Kebanggaan Warga Pariaman, Ungku Saliah Terkenal Lewat Bingkai Foto
loading...
A
A
A
Bagi orang Sumatera Barat, khususnya Pariaman tentu sudah akrab dengan nama Ungku Saliah. Ungku Saliah atau yang bernama Syech Kiramatulla Ungku Saliah adalah salah tokoh yang sangat dikenal dan dihormati warga Pariaman.
Berbagai cerita dan literatur menyebut jika Ungku Saliah lahir sekitaran tahun 1887 dan merupakan penganut Mazhab Syafii. Ungku dikenal sebagai tokoh dan penyiar agama Islam di Pariaman. Memang hingga saat ini, literatur yang membahas tokoh terkenal ini sangat jarang ditemukan. Cerita tentang Ungku lebih banyak berasal dari mulut ke mulut, generasi ke generasi.
Dan para orang tua pun sering mengatakan bahwa Ungku Saliah merupakan tokoh yang mengajarkan Islam kepada semua masyarakat Pariaman dan sekitarnya. Ungku dikenal karena banyak memiliki kelebihan atau keistimewaan seperti para wali di Tanah Jawa.
Tapi yang jelas, foto Ungku Saliah sangat mudah ditemukan. Foto Ungku Saliah sering terpajang di beberapa rumah makan Padang atau kedai yang pemiliknya biasanya berasal dari Pariaman.
Lalu sebenarnya siapa sebenarnya sosok Ungku Salih yang fotonya hingga saat ini masih terpampang di rumah makan Padang atau kedai yang pemiliknya berasal dari Pariaman sekitarnya.
Seorang mahasiswa Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (Fisip) Unand, Gusni Yunita mengangkat sosok Ungku Saliah. Gusni Yunita mengkaji pengaruh Sang Ungku di tanah kelahirannya.
Skripsi Gusni berjudul Ungku Saliah dan Pengaruhnya Terhadap Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus: Di Nagari Sungai Sariak Kecamatan VII Koto Kabupaten Padang Pariaman).
"Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana sejarah atau kehidupan sehari-hari Ungku Saliah," tulis Gusni.
Anak Sikumbang
Potret Ungku Saliah mulai marak di pajang di rumah makan Padang setelah ia berpulang, 3 Agustus 1974. Belum ada yang memastikan tanggal, bulan dan tahun kelahirannya. Namun, banyak yang memperkirakan sekitar 1887 di Pasa Panjang Sungai Sariak.
Ayahnya bernama Tulih orang Mandailing. Ibunya Tuneh, perempuan Sungai Sariak dari suku Sikumbang. Karena urang awak berfaham matrilineal, maka dengan sendirinya Ungku Saliah adalah anak Sikumbang.
Orang tua memberinya nama Dawaik. Dari empat beradik kakak, cuma Dawaik yang menjadi ulama. Seperti pepatah Minang, marantau bujang dahulu di kampung paguno balun, pada usia belasan tahun Dawaik meninggalkan kampung untuk menuntut ilmu tarekat kepada Syekh Muhammad Yatim Tuangku Mudiak Padang di Surau Kalampaian Ampalu Tinggi.
Karena budi perangainya yang baik, Dawaik digelari saliah oleh sang guru. Saliah sama artinya dengan anak yang saleh. Gelar inilah yang kemudian melekat di badannya.Dawaik juga berguru kepada Syekh Aluma Nan Tuo, di Koto Tuo, Bukittinggi dan Syekh Abdurrahman di Surau Bintungan Tinggi. Keduanya orang tarekat.
Nama Ungku Saliah mulai melekat di badan Dawaik, seiring dibukanya pengajian Surau Ujuang Gunuang Sungai Sariak, kampung halamannya.Ungku itu panggilan kepada guru mengaji. Kalau di Jawa semacam kyiai. Berselang waktu, Ungku Saliah pun punya banyak murid dan pengikut. Namanya harum.
Orang Keramat
Dawaik anak Sikumbang atau Ungku Saliah dikenal juga bergelar Syekh Kiramatullah. Gelar yang disebut belakangan karena ia diyakini sebagai orang keramat alias sakti.
Cerita kesaktiannya begitu populer. Beredar dari mulut ke mulut. Dikisahkan, semasa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia (1945-1949), ketika Agresi Belanda masuk Sungai Sariak, rakyat berdatangan, berlindung kepada Ungku Saliah di suraunya.
Tokoh pers Sumatera Barat dalam Ditiup Orang Keramat Syofiardi Bachyuljb menulis, Ungku Saliah memimpin zikir. Alhasil, mortir yang dijatuhkan dari pesawat yang tertuju ke suraunya hanya nyemplung ke kolam di samping surau, tak meledak.
Rakyat semakin banyak yang datang. Namun, tiba-tiba Ungku berkata, “ampang lapeh”. Maksudnya, penghambat lepas. Serangan pasukan Belanda tak bisa dibendung lagi.
"Tak lama, pasukan pun datang menyerbu. Banyak laki-laki yang kemudian dibawa, diikat dua hingga lima orang, digiring jalan kaki ke Sicincin, berjarak 27 km, tempat markas Belanda," tulis Bang Sof.
Ungku Saliah ikut ditangkap. Kabarnya, meski dikurung dalam sel, bila waktu salat tiba, ia bisa keluar menembus jeruji besi. Usai salat masuk kembali tanpa dibuka pintunya. Berselang hari Ungku pun dilepas.Ada kisah lain tentang Ungku Saliah pada zaman perang.
Suatu hari dia memperingatkan rakyat di Pasar Lubuak Aluang, Pariaman untuk segera membangkit padi yang terjemur. Akan turun hujan lebat, katanya. Padahal, saat itu panas terik.
Ternyata, ada serangan Belanda. Lubuak Aluang dihujani bom dan mortir. Tugu perang di Lubuak Aluang masih ada hingga hari ini. Di tepi jalan dari arah Padang ke Bukittinggi.
Meski bukan dokter, tak sedikit orang sakit pergi berobat padanya. Sembuh. Apa resepnya? Apa saja yang ada di depan mata.
Pernah pula suatu ketika datang air bah. Batang air meluap. Lalu, Ungku Saliah melempar batu kerikil ke arah bah. Apa yang terjadi? Air bah itu berbelok. Kampung pun selamat.
Kisah lainnya tentang kesaktian Ungku Saliah Kiramaik, dia bisa meraga sukma. Berada di tempat berbeda dalam waktu bersamaan.Tersebut bahwa acapkali orang berselisih omong, mempertahankan pendapat masing-masing.Semisal, "waktu Ungku Saliah ditahan di penjara Belanda, dua orang bertengkar setelah salat Jumat.
Yang satu bersikukuh Ungku Saliah menjadi imam di masjidnya, sedangkan yang satu lagi bersikukuh saat itu ia di samping Ungku Saliah salat Jumat di masjid lainnya," tulis Bang Sof di laman facebooknya.
Dari Balai ke Balai
Dari semua kisah kesaktian Ungku Saliah, yang paling melegenda adalah perjalanannya dari balai ke balai. Di selingkar Pariaman, ada budaya balai (pasar) bergilir. Senen di Kurai Taji. Sampai ada lagu Kurai Taji balai sinayan/urang tuo manggaleh lado/capek kaki ringan tangan/namun salero lapeh juo...
Hari Rabu balai di Sungai Sariak. Kamis di Pakandangan. Sabtu di Pauah Kamba. Lebih kurang macam di Jakarta, ada Pasar Senen, Pasar Rebo, Pasar Jumat.
Di balai--tempat pertemuan orang--kisah Ungku Saliah tak habis-habisnya. Di tiap balai. Semasa kanak-kanak, bahkan hingga hari ini, bila sesekali pergi ngopi di balai, ada saja orang tua yang membuka kisah lama, meriwayatkan kesaktian Ungku Saliah.Seperti baru-baru ini.
Dikisahkan, Ungku Saliah ke balai hendak membeli sesuatu, tapi duitnya kurang, bila pedagang itu tidak memberikan maka sepanjang hari dagangannya tak akan laku.Sebaliknya, bila si pedagang memberikan apa yang hendak di beli Ungku Saliah, meski duitnya kurang, maka dalam waktu singkat laris manis itu barang.
Cerita ini saya dapat di Balai Kamih Pakandangan. Meski diulang-ulang, tak bosan mendengarnya. Di balai-balai lain pun demikian.Sebagaimana dikisahkan, di Pasar Sungai Sariak. "Hampir semua pedagang di sana sudah tahu tabiat Ungku yang berbelanja seperti itu. Dan Ungku juga tidak mau menerima gratis jika ditawarkan."Pun belanja sesuka hati, Ungku Saliah lebih sering tak mau mengambil uang kembalian bila uangnya berlebih. Jadi, sebetulnya dia tidak terlalu hirau akan uang.
Ketika berpulang pada suatu siang di tanggal 3 Agustus 1974, kuburannya dibuat di dalam suraunya karena semasa hidup ia pernah berpesan, jika meninggal agar dikuburkan di mana ia meninggal.
Makamnya di Korong Lareh Nan Panjang, Nagari Sungai Sariak, masih sering diziarahi orang sampai sekarang. Orang sana menyebutnya Gubah Syekh Tuangku Saliah.
Gusni Yunita, dari Antropologi Unand dalam skripsinya menulis, banyak masyarakat yang yakin akan keramatnya Ungku Saliah. Makamnya ramai diziarahi. Fotonya dipajang di tempat membuka usaha.
"Si pemajang foto Ungku Saliah akan selalu berfikiran positif tanpa ada kekhawatiran bahwa barang dagangan mereka tidak laku. Ketika memajang foto terdapat suatu perasaan tenang dan terlindungi karena sugesti dari foto Ungku Saliah tersebut."
Jadi apabila pembaca sempat mampir di rumah makan Padang, dan melihat kakek berkopiah dalam bingkai foto itulah Ungku Saliah.
Lihat Juga: Kisah Kitab Kuno Nagarakretagama Deskripsikan Kerajaan Besar yang Berkuasa di Pulau Jawa
Berbagai cerita dan literatur menyebut jika Ungku Saliah lahir sekitaran tahun 1887 dan merupakan penganut Mazhab Syafii. Ungku dikenal sebagai tokoh dan penyiar agama Islam di Pariaman. Memang hingga saat ini, literatur yang membahas tokoh terkenal ini sangat jarang ditemukan. Cerita tentang Ungku lebih banyak berasal dari mulut ke mulut, generasi ke generasi.
Dan para orang tua pun sering mengatakan bahwa Ungku Saliah merupakan tokoh yang mengajarkan Islam kepada semua masyarakat Pariaman dan sekitarnya. Ungku dikenal karena banyak memiliki kelebihan atau keistimewaan seperti para wali di Tanah Jawa.
Tapi yang jelas, foto Ungku Saliah sangat mudah ditemukan. Foto Ungku Saliah sering terpajang di beberapa rumah makan Padang atau kedai yang pemiliknya biasanya berasal dari Pariaman.
Lalu sebenarnya siapa sebenarnya sosok Ungku Salih yang fotonya hingga saat ini masih terpampang di rumah makan Padang atau kedai yang pemiliknya berasal dari Pariaman sekitarnya.
Seorang mahasiswa Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (Fisip) Unand, Gusni Yunita mengangkat sosok Ungku Saliah. Gusni Yunita mengkaji pengaruh Sang Ungku di tanah kelahirannya.
Skripsi Gusni berjudul Ungku Saliah dan Pengaruhnya Terhadap Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus: Di Nagari Sungai Sariak Kecamatan VII Koto Kabupaten Padang Pariaman).
"Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana sejarah atau kehidupan sehari-hari Ungku Saliah," tulis Gusni.
Anak Sikumbang
Potret Ungku Saliah mulai marak di pajang di rumah makan Padang setelah ia berpulang, 3 Agustus 1974. Belum ada yang memastikan tanggal, bulan dan tahun kelahirannya. Namun, banyak yang memperkirakan sekitar 1887 di Pasa Panjang Sungai Sariak.
Ayahnya bernama Tulih orang Mandailing. Ibunya Tuneh, perempuan Sungai Sariak dari suku Sikumbang. Karena urang awak berfaham matrilineal, maka dengan sendirinya Ungku Saliah adalah anak Sikumbang.
Orang tua memberinya nama Dawaik. Dari empat beradik kakak, cuma Dawaik yang menjadi ulama. Seperti pepatah Minang, marantau bujang dahulu di kampung paguno balun, pada usia belasan tahun Dawaik meninggalkan kampung untuk menuntut ilmu tarekat kepada Syekh Muhammad Yatim Tuangku Mudiak Padang di Surau Kalampaian Ampalu Tinggi.
Karena budi perangainya yang baik, Dawaik digelari saliah oleh sang guru. Saliah sama artinya dengan anak yang saleh. Gelar inilah yang kemudian melekat di badannya.Dawaik juga berguru kepada Syekh Aluma Nan Tuo, di Koto Tuo, Bukittinggi dan Syekh Abdurrahman di Surau Bintungan Tinggi. Keduanya orang tarekat.
Nama Ungku Saliah mulai melekat di badan Dawaik, seiring dibukanya pengajian Surau Ujuang Gunuang Sungai Sariak, kampung halamannya.Ungku itu panggilan kepada guru mengaji. Kalau di Jawa semacam kyiai. Berselang waktu, Ungku Saliah pun punya banyak murid dan pengikut. Namanya harum.
Orang Keramat
Dawaik anak Sikumbang atau Ungku Saliah dikenal juga bergelar Syekh Kiramatullah. Gelar yang disebut belakangan karena ia diyakini sebagai orang keramat alias sakti.
Cerita kesaktiannya begitu populer. Beredar dari mulut ke mulut. Dikisahkan, semasa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia (1945-1949), ketika Agresi Belanda masuk Sungai Sariak, rakyat berdatangan, berlindung kepada Ungku Saliah di suraunya.
Tokoh pers Sumatera Barat dalam Ditiup Orang Keramat Syofiardi Bachyuljb menulis, Ungku Saliah memimpin zikir. Alhasil, mortir yang dijatuhkan dari pesawat yang tertuju ke suraunya hanya nyemplung ke kolam di samping surau, tak meledak.
Rakyat semakin banyak yang datang. Namun, tiba-tiba Ungku berkata, “ampang lapeh”. Maksudnya, penghambat lepas. Serangan pasukan Belanda tak bisa dibendung lagi.
"Tak lama, pasukan pun datang menyerbu. Banyak laki-laki yang kemudian dibawa, diikat dua hingga lima orang, digiring jalan kaki ke Sicincin, berjarak 27 km, tempat markas Belanda," tulis Bang Sof.
Ungku Saliah ikut ditangkap. Kabarnya, meski dikurung dalam sel, bila waktu salat tiba, ia bisa keluar menembus jeruji besi. Usai salat masuk kembali tanpa dibuka pintunya. Berselang hari Ungku pun dilepas.Ada kisah lain tentang Ungku Saliah pada zaman perang.
Suatu hari dia memperingatkan rakyat di Pasar Lubuak Aluang, Pariaman untuk segera membangkit padi yang terjemur. Akan turun hujan lebat, katanya. Padahal, saat itu panas terik.
Ternyata, ada serangan Belanda. Lubuak Aluang dihujani bom dan mortir. Tugu perang di Lubuak Aluang masih ada hingga hari ini. Di tepi jalan dari arah Padang ke Bukittinggi.
Meski bukan dokter, tak sedikit orang sakit pergi berobat padanya. Sembuh. Apa resepnya? Apa saja yang ada di depan mata.
Pernah pula suatu ketika datang air bah. Batang air meluap. Lalu, Ungku Saliah melempar batu kerikil ke arah bah. Apa yang terjadi? Air bah itu berbelok. Kampung pun selamat.
Kisah lainnya tentang kesaktian Ungku Saliah Kiramaik, dia bisa meraga sukma. Berada di tempat berbeda dalam waktu bersamaan.Tersebut bahwa acapkali orang berselisih omong, mempertahankan pendapat masing-masing.Semisal, "waktu Ungku Saliah ditahan di penjara Belanda, dua orang bertengkar setelah salat Jumat.
Yang satu bersikukuh Ungku Saliah menjadi imam di masjidnya, sedangkan yang satu lagi bersikukuh saat itu ia di samping Ungku Saliah salat Jumat di masjid lainnya," tulis Bang Sof di laman facebooknya.
Dari Balai ke Balai
Dari semua kisah kesaktian Ungku Saliah, yang paling melegenda adalah perjalanannya dari balai ke balai. Di selingkar Pariaman, ada budaya balai (pasar) bergilir. Senen di Kurai Taji. Sampai ada lagu Kurai Taji balai sinayan/urang tuo manggaleh lado/capek kaki ringan tangan/namun salero lapeh juo...
Hari Rabu balai di Sungai Sariak. Kamis di Pakandangan. Sabtu di Pauah Kamba. Lebih kurang macam di Jakarta, ada Pasar Senen, Pasar Rebo, Pasar Jumat.
Di balai--tempat pertemuan orang--kisah Ungku Saliah tak habis-habisnya. Di tiap balai. Semasa kanak-kanak, bahkan hingga hari ini, bila sesekali pergi ngopi di balai, ada saja orang tua yang membuka kisah lama, meriwayatkan kesaktian Ungku Saliah.Seperti baru-baru ini.
Dikisahkan, Ungku Saliah ke balai hendak membeli sesuatu, tapi duitnya kurang, bila pedagang itu tidak memberikan maka sepanjang hari dagangannya tak akan laku.Sebaliknya, bila si pedagang memberikan apa yang hendak di beli Ungku Saliah, meski duitnya kurang, maka dalam waktu singkat laris manis itu barang.
Cerita ini saya dapat di Balai Kamih Pakandangan. Meski diulang-ulang, tak bosan mendengarnya. Di balai-balai lain pun demikian.Sebagaimana dikisahkan, di Pasar Sungai Sariak. "Hampir semua pedagang di sana sudah tahu tabiat Ungku yang berbelanja seperti itu. Dan Ungku juga tidak mau menerima gratis jika ditawarkan."Pun belanja sesuka hati, Ungku Saliah lebih sering tak mau mengambil uang kembalian bila uangnya berlebih. Jadi, sebetulnya dia tidak terlalu hirau akan uang.
Ketika berpulang pada suatu siang di tanggal 3 Agustus 1974, kuburannya dibuat di dalam suraunya karena semasa hidup ia pernah berpesan, jika meninggal agar dikuburkan di mana ia meninggal.
Makamnya di Korong Lareh Nan Panjang, Nagari Sungai Sariak, masih sering diziarahi orang sampai sekarang. Orang sana menyebutnya Gubah Syekh Tuangku Saliah.
Gusni Yunita, dari Antropologi Unand dalam skripsinya menulis, banyak masyarakat yang yakin akan keramatnya Ungku Saliah. Makamnya ramai diziarahi. Fotonya dipajang di tempat membuka usaha.
"Si pemajang foto Ungku Saliah akan selalu berfikiran positif tanpa ada kekhawatiran bahwa barang dagangan mereka tidak laku. Ketika memajang foto terdapat suatu perasaan tenang dan terlindungi karena sugesti dari foto Ungku Saliah tersebut."
Jadi apabila pembaca sempat mampir di rumah makan Padang, dan melihat kakek berkopiah dalam bingkai foto itulah Ungku Saliah.
Lihat Juga: Kisah Kitab Kuno Nagarakretagama Deskripsikan Kerajaan Besar yang Berkuasa di Pulau Jawa
(nfl)