Hoax Vaksinasi Marak, Satgas COVID-19 Jabar Tegaskan Vaksin Bukan Obat

Sabtu, 16 Januari 2021 - 16:31 WIB
loading...
Hoax Vaksinasi Marak,...
Ilustrasi/SINDOnews/Dok
A A A
BANDUNG - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Jawa Barat mengimbau masyarakat menyaring informasi menyusul maraknya kabar bohong (hoax) terkait vaksinasi COVID-19.

Selain mengimbau masyarakat selektif dalam menerima informasi terkait vaksinasi COVID-19, Satgas Penanganan COVID-19 Jabar juga menegaskan bahwa vaksinasi bukan obat untuk menyembuhkan penyakit COVID-19.

Koordinator Sub Divisi Imunisasi Divisi Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan COVID-19 Jabar, dr Panji Fortuna Hadisoemarto menuturkan, vaksinasi COVID-19 yang telah dimulai telah memberikan harapan bagi upaya melawan pandemi COVID-19.

Namun begitu, Panji menegaskan bahwa harapan besar pada vaksinasi COVID-19 jangan sampai membuat masyarakat lengah hingga mengabaikan protokol kesehatan (prokes). "Sebab, vaksin bukanlah obat," tegas Panji di Bandung, Sabtu (16/1/2021).

Panji juga menekankan, meski sudah memiliki antibodi, para penyintas COVID-19 juga wajib tetap menerapkan prokes. Pasalnya, kata Panji, dari beberapa kasus, masih ada penyintas yang kembali positif COVID-19 .

"Artinya, meski sudah memiliki antibodi atau sudah divaksin, selama kekebalan kelompok atau herd immunity belum tercipta, prokes wajib dilaksanakan," tegasnya lagi.

Disinggung soal perbedaan antara antibodi dan obat, Panji menjelaskan bahwa antibodi adalah suatu protein yang dibentuk oleh sistem imun ketika menghadapi paparan antigen/patogen berupa virus, bakteri, jamur, dan lainnya, termasuk virus COVID-19.

Antibodi adalah senyawa yang dihasilkan oleh sel-sel imun, yaitu sel limfosit B yang bekerja melawan antigen.

Dalam kasus COVID-19, yang bisa disebut produk antibodi adalah plasma convalescent yang berasal dari pasien COVID-19 yang sudah sembuh.

"Kini para dokter telah berusaha memanfaatkan antibodi penyintas untuk mengobati pasien COVID-19 dengan gejala berat," katanya.

Adapun obat, lanjut Panji, bisa berasal dari senyawa kimia atau diisolasi dari herbal atau sumber lain. Obat pun memiliki target tertentu pada tubuh manusia.

Namun, sebelum dicobakan ke manusia, calon obat harus menjalani dulu serangkaian uji praklinik pada hewan atau pada sel, termasuk harus diuji keamanannya.

"Sedangkan vaksin adalah suatu senyawa berupa antigen yang lemah yang bekerja memicu produksi antibodi pada tubuh orang yang divaksin," jelasnya.

"Untuk vaksin COVID-19, maka bisa dibuat antigen berupa keseluruhan virus yang dilemahkan atau bagian dari virus yang kemudian ditempelkan pada virus pembawa lain, atau berupa mRNA virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19," sambung Panji.

Lebih lanjut Panji mengatakan, orang yang menerima vaksin akan menghasilkan antibodi terhadap virus COVID-19, sehingga menjadi lebih kebal dan tidak mudah terinfeksi dan kekebalan tubuh baru dapat terjadi jika seseorang mendapatkan vaksin dua kali dengan jarak penyuntikan dua minggu.

"Setelah vaksin kedua diberikan, kondisi badan dan prokes tetap wajib dijaga minimal dua minggu, bukan bebas bepergian. Sebab, vaksin memerlukan waktu untuk menciptakan antibodi," katanya.



Oleh karenanya, Panji berharap, masyarakat pun terus mencari informasi terkait rencana vaksinasi pada kanal informasi resmi pemerintah, agar tidak terpapar hoaks. Diakuinya, hoaks terkait vaksinasi saat ini begitu marak, sehingga membuat masyarakat menjadi resah.

"Tugas kita semua memberikan pemahaman kepada masyarakat secara masiv agar tidak salah persepsi," tandasnya.
(boy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1500 seconds (0.1#10.140)