Musala Darurat Dibangun untuk Warga Terdampak Letusan Gunung Lewotobi Laki-laki

Selasa, 19 November 2024 - 10:39 WIB
loading...
Musala Darurat Dibangun...
Para pengungsi terdampak letusan Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur, NTT kini bisa beribadah dengan nyaman setelah musala darurat selesai dibangun. Foto/Ist
A A A
FLORES TIMUR - Para pengungsi terdampak letusan Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) kini bisa beribadah dengan nyaman setelah musala darurat selesai dibangun.

Musala darurat ini dibangun kolaborasi sejumlah lembaga kemanusiaan. Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa salah satunya yang turut terlibat pendirian musala tersebut.



Dengan ukuran 7 m X 9 m luas yang dilengkapi dengan jam, pengeras suara dan tempat wudhu, sajadah, serta beberapa kitab Al-Qur'an membuat penyintas menjadi lebih tenang dalam menunaikan ibadah.

“Pikiran bisa tenang (setelah ada musala), kita bisa mengaji, solat lima waktu. Malam Jumat bisa membaca yasin,” ujar Hasnah Eswutun salah satu pengungsi erupsi Gunung Lewotobi yang berasal dari Kampung Lamahala, Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Flores Timur, Senin (18/11/2024).



Saat ini, Hasnah Eswutun bersama keluarga dan warga Kampung Lamahala mengungsi di sebuah rumah kecil yang dikelilingi pemandangan sawah yang beralamat di Desa Konga, Kecamatan Titehena, Flores Timur.

“Untuk semua masyarakat yang terdampak erupsi Gunung Lewotobi, mohon tetap beribadah dan tetap berdoa memohon berkat Tuhan. Supaya kita punya kekuatan menerima apa yang terjadi adalah suatu ujian kita untuk kita, tetap sabar hadapi segala sesuatu musibah bencana,” ujar Hasnah.



Pada saat erupsi terjadi Hasnah baru saja kembali mengambil pasokan sayur untuk kemudian diperjualkan di pasar.

Akhirnya barang belanja yang ia beli, ia bawa ke lokasi yang sekarang ini menjadi lokasi posko pengungsian untuk kemudian dikonsumsi bersama dengan warga penyintas lainnya.

“Waktu itu saya habis belanja barang, dari Maumere, turun, sudah kemas-kemas, Seninnya mau pergi ke pasar eh gununnya meledak. Jadinya barang belanja itu kita bawakan ke sini (posko pengungsian) untuk makan-makan. Nggak jadi jualan. Habis sudah uang ludes,” Hasnah mencoba mengingat.

“Niat saya jika situasi kembali normal, saya ingin kembali ke rumah dan berjualan lagi. Supaya bisa menghidupkan rumah tangga. Kasih makan anak-anak. Bisa bayar utang. Karena begini kita utang tidak bisa, karena tidak ada pemasukan,” ujarnya.

Dengan kondisi seperti itu, Hasnah bernazar akan melanjutkan usaha menjual lauk dan sayur-sayuran di pasaran jika keadaan sudah kembali normal.

Biasanya dalam sehari dia bisa menghasilkan penjualan sebesar Rp500.000-600.000 jika sedang ramai. Sedangkan sang suami berjualan sendal dan sepatu keliling pasar. Namun karena sedang tanggap darurat, keduanya tidak bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan sehari-hari.

“Kalau sehari dan ramai itu dapat Rp500.000-Rp600.000, di situ saya hanya simpan Rp100.000. Sisanya saya belanjakan barang lagi. Alhamdulillah itu cukup untuk sehari-hari. Sekarang tidak bisa, tidak ada pemasukan apa-apa,” ujarnya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1160 seconds (0.1#10.140)