Asal-usul Bengawan Solo, Sungai Terpanjang dan Penuh Sejarah di Pulau Jawa
loading...
A
A
A
SOLO - Sungai Bengawan Solo , aliran air terbesar dan terpanjang di Pulau Jawa, mengalir dengan tenang namun penuh kisah dari masa lampau. Melintasi wilayah Jawa Tengah hingga Jawa Timur, sungai ini tidak hanya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar, tetapi juga menyimpan banyak cerita sejarah dan budaya yang tak lekang oleh waktu.
Dengan panjang aliran mencapai sekitar 600 kilometer, Bengawan Solo membawa air dari Pegunungan Sewu di sebelah barat-selatan Surakarta, hingga bermuara di Laut Jawa di utara Surabaya. Sungai ini melintasi setidaknya 12 kabupaten dan kota di kedua provinsi tersebut, menjadikannya sungai yang sangat penting bagi kehidupan dan perekonomian warga.
Asal usul nama "Bengawan Solo" memiliki cerita yang menarik. Dalam bahasa Jawa klasik, "Bengawan" berarti sungai besar, sementara "Solo" sebenarnya merupakan bentuk lain dari "Sala," yang merujuk pada sebuah desa di wilayah eks Karesidenan Surakarta. Desa Sala dikenal sejak zaman Kerajaan Pajang, yang kemudian menjadi pusat kerajaan baru bernama Surakarta.
Keberadaan Bengawan Solo telah lama menjadi tumpuan hidup masyarakat yang tinggal di sepanjang alirannya, mulai dari Desa Jeblogan di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, hingga Kecamatan Ujung Pangkah di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Pemkot Solo menggelar lomba kreasi getek bertajuk Bengawan Solo Gethek Festival 2015. Foto/Dok.Koran Sindo
Bagi penduduk di sekitar sungai, Bengawan Solo bukan sekadar aliran air, tetapi juga sumber utama untuk berbagai kebutuhan seperti air minum, irigasi pertanian, pertambangan pasir, transportasi perahu, hingga industri rumah tangga seperti pembuatan batu bata.
Sejarah mencatat, pembangunan infrastruktur di sekitar Bengawan Solo telah dimulai sejak abad ke-18 oleh pemerintah kolonial Belanda. Salah satu proyek besar pada masa itu adalah pembangunan kanal dan sudetan untuk mengalihkan aliran sungai, guna mencegah sedimentasi di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Namun, proyek tersebut sempat terhenti karena alasan biaya.
Pada tahun 1890, Belanda melakukan terobosan dengan membangun terusan sepanjang 12 kilometer untuk mengalihkan aliran sungai dari Selat Madura ke Laut Jawa. Ini dilakukan untuk mencegah penumpukan sedimen yang dapat menghalangi akses laut ke kota pelabuhan Surabaya, yang saat itu sangat penting.
Delta sungai Bengawan Solo yang kini berada di Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, terus mengalami pertumbuhan akibat sedimentasi lumpur. Diperkirakan, delta ini bertambah panjang hingga 70 meter setiap tahunnya, membentuk sebuah tanjung yang dikenal sebagai Tanjung Pangkah.
Bengawan Solo tidak hanya penting sebagai sumber daya alam, tetapi juga sebagai saksi bisu sejarah panjang Pulau Jawa. Dari aliran sungainya yang tenang, hingga delta yang terus berkembang, Bengawan Solo tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan budaya masyarakat Jawa hingga saat ini.
Dengan panjang aliran mencapai sekitar 600 kilometer, Bengawan Solo membawa air dari Pegunungan Sewu di sebelah barat-selatan Surakarta, hingga bermuara di Laut Jawa di utara Surabaya. Sungai ini melintasi setidaknya 12 kabupaten dan kota di kedua provinsi tersebut, menjadikannya sungai yang sangat penting bagi kehidupan dan perekonomian warga.
Asal usul nama "Bengawan Solo" memiliki cerita yang menarik. Dalam bahasa Jawa klasik, "Bengawan" berarti sungai besar, sementara "Solo" sebenarnya merupakan bentuk lain dari "Sala," yang merujuk pada sebuah desa di wilayah eks Karesidenan Surakarta. Desa Sala dikenal sejak zaman Kerajaan Pajang, yang kemudian menjadi pusat kerajaan baru bernama Surakarta.
Keberadaan Bengawan Solo telah lama menjadi tumpuan hidup masyarakat yang tinggal di sepanjang alirannya, mulai dari Desa Jeblogan di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, hingga Kecamatan Ujung Pangkah di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Pemkot Solo menggelar lomba kreasi getek bertajuk Bengawan Solo Gethek Festival 2015. Foto/Dok.Koran Sindo
Bagi penduduk di sekitar sungai, Bengawan Solo bukan sekadar aliran air, tetapi juga sumber utama untuk berbagai kebutuhan seperti air minum, irigasi pertanian, pertambangan pasir, transportasi perahu, hingga industri rumah tangga seperti pembuatan batu bata.
Sejarah mencatat, pembangunan infrastruktur di sekitar Bengawan Solo telah dimulai sejak abad ke-18 oleh pemerintah kolonial Belanda. Salah satu proyek besar pada masa itu adalah pembangunan kanal dan sudetan untuk mengalihkan aliran sungai, guna mencegah sedimentasi di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Namun, proyek tersebut sempat terhenti karena alasan biaya.
Pada tahun 1890, Belanda melakukan terobosan dengan membangun terusan sepanjang 12 kilometer untuk mengalihkan aliran sungai dari Selat Madura ke Laut Jawa. Ini dilakukan untuk mencegah penumpukan sedimen yang dapat menghalangi akses laut ke kota pelabuhan Surabaya, yang saat itu sangat penting.
Delta sungai Bengawan Solo yang kini berada di Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, terus mengalami pertumbuhan akibat sedimentasi lumpur. Diperkirakan, delta ini bertambah panjang hingga 70 meter setiap tahunnya, membentuk sebuah tanjung yang dikenal sebagai Tanjung Pangkah.
Bengawan Solo tidak hanya penting sebagai sumber daya alam, tetapi juga sebagai saksi bisu sejarah panjang Pulau Jawa. Dari aliran sungainya yang tenang, hingga delta yang terus berkembang, Bengawan Solo tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan budaya masyarakat Jawa hingga saat ini.
(hri)