Perangkat Desa di Minut yang Jadi Predator Seks Anak-anak, Jadikan Korbannya Pelaku dan Suguhi Film Porno
loading...
A
A
A
MINAHASA UTARA - Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulut Jull Takaliuang menemukan hal mengejutkan, terkait kasus kekerasan seksual (sodomi) terhadap 19 anak yang dilakukan seorang perangkat Desa Werot, Kecamatan Likupang Selatan, Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Dalam kunjungannya bersama LPA Sulut, UPTD PPA Sulut, dan PPA Minut bersama dengan Psikolog, fakta sangat mengejutkan dan sungguh menyedihkan didapati, terutama bagi anak dan orang tua korban yang langsung menjadi panik dan melakukan upaya hukum terhadap predator seks yang sudah 'mencelakai' anak-anak yang usianya bervariasi antara 5 sampai 17 tahun.
"Konflik sosial antara orangtua korban tidak bisa dibendung, ketika ada di antara anak korban terungkap telah melakukan kekerasan seksual terhadap temannya seusia maupun terhadap anak yang lebih kecil. Sehingga, sempat terjadi ketegangan di tengah kegiatan sosialisasi di balai desa waktu lalu," ujar Jull, Senin (2/11/2020).
Ternyata menurutnya, ada dua anak yang menjadi korban juga menjadi pelaku sudah dilaporkan ke polisi bahkan sempat di tahan semalam di Polsek Likupang. (Baca juga: Cabuli 19 Bocah, Oknum Perangkat Desa di Minahasa Utara Masih Berkeliaran)
"Saat ini sudah dilimpahkan ke Polres Minut dan sementara keduanya menjalani proses hukum dengan status wajib lapor," kata Jull (Baca juga: Rombongan Cawabup Banggai Laut Tenggelam di Perairan Pulau Sonit)
Nampaknya proses hukum bagi kedua anak tersebut, bakal berujung ke pengadilan. Padahal kedua anak yang berusia 13 dan 14 tahun ini, sangat jelas adalah korban dari predator seksual anak, hanya karena orang tuanya belum sempat melapor maka keduanya telah berstatus sebagai pelaku kekerasan seksual.
"Wajah penegakan hukum perlindungan anak kita masih sangat memprihatinkan. Anak korban yang melakukan kekerasan seksual yang sama terhadap temannya karena ada intimidasi dari pelaku utama agar harus melakukan itu kepada teman-temannya, bahkan dalam melakukan aksinya sang predator seks menyuguhi anak-anak korban dengan film porno," jelas Jull.
Lebih lanjut dia mengatakan, anak-anak korban dan orangtua korban membutuhkan dukungan dari banyak pihak. Penyamaan persepsi demi kepentingan terbaik bagi anak harus dilakukan oleh semua stakeholder, baik dari pemerintah maupun masyarakat dan yang paling penting adalah dalam proses penegakan hukum.
Semoga jajaran Polres Minut, Kejaksaan Minut dan Pengadilan Negeri Minut mengedepankan azas perlindungan anak, yakni Berbuat yang terbaik untuk kepentingan anak. Semog Covid-19 tidak menjadi alasan untuk melakukan penegakan hukum terhadap pelaku yang kini masih dalam pelariannya. Semua tetap berpegang pada protokol kesehatan Covid-19," pungkas Jull.
Diketahui, kasus sodomi ini terkuat setelah salah satu korban melapor perbuatan AD (32) yang merupakan seorang perangkat desa setempat kepada orang tuanya. Tak terima orang tua korban membuat laporan ke Polres Minut. Sejak dilapor, yang bersangkutan menghilang dan kini dalam pengejaran polisi. Ditengarai, terlapor sudah berbuat asusila kepada para korbannya sejak 2019.
Dalam kunjungannya bersama LPA Sulut, UPTD PPA Sulut, dan PPA Minut bersama dengan Psikolog, fakta sangat mengejutkan dan sungguh menyedihkan didapati, terutama bagi anak dan orang tua korban yang langsung menjadi panik dan melakukan upaya hukum terhadap predator seks yang sudah 'mencelakai' anak-anak yang usianya bervariasi antara 5 sampai 17 tahun.
"Konflik sosial antara orangtua korban tidak bisa dibendung, ketika ada di antara anak korban terungkap telah melakukan kekerasan seksual terhadap temannya seusia maupun terhadap anak yang lebih kecil. Sehingga, sempat terjadi ketegangan di tengah kegiatan sosialisasi di balai desa waktu lalu," ujar Jull, Senin (2/11/2020).
Ternyata menurutnya, ada dua anak yang menjadi korban juga menjadi pelaku sudah dilaporkan ke polisi bahkan sempat di tahan semalam di Polsek Likupang. (Baca juga: Cabuli 19 Bocah, Oknum Perangkat Desa di Minahasa Utara Masih Berkeliaran)
"Saat ini sudah dilimpahkan ke Polres Minut dan sementara keduanya menjalani proses hukum dengan status wajib lapor," kata Jull (Baca juga: Rombongan Cawabup Banggai Laut Tenggelam di Perairan Pulau Sonit)
Nampaknya proses hukum bagi kedua anak tersebut, bakal berujung ke pengadilan. Padahal kedua anak yang berusia 13 dan 14 tahun ini, sangat jelas adalah korban dari predator seksual anak, hanya karena orang tuanya belum sempat melapor maka keduanya telah berstatus sebagai pelaku kekerasan seksual.
"Wajah penegakan hukum perlindungan anak kita masih sangat memprihatinkan. Anak korban yang melakukan kekerasan seksual yang sama terhadap temannya karena ada intimidasi dari pelaku utama agar harus melakukan itu kepada teman-temannya, bahkan dalam melakukan aksinya sang predator seks menyuguhi anak-anak korban dengan film porno," jelas Jull.
Lebih lanjut dia mengatakan, anak-anak korban dan orangtua korban membutuhkan dukungan dari banyak pihak. Penyamaan persepsi demi kepentingan terbaik bagi anak harus dilakukan oleh semua stakeholder, baik dari pemerintah maupun masyarakat dan yang paling penting adalah dalam proses penegakan hukum.
Semoga jajaran Polres Minut, Kejaksaan Minut dan Pengadilan Negeri Minut mengedepankan azas perlindungan anak, yakni Berbuat yang terbaik untuk kepentingan anak. Semog Covid-19 tidak menjadi alasan untuk melakukan penegakan hukum terhadap pelaku yang kini masih dalam pelariannya. Semua tetap berpegang pada protokol kesehatan Covid-19," pungkas Jull.
Diketahui, kasus sodomi ini terkuat setelah salah satu korban melapor perbuatan AD (32) yang merupakan seorang perangkat desa setempat kepada orang tuanya. Tak terima orang tua korban membuat laporan ke Polres Minut. Sejak dilapor, yang bersangkutan menghilang dan kini dalam pengejaran polisi. Ditengarai, terlapor sudah berbuat asusila kepada para korbannya sejak 2019.
(zil)