan salah satu usaha agar Indonesia berada di posisi terdepan dalam mengatur drone yang beratnya di atas 25 kilogram, kelaikudaraan, dan sertifikasi operator drone.
"Kami sudah melakukan perbandingan dengan beberapa negara yang juga sudah membuat aturan sejenis," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Inovasi Sumber Daya dan Kewilayahan Unpad, Prita Amalia menyotori salah satu poin temuan dalam PP Nomor 32 Tahun 2021 terkait aturan penghapusan pendaftaran pesawat yang merupakan konsekuensi dari terdaftarnya Indonesia dalam Capetown Convention.
"Ada pertentangan antara isi UU Penerbangan yang tidak diubah dalam UU Cipta Kerja dengan isi PP Nomor 32 Tahun 2021 dimana UU mengatur penghapusan pendaftaran pesawat dilakukan atas dasar permintaan dari pemilik atau lessor ketika terjadi cedera janji, sedangkan aturan pelaksanaan dalam peraturan pelaksanaan mengharuskan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap,” papar Prita.
Di laih pihak, pengamat sektor aviasi yang juga hadir dalam webinar, Alvin Lie mengingatkan hal yang perlu dibahas pasca diundangkannya UU Cipta Kerja, yakni terkait dengan pekerja atau sumber daya manusia (SDM), terutama sertifikasi, prosedur, serta validasi untuk sertifikasi yang dikeluarkan di luar negeri.
"Perlu diperhatikan sektor ketenagakerjaan seperti PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu dimana jika dikaitkan dengan industri penerbangan, masih banyak pilot yang bekerja dengan dasar kontrak waktu tertentu. Padahal, dalam konteks PKWT hanya mencakup pekerjaan yang bukan merupakan pekerjaan utama atau inti," sebut Alvin.
Dia menambahkan, masih terdapat beberapa airlines yang membebankan biaya type rating kepada pilotnya. Padahal, jika dikaitkan dengan peraturan ketenagakerjaan, seharusnya biaya tersebut di-cover oleh airlines.
Selain keempat pembicara di atas, webinar juga dihadiri oleh Head of Country Airbus Indonesia Dani Adriananta, Partner dari MKK Lawfirm Enny Purnomo Widhya, dan Kabag Hukum Perhubungan Udara Endah Purnama yang sama sama mendukung kebangkitan dunia penerbangan di Indonesia.
(shf)