Perppu 1/2020 yang Berpotensi Melanggar Konstitusi, Dibahas di Paripurna Pekan Depan

Selasa, 05 Mei 2020 - 09:25 WIB
loading...
Perppu 1/2020 yang Berpotensi Melanggar Konstitusi, Dibahas di Paripurna Pekan Depan
Perppu yang diteken pada 31 Maret 2020 lalu itu, bakal dibahas dalam Rapat Paripurna 12 Mei mendatang, sebelum nantinya dijadikan undang-undang. Foto : SINDOnews/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, disebut berpotensi melanggar konstitusi.

Terdapat sejumlah pasal yang cenderung bertentangan dengan UUD 1945. Terutama terkait dengan kekuasaan Pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan negara.

Demikian diungkapkan, anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ecky Awal Mucharam. Kata Dia Perppu yang diteken pada 31 Maret 2020 lalu itu, bakal dibahas dalam Rapat Paripurna 12 Mei mendatang, sebelum nantinya untuk dijadikan undang-undang.

Menurut Ecky, sejumlah pasal Perppu terkait dengan APBN terutama Pasal 12 ayat 2, dimana Perubahan postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.

“Pasal ini jelas mengamputasi kewenangan peran DPR dan membuat APBN tidak diatur dalam Undang-Undang atau yang setara,” tegasnya.

Undang-Undang Dasar Tahun 1945, lanjut Ecky, menyatakan kedudukan dan status APBN adalah UU yang ditetapkan setiap tahun sebagaimana pada Pasal 23 Ayat 1. Dan RAPBN harus diajukan oleh Presiden untuk dibahas dan disetujui oleh DPR sebagaimana ditegaskan Pasal 23 ayat 2 dan ayat 3.

“Konstitusinya sudah jelas. Jadi yang sudah berjalan ini cenderung bertentangan dengan konstitusi," tambahnya.

Hal kedua yang menurutnya berpotensi melanggar konstitusi adalah terkait imunitas pengambil kebijakan. Perppu Pasal 27 ayat 2, yang memuat soal Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun Anggota KSSK itu terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tidak hanya itu, pada Pasal 27 ayat 3 juga menyatakan segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.

“Ini jelas bertentangan dengan prinsip supremasi hukum dan prinsip negara hukum. Padahal UUD 1945 melalui perubahan pertama tahun 1999 sampai perubahan keempat tahun 2002, telah menjamin tegaknya prinsip-prinsip supremasi hukum. Pasal 1 ayat 3 UUD bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, dan adanya pengakuan yang sama di hadapan hukum Pasal 28D. Ini sudah jelas," tegasnya.

Aspek ketiga menurut Ecky terkait kerugian negara. Dalam Pasal 27 ayat 1 menyatakan bahwa biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga Anggota KSSK seperti kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

“Ini juga tidak sesuai dengan prinsip dasar keuangan negara dan meniadakan adanya peran BPK untuk menilai dan mengawasi,” tambah politisi Fraksi PKS itu.

Padahal, UUD 1945 telah menjamin adanya distribution of balances dapat bekerja dengan baik. Bahwa, DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang sebagaimana terdapat pada Pasal 20 ayat 1, serta menjalankan fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sesuai dengan apa yang tertuang pada Pasal 20A ayat1.

Sedangkan, Presiden memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4 ayat 1) dan bahwa MK dan MA memiliki Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1). Serta bahwa ada 10 lembaga dalam sistem ketatanegaraan Indonesia (Presiden, DPR, DPD, MPR, MK, MA, KY, BPK, Bank Sentral, dan KPU).

“Dengan memperhatikan jaminan yang dikokohkan dalam UUD 1945 terkait tentang supremasi hukum, pembentukan undang-undang, pembentukan APBN, juga hak dan kewajiban lembaga-lembaga negara. Maka beberapa Pasal krusial dalam Perpu No. 1/2020 ini harus menjadi perhatian bersama untuk menjaga sistem bernegara yang baik,” pungkas Ecky.
(sri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1908 seconds (0.1#10.140)