23 Tahun Otsus di Papua, Senator Filep Ungkap Catatan Soal Kesejahteraan hingga HAM

Jum'at, 22 November 2024 - 08:46 WIB
loading...
23 Tahun Otsus di Papua,...
Senator Papua Barat, Filep Wamafma mengungkap perjalanan implementasi kebijakan Otonomi Khusus Papua yang telah berusia 23 tahun pada 21 November 2024. Foto/Dok.SINDOnews
A A A
MANOKWARI - Perjalanan implementasi kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) yang telah berusia 23 tahun di tanah Papua pada 21 November 2024. Pada dasarnya, kehadiran kebijakan Otsus diharapkan mampu menjawab berbagai persoalan mendasar di Papua, terutama sebagai bagian penting dari NKRI.

Senator Papua Barat, Filep Wamafma mengungkap kilas balik tujuan dan cita-cita lahirnya UU Otsus, utamanya pada Konsideran Menimbang UU Nomor 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus apakah sejalan dengan realitas kehidupan masyarakat OAP hingga hari ini.



Adapun bunyi Konsideran Menimbang itu antara lain: Melindungi dan menjunjung harkat martabat, memberi afirmasi, dan melindungi hak dasar OAP, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial-budaya, perlu diberi kepastian hukum; dan tercapai percepatan pembangunan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan publik serta kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan di wilayah Papua; dan tercapai penguatan penataan daerah provinsi di wilayah Papua sesuai dengan kebutuhan, perkembangan, dan aspirasi masyarakat Papua.

“Maka mari kita buka data dan kondisi riil di lapangan, persoalan kesejahteraan, pemenuhan dan keadilan HAM hingga masyarakat adat yang sampai saat ini masih terus menyuarakan perjuangan atas kondisi yang dihadapi. Per Maret 2024, semua provinsi di Tanah Papua termasuk dalam provinsi termiskin di Indonesia,” ujar Filep dalam keterangannya, Jumat (22/11/2024).

Ia lantas memaparkan secara rinci dimulai dari Papua Pegunungan dengan persentase penduduk miskin 32,97 persen, jumlah penduduk miskin 365.430 orang, garis kemiskinan per kapita Rp 1.007.060 per bulan, garis kemiskinan per rumah tangga Rp 4.743.253 per bulan.

Papua Tengah dengan persentase penduduk miskin 29,76 persen, jumlah penduduk miskin 308.480 orang, garis kemiskinan per kapita Rp 764.115 per bulan, garis kemiskinan per rumah tangga Rp 3.461.441 per bulan.



Papua Barat dengan persentase penduduk miskin 21,66 persen dan jumlah penduduk miskin 110.160 orang, Papua Barat Daya dengan persentase penduduk miskin: 18,13 persen Jumlah penduduk miskin: 102.270 orang, Papua Selatan dengan persentase penduduk miskin 17,44 persen jumlah penduduk miskin: 92.200 orang.

Sedangka Papua dengan persentase penduduk miskin 17,26 persen, jumlah penduduk miskin: 152.910 orang. Menurutnya, tingkat kemiskinan ini pun berpengaruh langsung pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dimana Provinsi Papua Pegunungan memiliki IPM terendah se-Indonesia.



“Di sisi lain, di bidang HAM, sepanjang 2023 ada 113 kasus HAM di Tanah Papua yang belum selesai. Di bidang pendidikan, provinsi-provinsi di Tanah Papua mendominasi minimnya jumlah guru. Papua Pegunungan tercatat hanya memiliki 7,1 ribu guru, Papua Selatan menyusul dengan 8,4 ribu guru, diikuti oleh Papua Barat Daya 10 ribu guru, Papua Tengah 10,1 ribu guru, dan Papua Barat 10,4 ribu guru,” sebutnya.

Kemudian, lanjut Pace Jas Merah itu, di bidang kesehatan, provinsi-provinsi di Tanah Papua mendominasi minimnya tenaga dokter, yaitu Papua Pegunungan 235 orang, Papua Selatan 308 orang, Papua Barat Daya 385 orang, Papua Tengah 412 orang, dan Papua Barat 432 orang.

Tenaga perawat pun sama, di mana provinsi-provinsi di Tanah Papua mendominasi minimnya tenaga keperawatan yaitu Papua Tengah 1.155 perawat, Papua Pegunungan 1.639 perawat, Papua 1.755 perawat, Papua Barat 2.795 perawat, dan Papua Selatan 3.118 perawat.

“Tak hanya itu, lalu bagaimana dengan penguatan masyarakat adat? Nasibnya tidak jauh berbeda. Terbaru pada November 2024 ini, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi masyarakat adat Awyu dalam upaya mempertahankan hutan adatnya dari ekspansi korporasi sawit di Boven Digoel, Papua Selatan,” katanya.

Kemudian, persoalan regulasi, KLHK menyebutkan wilayah yang berpotensi sebagai hutan adat di Papua ada 3,732 juta hektar, yang terdiri dari hutan konservasi (HK) 22,51%, hutan lindung (HL) 32,49%, hutan produksi (HP) 41,86%, areal penggunaan lain (APL)/ tubuh air 3,14%, yang semuanya tersebar di Kabupaten Kaimana, Maybrat, Kabupaten/Kota Sorong, Tambrau, Teluk Bintuni, Asmat, Jayapura, dan Mimika.

“Namun wilayah-wilayah ini terindikasi tumpang tindih dengan 7 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH). Jika tidak diselamatkan, akan jadi apa generasi Papua di masa depan? Maka pertanyaan mendasarnya, siapa yang diuntungkan dari Otsus Papua?” sambung Filep.

Dia menegaskan, sebagai wakil daerah pihaknya berupaya maksimal agar UU Otsus Perubahan betul-betul berdampak baik pada pemenuhan hak dasar OAP.

Hasilnya secara normatif sudah mulai terlihat yaitu pemekaran DOB di Tanah Papua, perluasan peran OAP dalam keanggotaan DPRP dan DPRK jalur pengangkatan dengan afirmasi 30 persen dari unsur perempuan, peningkatan Dana Otsus dari dua persen Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional menjadi 2,25%.

Di mana aspek pendidikan, kesehatan, dan penguatan masyarakat adat diberikan peningkatan dana termasuk dana dari DBH Migas, usaha-usaha perekonomian di Papua wajib mengutamakan OAP. Selanjutnya dibentuk Badan Percepatan Pembangunan Papua (BK-P3) yang diketuai langsung Wakil Presiden dan beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri Bappenas, dan Menteri Keuangan.

"Serta masing-masing perwakilan dari setiap provinsi yang ada di Papua dan berkantor di ibu kota provinsi setempat, dan dihasilkannya PP Nomor 106 Tahun 2021 dan PP Nomor 107 Tahun 2021,” urainya.

Senator yang kini menjabat sebagai Ketua Komite III DPD RI itu lantas mengajak semua stakeholder terkait terus sinergis dan kolaboratif dalam mengawal implementasi Otsus di daerah. Ia pun merekomendasikan sejumlah langkah konkret dan strategis yang perlu dijalankan secara harmonis dan mempertegas keberpihakan terhadap OAP.

“Tidak mudah mengurai persoalan Otsus ini. Yang jelas, poin pertama dan utama adalah sinkronisasi kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam hal regulasi, prioritas pembangunan, dan pengawasan," tegasnya.

Dalam hal regulasi, Pemerintah Pusat harus mendorong lahirnya Perdasi dan Perdasus yang pro pada afirmasi OAP. Dorongan ini tidak perlu diikuti dengan sikap paranoid terhadap kemerdekaan Papua.

"Afirmasi OAP itu sejalan dengan roh Otsus itu sendiri. Sementara itu Pemerintah Daerah, Provinsi maupun Kabupaten/Kota, harus berani membuat Perdasi/Perdasus yang mengangkat derajat OAP,” tandasnya.

“Dalam hal prioritas pembangunan, Pemerintah Pusat harus memberikan kewenangan yang luas termasuk diskresi bagi Gubernur dan Bupati/Wali Kota di Tanah Papua, agar mengedepankan pembangunan berbasis pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat adat," lanjutnya.

Kewenangan luas termasuk kewenangan khusus ini seringkali dibatasi oleh berbagai PSN yang membuat kepala daerah tidak mampu mewujudnyatakan visi-misi pembangunan daerah. Fakta membuktikan bahwa Dana Otsus sangat banyak diperuntukkan bagi belanja pegawai dan infrastruktur, sehingga substansi pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat adat hanya sebatas utopia.

Sementara itu dalam hal pengawasan, pola pengawasan harus dibuat secara terstruktur mulai dari tingkat paling bawah dengan meminimalisir prosedur yang berbelit-belit.

"Seringkali kewenangan pengawasan ini tumpang tindih antara kementerian dan lembaga sehingga pemerintah menjadi tidak fokus pada penanganan persoalan di Papua. Pengawasan ini sangat penting karena bisa meminimalisir penyalahgunaan Dana Otsus,” pungkasnya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Duduki Pimpinan DPRD,...
Duduki Pimpinan DPRD, Anggota Legislatif dari Partai Perindo Siap Majukan Mamberamo Raya
11 Jenazah Korban Pembunuhan...
11 Jenazah Korban Pembunuhan KKB Papua di Yahukimo Dievakuasi, 2 Korban Teridentifikasi
Bupati dan Wabup Lanny...
Bupati dan Wabup Lanny Jaya Fokus Perbaikan Rumah Korban Kebakaran di 100 Hari Kerja
DPW Perindo Papua Gelar...
DPW Perindo Papua Gelar Buka Puasa Bersama, Pererat Silaturahmi dan Konsolidasi Partai
Pemkab Lebak Apresiasi...
Pemkab Lebak Apresiasi Program Rumah Layak Huni Baznas RI
Peduli Nelayan, Warga...
Peduli Nelayan, Warga Desa Nifasi Papua Dapat Rumah Baru
Anggota DPRD dari Partai...
Anggota DPRD dari Partai Perindo Tekankan Pentingnya Pendidikan Partisipasi Bagi Warga
Terungkap Modus Penyelundupan...
Terungkap Modus Penyelundupan Senjata Api ke KKB Papua, Dimasukkan ke Kompresor
Perkuat Toleransi dan...
Perkuat Toleransi dan Kebersamaan di Bulan Ramadan
Rekomendasi
Hari Bumi Internasional,...
Hari Bumi Internasional, Kemenag Gelar Aksi Tanam Sejuta Pohon
Hari Kedua Workshop...
Hari Kedua Workshop Esoterika Fellowship Program, Denny JA: AI Dorong Tafsir Agama Pro Hak Asasi
Iran Siap Buat Program...
Iran Siap Buat Program Nuklirnya Lebih Transparan dengan Imbalan Pencabutan Sanksi
Berita Terkini
PWNU Jakarta Minta Jangan...
PWNU Jakarta Minta Jangan Terulang Lagi Macet Horor di Tanjung Priok
1 jam yang lalu
Dedi Mulyadi Perintahkan...
Dedi Mulyadi Perintahkan Biro Hukum Lawan Putusan PTUN terkait SMAN 1 Bandung
2 jam yang lalu
Tarian Nusantara di...
Tarian Nusantara di TMII Diikuti 500 Anak dari Anjungan Sabang hingga Merauke
4 jam yang lalu
Siswa SMKN 29 Jakarta...
Siswa SMKN 29 Jakarta Dilatih Keselamatan Kerja dan Kelestarian Lingkungan
4 jam yang lalu
Ibu dan Anak Tewas dalam...
Ibu dan Anak Tewas dalam Kebakaran Rumah di Jatiasih Bekasi
4 jam yang lalu
Korban Dokter Kandungan...
Korban Dokter Kandungan Cabul di Garut Bertambah Jadi 5 Orang
5 jam yang lalu
Infografis
Petinju Legendaris George...
Petinju Legendaris George Foreman Meninggal Dunia di Usia 76 Tahun
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved