Tolak UU Cipta Kerja, Buruh di Sulsel Akan Mogok Kerja

Kamis, 08 Oktober 2020 - 00:05 WIB
loading...
Tolak UU Cipta Kerja, Buruh di Sulsel Akan Mogok Kerja
Mahasiswa membakar ban bekas saat berunjuk rasa di Urip Sumoharjo, Makassar, Rabu (7/10/2020). Dalam aksi unjuk rasa tersebut mereka menolak Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR karena dinilai merugikan para pekerja. Fot
A A A
MAKASSAR - Gelombang penolakan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law terus terjadi di Kota Makassar pada Rabu (7/10/2020), dari siang hingga malam hari. Para demonstran terdiri dari ratusan mahasiswa dan buruh.

Aksi ini membuat beberapa ruas jalan protokol yang dijadikan lokasi aksi macet. Beruntung beberapa polisi lalu lintas (polantas) berupaya mengatur laju kendaraan agar bisa kembali normal.

Sebanyak 1.694 personel gabungan dari Polrestabes Makassar , Polda Sulsel, hingga TNI dikerahkan untuk mengamankan aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja dari para mahasiswa dan buruh se-Kota Daeng.



"3 SKK Brimob, 2 SSK Sabhara Polda, 3 SKK Sabhara Polrestabes Makassar, 1 SKK Lantas. BKO dari Gowa, Maros dan Polres Pelabuhan masing-masing 2 SST, ada puluhan Intel, reserse semuanya disiapkan hari ini," kata Kabag Ops Polrestabes Makassar, AKBP Anwar Danu, di gedung DPRD Sulsel .

Beberapa titik aksi di antaranya Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, tepatnya di gedung DPRD Sulsel, fly over, kampus Universitas Muslim Indonesia , Universitas Bosowa.

Lalu sepanjang Jalan Sultan Alauddin, tepatnya di depan Kampus 1 Universitas Islam Negeri Alauddin , Universitas Muhammadiyah, Universitas Negeri Makassar.

Areal tersebut, terblokir oleh massa aksi. Polisi memberlakukan rekayasa lalu lintas selama jalannya aksi, dengan membuka dua jalur yang semula hanya satu jalur. Serta mengarahkan pengendara untuk memutar ke arah lainnya.

Jendral Lapangan Aliansi Barisan Rakyat Bergerak (Barbar), Sari Labuana mengatakan, penutupan penuh Jalan Sultan Alauddin merupakan wujud kemarahan dan kekecawaan masyarakat karena disahkannya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menjadi UU oleh DPR RI .

Sari bersama rombongannya memblokir jalan arteri yang menghubungkan Kota Makassar dengan Kabupaten Gowa dengan membentangkan petaka aksi, serta memberhentikan truk, lalu memalangnya tepat di depan Kampus Unismuh.



"Kami menyatakan sikap, cabut pengesahan Omnibus Law Cilaka. Karena revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2020 dibungkus dengan embel-embel cipta lapangan kerja. Padahal isinya memiskinkan buruh dan masyarakat atas nama undang-undang," kata aktivis wanita itu.

Menurut dia, UU Omnibus Law harus dicabut. Karena undang-undang tersebut memudahkan tenaga kerja asing masuk ke Indonesia. Belum lagi, undang-undang tersebut malah memperparah penghasilan pekerja.

"Karena ada poin yang menghapus upah minimum pekerja, dan berganti sistem hitungan jam. Otomatis upah pekerja atau buruh ditentukan sendiri oleh perusahaan," tegasnya.

Sari menyatakan Omnibus Law sangat berdampak pada hilangnya kepastian pekerjaan, penghasilan, hingga jaminan sosial. Perusahaan bisa sewenang-wenang memutus hubungan dengan para pekerja. Khususnya, ketika jasa tenaga kerja tidak dibutuhkan lagi.

"Kemudian dihapuskannya hak cuti, khusus perempuan yang haid ataupun melahirkan. Buruh perempuan tidak akan mendapatkan gaji apabila mengambil cuti tersebut. Tidak ada kewajiban perusahaan untuk membayarkan pesangon," tegasnya.

Omnibus Law, lanjut Sari, juga secara mendasar menghilangkan sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar hak normatif bagi seluruh kelompok buruh. Belum lagi, jaminan sosial pekerja yang sangat tidak jelas. "Dan masih banyak pasal-pasal dalam undang-undang ini yang bermasalah," imbuhnya.



Pendemo juga meminta agar Presiden Joko Widodo tidak menandatangani naskah resmi UU Cipta Kerja tersebut. Selain itu, pendemo juga meminta agar pemerintah sebaiknya menuntaskan persoalan nyata yang ada di depan mata terkait pandemi COVID-1 9, bukan malah menyengsarakan rakyat melalui legitimasi undang-undang.

"Rakyat pastinya menaruh kecurigaan pada pengesahan undang-undang secara terburu-buru di masa pandemik ini. Rakyat diminta untuk tetap di rumah sementara hak-hak rakyat dikebiri oleh oligarki kekuasaan dengan begitu mudah," tegas Sari.

Sementara Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulsel mengaku baru merencanakan aksi mogok kerja yang dijadwalkan pada 8 Oktober. Serta berdemonstrasi di empat titik, yakni kantor Gubernur, DPRD Sulsel, dan fly over.

"Kita lebih banyak di simpang lima Bandara nanti, estimasi massa 820 dari berbagai daerah cabang KSPSI di Sulsel. Maros, Pangkep, Gowa serta jaringan organisasi lainnya," kata Basri Abbas kepada SINDOnews.



Basri menegaskan UU Omnibus Law yang disahkan wakil rakyat sangat berpihak pada perusahaan. Kesejahteraan buruh makin disengsarakan. "Intinya undang-undang tersebut harus dibatalkan. Banyak pasal-pasal merugikan kami selaku kaum buruh," tegas dia.

Dalam aksi di beberapa titik Kota Makassar, selain menimbulkan kemacetan. Demonstrasi juga diwarnai aksi anarkistis, terlihat oknum pendemo melempar batu ke arah gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel , Jalan Urip Sumoharjo.

Polisi dan demonstran sempat terlibat aksi kejar-kejaran, sekitar pukul 17.55 Wita di atas jembatan layang atau fly over.
(luq)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6135 seconds (0.1#10.140)