Pakar Hukum UII Bedah Buku Hasil Eksaminasi Perkara Mardani Maming
loading...
A
A
A
SLEMAN - Bedah buku berjudul Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim dalam Menangani Perkara Mardani H Maming digelar di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (5/10/2024).
Buku ini merupakan hasil anotasi para pakar hukum atas putusan pengadilan atas perkara suap izin pertambangan yang menjerat mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan tersebut.
Ada 10 eksaminator yang memberikan catatan dalam eksaminasi yang diadakan Centre for Local and Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) pada awal 2024.
Di antaranya Hanafi Amrani, Ridwan, Mudzakkir Eva Achjani Zulfa, Mahrus Ali, Karina Dwi Nugrahati Putri, Ratna Hartanto, Ridwan Khairandy, Arif Setiawan, dan Nurjihad.
Dalam bedah buku, salah satu eksaminator sekaligus editor buku, Mahrus Ali menilai perbuatan Mardani Maming yang mengeluarkan SK Bupati Nomor 296/2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) dari PT BKPL kepada PT PCN, tidak melanggar aturan.
“Norma pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba itu ditujukan kepada pemegang IUP, bukan pada jabatan Bupati. Sepanjang syarat dalam ketentuan tersebut terpenuhi, maka peralihan IUP diperbolehkan,” kata pengajar Hukum Pidana FH UII itu.
Guru Besar Hukum Administrasi Negara FH UII, Ridwan mengatakan, permohonan peralihan IUP-OP itu tidak perlu melampirkan syarat administrasi, teknis, lingkungan, dan finansial. Pasalnya, persyaratan tersebut melekat pada izin yang telah dialihkan.
Menurut eksaminator lainnya yang merupakan dosen Departemen Hukum Bisnis FH UGM, Karina Dwi Nugrahati Putri, jika dapat dibuktikan bahwa penerimaan uang PT TSP dan PT PAR murni berasal dari keuntungan pengoperasian pelabuhan PT ATU berdasar perjanjian yang sah.
Maka asumsi bahwa penerimaan tersebut berkaitan dengan peralihan IUP-OP melalui SK Bupati menjadi tidak berdasar.
“Judex Facftie telah mengesampingkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan mengenai adanya penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR tidak ada kaitannya dengan peralihan IUP-OP dan bukan sebagai hadiah,” kata Karina.
Untuk diketahui, dalam perkara ini, Mardani H Maming dijatuhi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Mardani dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar.
Dia dinyatakan bersalah melanggar pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor. Dalam persidangan sebelumnya, jaksa KPK mendakwa Mardani menerima uang suap senilai Rp118,75 miliar.
Hal itu berkaitan dengan persetujuan IUP kepada PT Prolindo Cipta Nusantara di Kabupaten Tanah Bumbu. Persetujuan itu dituangkan dalam bentuk SK Bupati 296/2011.
Buku ini merupakan hasil anotasi para pakar hukum atas putusan pengadilan atas perkara suap izin pertambangan yang menjerat mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan tersebut.
Ada 10 eksaminator yang memberikan catatan dalam eksaminasi yang diadakan Centre for Local and Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) pada awal 2024.
Di antaranya Hanafi Amrani, Ridwan, Mudzakkir Eva Achjani Zulfa, Mahrus Ali, Karina Dwi Nugrahati Putri, Ratna Hartanto, Ridwan Khairandy, Arif Setiawan, dan Nurjihad.
Dalam bedah buku, salah satu eksaminator sekaligus editor buku, Mahrus Ali menilai perbuatan Mardani Maming yang mengeluarkan SK Bupati Nomor 296/2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) dari PT BKPL kepada PT PCN, tidak melanggar aturan.
“Norma pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba itu ditujukan kepada pemegang IUP, bukan pada jabatan Bupati. Sepanjang syarat dalam ketentuan tersebut terpenuhi, maka peralihan IUP diperbolehkan,” kata pengajar Hukum Pidana FH UII itu.
Guru Besar Hukum Administrasi Negara FH UII, Ridwan mengatakan, permohonan peralihan IUP-OP itu tidak perlu melampirkan syarat administrasi, teknis, lingkungan, dan finansial. Pasalnya, persyaratan tersebut melekat pada izin yang telah dialihkan.
Menurut eksaminator lainnya yang merupakan dosen Departemen Hukum Bisnis FH UGM, Karina Dwi Nugrahati Putri, jika dapat dibuktikan bahwa penerimaan uang PT TSP dan PT PAR murni berasal dari keuntungan pengoperasian pelabuhan PT ATU berdasar perjanjian yang sah.
Maka asumsi bahwa penerimaan tersebut berkaitan dengan peralihan IUP-OP melalui SK Bupati menjadi tidak berdasar.
“Judex Facftie telah mengesampingkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan mengenai adanya penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR tidak ada kaitannya dengan peralihan IUP-OP dan bukan sebagai hadiah,” kata Karina.
Untuk diketahui, dalam perkara ini, Mardani H Maming dijatuhi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Mardani dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar.
Dia dinyatakan bersalah melanggar pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor. Dalam persidangan sebelumnya, jaksa KPK mendakwa Mardani menerima uang suap senilai Rp118,75 miliar.
Hal itu berkaitan dengan persetujuan IUP kepada PT Prolindo Cipta Nusantara di Kabupaten Tanah Bumbu. Persetujuan itu dituangkan dalam bentuk SK Bupati 296/2011.
(ams)