Perang Lawan Belanda, Pangeran Diponegoro Dapat Sumbangan Emas dan Permata dari Para Priyayi

Kamis, 15 Agustus 2024 - 06:15 WIB
loading...
Perang Lawan Belanda,...
Pertempuran pasukan Pangeran Diponegoro dengan Belanda konon paling besar di Pulau Jawa. Foto/Ilustrasi
A A A
Pertempuran di Pulau Jawa antara pasukan Pangeran Diponegoro dengan Belanda konon paling besar. Pertempuran ini membuat Belanda harus merogoh koceknya begitu dalam.

Perburuan Pangeran Diponegoro, lamanya pertempuran, dan luasnya areanya peperangan membuat Belanda kerepotan.Pasukan Pangeran Diponegoro mendapat sokongan dan kuat sehingga bisa melakukan perlawanan luar biasa ke Belanda.

Pendanaan perang dari pasukan Pangeran Diponegoro itu diambil dari dana para pangeran dan priyayi Yogya menyumbang berbagai perhiasan.Para pangeran dan priyayi ini menyumbangkan emas permata, uang, dan barang berharga lainnya.



Hal itu sebagaimana dikutip dari buku “Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1855”.

Semua sumbangan ini dibawa ke medan perang oleh istri - istri dan putri - putri mereka, suatu sistem pembiayaan perang sangat menyentuh yang terulang kembali saat Revolusi Indonesia pada1945 - 1949.

Tak cukup disitu, iring - iringan konvoi Belanda yang membawa logistik perang juga diserang dan hasil rampasan awal ini digunakan untuk membiayai pertempuran - pertempuran awal.

Banyak pengikut pangeran yang berkumpul di Gua Selarong telah siap berperang melengkapi dirinya dengan senjata - senjata tradisional, seperti ketapel, gada, dan tombak yang terbuat dari bambu yang diruncingkan alias bambu runcing.



Mereka berdatangan ke Selarong dari Juli hingga Agustus untuk menerima perintah Diponegoro, setelah itu langsung pergi menempati pos yang ditentukan bagi mereka. Pasukan Pangeran Diponegoro dibekali senjata api, termasuk persenjataan dan meriam yang dirampas dari Belanda.

Tetapi di sisi lain, ada pasokan mesiu dan amunisi dari produk pabrikan lokal, seperti Samen dekat Bantul, Into - Into dekat Kali Progo, dan Dekso markas besar pangeran pertama di Kulon Progo.

Daerah-daerah itu merupakan penghasil peluru dan mesiu berkualitas, yang dikerjakan oleh wanita-wanita desa. Pusat industri senjata Kota Gede yang terkenal dengan tukang pandai besi juga turut menyumbangkan keterampilannya untuk membuat peluru dan mesiu.

Tetapi keris adalah senjata yang paling utama dipakai melawan tentara Belanda. Dengan diikat di ujung bambu, senjata ini langsung berfungsi sebagai tombak untuk menjatuhkan serdadu kavaleri Belanda dari kuda, sebelum sempat mengisi mesiu ulang senjatanya.

Keris menjadi senjata utama yang juga dimanfaatkan masyarakat untuk bertani. Para petani ini dapat dengan mudah menyergap pasukan Belanda dengan keris yang mereka bawa. Peralihan pekerjaan dari sawah ke medan peperangan menjadi hal yang begitu kesulitan dideteksi Belanda.

Setelah penyergapan, mereka akan mencopot keris dari ujung bambu, menyimpannya kembali dan bergabung dengan masyarakat desa lain, melanjutkan identitas mereka sebagai petani biasa, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1380 seconds (0.1#10.140)