Ridwan Kamil Tegaskan Bodebek Tunggu Finalisasi PSBB DKI Jakarta
loading...
A
A
A
BANDUNG - Pemprov Jabar menunggu finalisasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang akan diberlakukan di Provinsi DKI Jakarta sebelum memutuskan kebijakan penanganan COVID-19 di wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek).
Gubernur Jabar, Ridwan Kamil menyatakan, pada prinsipnya, kebijakan di Bodebek akan menyesuaikan dengan kebijakan di DKI Jakarta. Terlebih, saat ini, sekitar 70 persen penyebaran COVID-19 terjadi di Bodebek yang notabene berbatasan langsung dengan DKI Jakarta. Meski begitu, bukan berarti Bodebek akan memberlakukan PSBB ketat.
"Apa pun yang diputuskan oleh DKI Jakarta, Jawa Barat di zona Bodebek ini akan menyesuaikan. Tapi, definisi menyesuaikan itu bukan berarti jawabannya pengetatan PSBB juga karena di Jawa Barat selama ini sudah melakukan pembatasan sosial berskala mikro dan itu efektif," jelasnya seusai rapat virtual bersama menteri Kabinet Kerja, Gubernur DKI Jakarta, Wakil Gubernur Banten, dan pihak terkait lainnya dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Sabtu (12/9/20) malam.
Oleh karenanya, Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu menegaskan, Pemprov Jabar akan menunggu keputusan akhir terkait PSBB yang diambil Pemprov DKI Jakarta. Pihaknya pun akan berkoordinasi dengan kepala daerah di wilayah Bodebek sebagai hal utama yang harus dilakukan sebelum mengeluarkan kebijakan.
"Jadi, kami menunggu saja finalisasi keputusan Jakarta. Lalu saya akan menyesuaikan dengan cepat dan akan dirapatkan dengan wali kota/bupati Bodebek. Kita memang harus koordinasi betul-betul, jangan sampai melakukan kebijakan baru kita berkoordinasi," tegas Kang Emil.
Kang Emil juga kembali menekankan pentingnya memandang pandemi COVID-19 lewat kaca mata kemanusiaan dan ilmiah dengan mengutamakan nilai tolong-menolong, toleransi, saling memahami, termasuk saling mendoakan.
Karenanya, pihaknya pun siap membantu DKI Jakarta dalam hal ketersediaan ruang isolasi rumah sakit (RS) rujukan COVID-19. Hingga 11 September 2020, kata Kang Emil, tingkat keterisian RS rujukan COVID-19 di Jabar sekitar 44,33 persen atau masih aman karena WHO menetapkan tingkat keterisian RS harus di bawah 60 persen.
"Jika ruang-ruang isolasi rumah sakit di Jawa Barat dibutuhkan untuk DKI Jakarta, maka kami dengan senang hati juga berkenan memberikan dukungan (bantuan ruang isolasi) karena selalu saya sampaikan, kita ini harus memperbanyak kolaborasi, kurangi kata kompetisi karena kita sama-sama NKRI," tuturnya.
Lebih lanjut Kang Emil meyakinkan bahwa pemberlakuan PSBM dalam menekan penyebaran COVID-19 di Jabar cukup efektif, seperti halnya penanganan klaster Secapa AD di Kota Bandung, beberapa waktu lalu. Pihaknya pun tengah mempelajari keberhasilan penanganan klaster Secapa AD dimana seluruh pasiennya kini sudah dinyatakan sembuh.
"Ketika ada kasus di Secapa, yang ditutup itu bukan Kota Bandung, tapi cukup satu kelurahan, yaitu kelurahan (Hegarmanah) di mana lokasi Secapa itu berada. Alhamdulillah, sekarang 100 persen perwiranya sembuh dan sekarang sudah dijadikan contoh penanganan pasien di Jawa Barat," paparnya.
Dalam kesempatan itu, Kang Emil juga meminta bantuan pemerintah pusat untuk meningkatkan rasio pengetesan COVID-19 di Provinsi Jabar yang jumlah penduduknya mencapai hampir 50 juta jiwa. (Baca: Emil Tawarkan Bantuan RS ke Anies, Gugur Tugas: Masih Dimungkinkan).
Mengacu pada standar WHO, pengetesan COVID-19 perlu dilakukan terhadap minimal 1 persen dari total populasi, sehingga warga Jabar yang harus dites sebanyak kurang lebih 500.000 orang.
"Sampai hari ini, kapasitas kami hanya sanggup di 0,6 persen. Itu pun sudah luar biasa, 50.000 pengetesan (metode PCR) per minggu. Tapi karena jumlah penduduk kami banyak, maka persentasenya selalu terlihat lebih kecil (dari provinsi lain)," terangnya.
"Jadi, kami mohon bantuan dari pemerintah pusat, khususnya untuk Jawa Barat, yaitu meningkatkan stok (kit) PCR-nya dan alat-alatnya, sehingga kami bisa memenuhi syarat tadi," pungkasnya.
Gubernur Jabar, Ridwan Kamil menyatakan, pada prinsipnya, kebijakan di Bodebek akan menyesuaikan dengan kebijakan di DKI Jakarta. Terlebih, saat ini, sekitar 70 persen penyebaran COVID-19 terjadi di Bodebek yang notabene berbatasan langsung dengan DKI Jakarta. Meski begitu, bukan berarti Bodebek akan memberlakukan PSBB ketat.
"Apa pun yang diputuskan oleh DKI Jakarta, Jawa Barat di zona Bodebek ini akan menyesuaikan. Tapi, definisi menyesuaikan itu bukan berarti jawabannya pengetatan PSBB juga karena di Jawa Barat selama ini sudah melakukan pembatasan sosial berskala mikro dan itu efektif," jelasnya seusai rapat virtual bersama menteri Kabinet Kerja, Gubernur DKI Jakarta, Wakil Gubernur Banten, dan pihak terkait lainnya dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Sabtu (12/9/20) malam.
Oleh karenanya, Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu menegaskan, Pemprov Jabar akan menunggu keputusan akhir terkait PSBB yang diambil Pemprov DKI Jakarta. Pihaknya pun akan berkoordinasi dengan kepala daerah di wilayah Bodebek sebagai hal utama yang harus dilakukan sebelum mengeluarkan kebijakan.
"Jadi, kami menunggu saja finalisasi keputusan Jakarta. Lalu saya akan menyesuaikan dengan cepat dan akan dirapatkan dengan wali kota/bupati Bodebek. Kita memang harus koordinasi betul-betul, jangan sampai melakukan kebijakan baru kita berkoordinasi," tegas Kang Emil.
Kang Emil juga kembali menekankan pentingnya memandang pandemi COVID-19 lewat kaca mata kemanusiaan dan ilmiah dengan mengutamakan nilai tolong-menolong, toleransi, saling memahami, termasuk saling mendoakan.
Karenanya, pihaknya pun siap membantu DKI Jakarta dalam hal ketersediaan ruang isolasi rumah sakit (RS) rujukan COVID-19. Hingga 11 September 2020, kata Kang Emil, tingkat keterisian RS rujukan COVID-19 di Jabar sekitar 44,33 persen atau masih aman karena WHO menetapkan tingkat keterisian RS harus di bawah 60 persen.
"Jika ruang-ruang isolasi rumah sakit di Jawa Barat dibutuhkan untuk DKI Jakarta, maka kami dengan senang hati juga berkenan memberikan dukungan (bantuan ruang isolasi) karena selalu saya sampaikan, kita ini harus memperbanyak kolaborasi, kurangi kata kompetisi karena kita sama-sama NKRI," tuturnya.
Lebih lanjut Kang Emil meyakinkan bahwa pemberlakuan PSBM dalam menekan penyebaran COVID-19 di Jabar cukup efektif, seperti halnya penanganan klaster Secapa AD di Kota Bandung, beberapa waktu lalu. Pihaknya pun tengah mempelajari keberhasilan penanganan klaster Secapa AD dimana seluruh pasiennya kini sudah dinyatakan sembuh.
"Ketika ada kasus di Secapa, yang ditutup itu bukan Kota Bandung, tapi cukup satu kelurahan, yaitu kelurahan (Hegarmanah) di mana lokasi Secapa itu berada. Alhamdulillah, sekarang 100 persen perwiranya sembuh dan sekarang sudah dijadikan contoh penanganan pasien di Jawa Barat," paparnya.
Dalam kesempatan itu, Kang Emil juga meminta bantuan pemerintah pusat untuk meningkatkan rasio pengetesan COVID-19 di Provinsi Jabar yang jumlah penduduknya mencapai hampir 50 juta jiwa. (Baca: Emil Tawarkan Bantuan RS ke Anies, Gugur Tugas: Masih Dimungkinkan).
Mengacu pada standar WHO, pengetesan COVID-19 perlu dilakukan terhadap minimal 1 persen dari total populasi, sehingga warga Jabar yang harus dites sebanyak kurang lebih 500.000 orang.
"Sampai hari ini, kapasitas kami hanya sanggup di 0,6 persen. Itu pun sudah luar biasa, 50.000 pengetesan (metode PCR) per minggu. Tapi karena jumlah penduduk kami banyak, maka persentasenya selalu terlihat lebih kecil (dari provinsi lain)," terangnya.
"Jadi, kami mohon bantuan dari pemerintah pusat, khususnya untuk Jawa Barat, yaitu meningkatkan stok (kit) PCR-nya dan alat-alatnya, sehingga kami bisa memenuhi syarat tadi," pungkasnya.
(nag)