Hayam Wuruk, Kisah Titisan Dewa dan Kejayaan Majapahit yang Digambarkan dalam Nagarakretagama
loading...
A
A
A
RAJA Majapahit Hayam Wuruk yang membawa kerajaan menjadi besar dan disegani serta mencapai puncak kejayaan digambarkan sebagai titisan dewa dalam Kitab Negarakertagama.
Kitab karangan Mpu Prapanca ini terdiri dari 98 pupuh atau semacam bab, di mana setiap pupuh-pupuhnya tersusun sangat rapi dari beberapa spesifikasi menceritakan Kerajaan Majapahit.
Menariknya Kakawin Negarakertagama ini bersifat puja sastra menyanjung dan mengagungkan kebesaran raja, yang disusun Mpu Prapanca pada bulan Aswina tahun 1287.
Tetapi karya ini tidak disusun atas perintah Hayam Wuruk, sebagai tujuan politik pencitraan, maupun melegitimasi kekuasaan raja. Kitab ini murni sebagai kehendak Mpu Prapanca yang ingin menghaturkan bakti pada raja dan negaranya.
Prapanca menuju keagungan Raja Hayam Wuruk yang dipandang sebagai titisan ?iwa Buddha, untuk menentramkan kerajaan.
Hal ini tercantum pada Pupuh I Negarakretagama, dikutip dari buku "Hitam Putih Mahaputih Gajah Mada". Pada pupuh II-VI, digambarkan bagaimana hubungan kekerabatan Raja Hayam Wuruk.
Prapanca memuji kecakapan nenek raja, yang bernama Rajapatni putri Gayatri. Putri bungsu Sri Kertanagara dari Kerajaan Singasari, beliau bertindak sebagai penasihat utama dalam pemerintahan.
Selanjutnya pada pupuh VIII, Hayam Wuruk dikisahkan sebagai titisan dewa.
Beliau mengusap duka si murba sebagai dewa Indra, yang menurunkan hujan di atas bumi. Sang raja menjaga negara seperti Pertiwi, meresap ke semua tempat laksana hawa, sedangkan rupa beliau laksana bulan. Semua orang tunduk kepada kuasa raja.
Prapanca mengisahkan seluk beluk Kerajaan Majapahit di pupuh VIII - XII. Di pupuh ini keindahan istana Majapahit dijelaskan secara rinci oleh Prapanca.
Bahkan beberapa punggawa dan pegawai kerajaan. Luasan kekuasaan Majapahit digambarkan oleh Prapanca di Pupuh XIII-XIV. Di dalam pupuh tersebut, tercantum pula nama-nama daerah dan pulau yang tunduk kepada Majapahit.
Di pupuh XV hubungan antara Kerajaan Majapahit dengan negara-negara asing terdeskripsikan oleh Mpu Prapanca. Beberapa negara sahabat mulai Siam, Dharmanagara, Singanagari, Campa, dan Kamboja.
Mpu Prapanca juga menjelaskan bagaimana kecakapan Hayam Wuruk saat memimpin kerajaan pada pupuh XVII-LX. Ia kerap berkeliling blusukan ke beberapa tempat bersama rombongannya.
Desa-desa penting disaksikan Hayam Wuruk, ia turun untuk melihat kondisi masyarakatnya. Hal ini dilakukannya pada tahun 1359 di beberapa wilayah di Jawa Timur.
Berikutnya pupuh LXI-LXII, di mana perjalanan Raja Hayam Wuruk pada tahun 1361 ke Desa Simping, memperbaiki candi makam karena menaranya yang rusak terekam di Kitab Negarakertagama.
Candi tersebut merupakan makam pembangunan negara Majapahit Kertarajasa Jayawardhana.
Selanjutnya kematian nenek Hayam Wuruk dan proses selamatannya digambarkan oleh Mpu Prapanca di Pupuh LXIII-LXVII. Dimana saat itu nenek Hayam Wuruk Rajapatni, Gayatri wafat.
Pesta srada diselenggarakan secara besar-besaran pada 1362. Upacaranya diuraikan secara singkat dan tepat, sehingga pembaca mendapatkan gambaran jelas tentang jalannya upacara srada yang dilakukan Hayam Wuruk.
Prapanca juga tak melulu menceritakan Majapahit, di pupuh LXVIII-LXIX ia mengisahkan bagaimana Airlangga raja dari dinasti Kerajaan Mataram Kuno membagi dua wilayah untuk dua anaknya.
Kerajaan itu dibagi oleh Raja Airlangga menjadi Janggala dsn Panjalu, dengan cara menuangkan air kendi dari udara.
Sampai di atas pohon di Desa Palungan, Mpu Baradha terhenti karena jubahnya terkait pada puncak pohon asam dan kendinya jatuh di desa itu.
Kedatangan Hayam Wuruk dari Desa Simping usai memperbaiki candi makam diuraikan Mpu Prapanca di pupuh LXX-LXXVIII.
Di bagian itu pula digambarkan bagaimana sepeninggal Gajah Mada sebagai mahapatih, jabatannya diembang oleh enam menteri, dan tidak akan digantikan oleh satu sosok karena tidak ada yang sanggup.
Prapanca juga menyebut nama-nama candi makam, tanah perdikan, asrama, desa kebuddhaan, dan kesiwaan di Majapahit, terutama di Pulau Jawa dan Bali pada pupuh LXXIV-LXXXII. Kebesaran Hayam Wuruk juga digambarkan di Pupuh LXXXII.
Tak lupa pula kesejahteraan masyarakat di Pulau Jawa saat Hayam Wuruk memimpin. Konon saat itu banyak tamu berkunjung ke Majapahit, bahkan pada bagian 5 dan 6 memuat kisah kirap tahunan yang berlangsung dalam bulan Palguna.
Pupuh LXXXIV lanjutan pupuh LXXXIII 5 / 6, dikisahkan pada bulan 14 petang Hayam Wuruk berkeliling kota dengan naik tandu kuning.
Ia diiringi para pembesar, pendeta, sarjana, dalam pakaian seragam. Penghormatan kepada beliau berupa pembacaan puja sloka, gubahan kawiraja dari berbagai kota untuk menyambut baginda raja setibanya di Manguntur.
Musyawarah di dalam Kerajaan Majapahit juga dituliskan pada Pupuh LXXXV. Dimana musyawarah ini melibatkan semua orang yang memiliki tanggung jawab dalam pemerintahan Majapahit di bulan caitra antara Maret sampai April.
Pesta Perang Bubat dihadiri oleh Hayam Wuruk dijelaskan pada pupuh LXXXVI-XCII. Perayaan ini kemudian ditutup oleh pembagian hadiah kepada para pemenang oleh raja.
Pada pupuh XCIII - XCIV diuraikan bagaimana banyaknya pendeta yang menciptakan kakawin puja sastra untuk baginda raja. Salah satu di antara mereka adalah Buddha Sri Aditya yang menggubah Shogawali dalam sloka. Pendeta tersebut berasal dari Jambudwipa India, dari kota Kancanapuri, dari asrama Sadwihara.
Terakhir di Kakawin Negarakertagama pada pupuh XCV - XCVIII menguraikan bagaimana sang pencipta sudah mulai bosan tinggal di dusun itu. Prapanca kemudian bertekad bertapa di lereng gunung.
Kitab karangan Mpu Prapanca ini terdiri dari 98 pupuh atau semacam bab, di mana setiap pupuh-pupuhnya tersusun sangat rapi dari beberapa spesifikasi menceritakan Kerajaan Majapahit.
Menariknya Kakawin Negarakertagama ini bersifat puja sastra menyanjung dan mengagungkan kebesaran raja, yang disusun Mpu Prapanca pada bulan Aswina tahun 1287.
Tetapi karya ini tidak disusun atas perintah Hayam Wuruk, sebagai tujuan politik pencitraan, maupun melegitimasi kekuasaan raja. Kitab ini murni sebagai kehendak Mpu Prapanca yang ingin menghaturkan bakti pada raja dan negaranya.
Prapanca menuju keagungan Raja Hayam Wuruk yang dipandang sebagai titisan ?iwa Buddha, untuk menentramkan kerajaan.
Hal ini tercantum pada Pupuh I Negarakretagama, dikutip dari buku "Hitam Putih Mahaputih Gajah Mada". Pada pupuh II-VI, digambarkan bagaimana hubungan kekerabatan Raja Hayam Wuruk.
Baca Juga
Prapanca memuji kecakapan nenek raja, yang bernama Rajapatni putri Gayatri. Putri bungsu Sri Kertanagara dari Kerajaan Singasari, beliau bertindak sebagai penasihat utama dalam pemerintahan.
Selanjutnya pada pupuh VIII, Hayam Wuruk dikisahkan sebagai titisan dewa.
Beliau mengusap duka si murba sebagai dewa Indra, yang menurunkan hujan di atas bumi. Sang raja menjaga negara seperti Pertiwi, meresap ke semua tempat laksana hawa, sedangkan rupa beliau laksana bulan. Semua orang tunduk kepada kuasa raja.
Prapanca mengisahkan seluk beluk Kerajaan Majapahit di pupuh VIII - XII. Di pupuh ini keindahan istana Majapahit dijelaskan secara rinci oleh Prapanca.
Bahkan beberapa punggawa dan pegawai kerajaan. Luasan kekuasaan Majapahit digambarkan oleh Prapanca di Pupuh XIII-XIV. Di dalam pupuh tersebut, tercantum pula nama-nama daerah dan pulau yang tunduk kepada Majapahit.
Di pupuh XV hubungan antara Kerajaan Majapahit dengan negara-negara asing terdeskripsikan oleh Mpu Prapanca. Beberapa negara sahabat mulai Siam, Dharmanagara, Singanagari, Campa, dan Kamboja.
Mpu Prapanca juga menjelaskan bagaimana kecakapan Hayam Wuruk saat memimpin kerajaan pada pupuh XVII-LX. Ia kerap berkeliling blusukan ke beberapa tempat bersama rombongannya.
Desa-desa penting disaksikan Hayam Wuruk, ia turun untuk melihat kondisi masyarakatnya. Hal ini dilakukannya pada tahun 1359 di beberapa wilayah di Jawa Timur.
Berikutnya pupuh LXI-LXII, di mana perjalanan Raja Hayam Wuruk pada tahun 1361 ke Desa Simping, memperbaiki candi makam karena menaranya yang rusak terekam di Kitab Negarakertagama.
Candi tersebut merupakan makam pembangunan negara Majapahit Kertarajasa Jayawardhana.
Selanjutnya kematian nenek Hayam Wuruk dan proses selamatannya digambarkan oleh Mpu Prapanca di Pupuh LXIII-LXVII. Dimana saat itu nenek Hayam Wuruk Rajapatni, Gayatri wafat.
Pesta srada diselenggarakan secara besar-besaran pada 1362. Upacaranya diuraikan secara singkat dan tepat, sehingga pembaca mendapatkan gambaran jelas tentang jalannya upacara srada yang dilakukan Hayam Wuruk.
Prapanca juga tak melulu menceritakan Majapahit, di pupuh LXVIII-LXIX ia mengisahkan bagaimana Airlangga raja dari dinasti Kerajaan Mataram Kuno membagi dua wilayah untuk dua anaknya.
Kerajaan itu dibagi oleh Raja Airlangga menjadi Janggala dsn Panjalu, dengan cara menuangkan air kendi dari udara.
Sampai di atas pohon di Desa Palungan, Mpu Baradha terhenti karena jubahnya terkait pada puncak pohon asam dan kendinya jatuh di desa itu.
Kedatangan Hayam Wuruk dari Desa Simping usai memperbaiki candi makam diuraikan Mpu Prapanca di pupuh LXX-LXXVIII.
Di bagian itu pula digambarkan bagaimana sepeninggal Gajah Mada sebagai mahapatih, jabatannya diembang oleh enam menteri, dan tidak akan digantikan oleh satu sosok karena tidak ada yang sanggup.
Prapanca juga menyebut nama-nama candi makam, tanah perdikan, asrama, desa kebuddhaan, dan kesiwaan di Majapahit, terutama di Pulau Jawa dan Bali pada pupuh LXXIV-LXXXII. Kebesaran Hayam Wuruk juga digambarkan di Pupuh LXXXII.
Tak lupa pula kesejahteraan masyarakat di Pulau Jawa saat Hayam Wuruk memimpin. Konon saat itu banyak tamu berkunjung ke Majapahit, bahkan pada bagian 5 dan 6 memuat kisah kirap tahunan yang berlangsung dalam bulan Palguna.
Pupuh LXXXIV lanjutan pupuh LXXXIII 5 / 6, dikisahkan pada bulan 14 petang Hayam Wuruk berkeliling kota dengan naik tandu kuning.
Ia diiringi para pembesar, pendeta, sarjana, dalam pakaian seragam. Penghormatan kepada beliau berupa pembacaan puja sloka, gubahan kawiraja dari berbagai kota untuk menyambut baginda raja setibanya di Manguntur.
Musyawarah di dalam Kerajaan Majapahit juga dituliskan pada Pupuh LXXXV. Dimana musyawarah ini melibatkan semua orang yang memiliki tanggung jawab dalam pemerintahan Majapahit di bulan caitra antara Maret sampai April.
Pesta Perang Bubat dihadiri oleh Hayam Wuruk dijelaskan pada pupuh LXXXVI-XCII. Perayaan ini kemudian ditutup oleh pembagian hadiah kepada para pemenang oleh raja.
Pada pupuh XCIII - XCIV diuraikan bagaimana banyaknya pendeta yang menciptakan kakawin puja sastra untuk baginda raja. Salah satu di antara mereka adalah Buddha Sri Aditya yang menggubah Shogawali dalam sloka. Pendeta tersebut berasal dari Jambudwipa India, dari kota Kancanapuri, dari asrama Sadwihara.
Terakhir di Kakawin Negarakertagama pada pupuh XCV - XCVIII menguraikan bagaimana sang pencipta sudah mulai bosan tinggal di dusun itu. Prapanca kemudian bertekad bertapa di lereng gunung.
(shf)