Ini Penyebab Rekonsiliasi Elite PAN dengan Amien Rais Gagal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirajuddin Abbas mengatakan, Partai Amanat Nasional (PAN) gagal melakukan rekonsiliasi pasca-kongres di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Februari 2020.
"Mestinya setelah kongres yang panas itu, masing-masing pihak, seperti Zulkifli, Hatta Rajasa, dan Soetrisno Bahir berupaya merangkul Pak Amien Rais. Mereka jelaskan situasinya," ujarnya kepada SINDOnews, Rabu (06/05/2020).
Dia menilai, Amien Rais bertahan dengan egonya untuk tetap berada pada posisi dominan di tubuh PAN. Namun, hasil kongres kemarin membuat dirinya dan pendukungnya terpental. "Dia kalah, egonya terganggu," ucap Sirajuddin.
Kegagalan rekonsiliasi diakibatkan sikap politik elite-elite PAN yang berusaha memperbaiki hubungan dengan pemerintah. Meski berada di luar pemerintahan, Zulkifli dikenal punya hubungan baik dengan pemerintah.
"Sejak awal pemilihan presiden ada upaya dari Zulkifli untuk memilih pragmatis dan mendekat ke pemerintahan Jokowi. Itu tidak mungkin dilakukan seadainya Amien masih memegang kontrol di PAN," tuturnya.
Konflik internal PAN, menurutnya, menandai awal goncangan di politik Islam modernis. Selama ini PAN merepresentasikan basis-basis Islam modern perkotaan. Pendukungnya berasal dari Muhammadiyah, Persis, dan kaum berpendidikan tinggi.
Jika Hanafi Rais keluar dengan cara seperti ini, akan menaikkan keraguan basis pemilih terhadap masa depan politik PAN sendiri. Setelah kongres, kubu Amien Rais menggaungkan pembentukan partai baru. Upaya ini tentu akan memancing semakin banyak loyalis Amien yang keluar dan memecah basis suara PAN yang solid di Islam perkotaan.
Pembentukan partai baru juga bisa menjadi perjudian mengingat sulitnya partai-partai baru menembus parliamentary threshold pada pemilu lalu. Sirajuddin menilai, pada tahap awal bisa digunakan untuk kebutuhan bargaining power.
Memang prospek berkembangnya partai baru sulit ditebak kecuali sudah berlaga di pemilu. Hal tersebut yang akan membuat loyalis Amien sementara waktu tetap bermukim di PAN.
"Seberapa yakin dengan inisiatif membangun partai dan seberapa siap secara ekonomi untuk keluar dari kenyamanan. Partai baru ini belum tentu mendapatkan dukungan publik meskipun dipimpin oleh tokoh senior," pungkasnya.
"Mestinya setelah kongres yang panas itu, masing-masing pihak, seperti Zulkifli, Hatta Rajasa, dan Soetrisno Bahir berupaya merangkul Pak Amien Rais. Mereka jelaskan situasinya," ujarnya kepada SINDOnews, Rabu (06/05/2020).
Dia menilai, Amien Rais bertahan dengan egonya untuk tetap berada pada posisi dominan di tubuh PAN. Namun, hasil kongres kemarin membuat dirinya dan pendukungnya terpental. "Dia kalah, egonya terganggu," ucap Sirajuddin.
Kegagalan rekonsiliasi diakibatkan sikap politik elite-elite PAN yang berusaha memperbaiki hubungan dengan pemerintah. Meski berada di luar pemerintahan, Zulkifli dikenal punya hubungan baik dengan pemerintah.
"Sejak awal pemilihan presiden ada upaya dari Zulkifli untuk memilih pragmatis dan mendekat ke pemerintahan Jokowi. Itu tidak mungkin dilakukan seadainya Amien masih memegang kontrol di PAN," tuturnya.
Konflik internal PAN, menurutnya, menandai awal goncangan di politik Islam modernis. Selama ini PAN merepresentasikan basis-basis Islam modern perkotaan. Pendukungnya berasal dari Muhammadiyah, Persis, dan kaum berpendidikan tinggi.
Jika Hanafi Rais keluar dengan cara seperti ini, akan menaikkan keraguan basis pemilih terhadap masa depan politik PAN sendiri. Setelah kongres, kubu Amien Rais menggaungkan pembentukan partai baru. Upaya ini tentu akan memancing semakin banyak loyalis Amien yang keluar dan memecah basis suara PAN yang solid di Islam perkotaan.
Pembentukan partai baru juga bisa menjadi perjudian mengingat sulitnya partai-partai baru menembus parliamentary threshold pada pemilu lalu. Sirajuddin menilai, pada tahap awal bisa digunakan untuk kebutuhan bargaining power.
Memang prospek berkembangnya partai baru sulit ditebak kecuali sudah berlaga di pemilu. Hal tersebut yang akan membuat loyalis Amien sementara waktu tetap bermukim di PAN.
"Seberapa yakin dengan inisiatif membangun partai dan seberapa siap secara ekonomi untuk keluar dari kenyamanan. Partai baru ini belum tentu mendapatkan dukungan publik meskipun dipimpin oleh tokoh senior," pungkasnya.
(don)