Serangan Pasukan Keling Runtuhkan Kedigdayaan Kerajaan Majapahit di Nusantara
loading...
A
A
A
Kerajaan Keling muncul saat Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran. Beberapa sumber menyebut bahwa kerajaan ini pernah berperang dengan Majapahit, yang saat itu sudah mulai melemah.
Prasasti Padukuhan Duku mengisahkan bahwa Sang Munggwing Jinggan, yang diyakini sebagai penguasa Keling, berperang melawan Majapahit. Namun, identitas sebenarnya dari Sang Munggwing Jinggan masih belum jelas hingga kini.
Prasasti tersebut juga menyebutkan bahwa Sri Brahmaraja Genggadhara, atas jasanya kepada Sang Munggwing Jinggan dalam perang melawan Majapahit, dianugerahi tanah di desa Petak.
Prasasti Padukuhan Duku ditemukan di desa Kembang Sore, daerah Keling. Ternyata, anugerah tanah tersebut perlu disahkan oleh Bhatara Keling, penguasa Keling.
Menurut buku "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit" karya sejarawan Prof. Slamet Muljana, prasasti menyatakan penguasa pertama yang mengesahkan anugerah tanah di desa Petak kepada Sri Brahmaraja Ganggadhara adalah Bhatara Prabhu Sang Mokta ri Amreta Wisesalaya.
Bhatara Prabhu Sang Mokta Amretawisesalaya inilah raja yang menguasai Kerajaan Keling setelah perang melawan Majapahit.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Sang Munggwing Jinggan sama dengan Bhatara Prabhu Sang Mokta ri Amreta Wisesalaya, penguasa Kerajaan Keling setelah perang melawan Majapahit.
Menurut Pararaton 30/16, Bhre Keling adalah putra bungsu Bhre Tumapel (Sri Kertawijaya) dari pernikahannya dengan Bhre Daha Jayawardhani Dyah Jayeswari. Prasasti Waringin Pitu menyatakan bahwa Bhre Keling bernama Girindrawardhana Dyah Wijayakarana.
Jadi, Girindrawardhana Dyah Wijayakarana, Bhatara di Keling, adalah putra bungsu Sri Kertawijaya. Meskipun sebagai putra bungsu, Girindrawardhana Dyah Wijayakarana memiliki hak atas tahta Kerajaan Majapahit.
Ada kemungkinan bahwa antara tahun 1447 dan 1478, Bhre Keling Girindrawardhana Dyah Wijayakarana meninggalkan Keling dan berpindah ke tempat lain. Kerajaan Keling kemudian diserahkan kepada putranya yang bergelar Bhre Keling Girindrawardhana Dyah Wijayakusuma.
Hal itu seperti yang tercantum pada prasasti Trailokyapuri, bertarikh 1486. Bahwa Bhatara Keling Girindrawardhana Dyah Wijayakusuma benar adalah putra Bhre Keling Girindrawardhana Dyah Wijayakarana.
Perang antara Keling dan Majapahit yang berakhir dengan kemenangan Keling terjadi setelah tahun 1478, karena dari tahun 1473 sampai 1478, Majapahit masih berdiri dan diperintah oleh Sang Prabhu Giripati Prasutabhupati Ketubhuta Dyah Suraprabhawa.
Pada tahun 1478, Sang Prabhu mangkat di kedaton.
Keruntuhan Kerajaan Majapahit dikaitkan dengan kekalahan dalam perang melawan Keling. Kemenangan Keling atas Majapahit ditandai dengan pengesahan anugerah desa Petak kepada Brahmaraja Ganggadhara oleh Bhatara Prabhu Sang Mokta ri Amretawisesalaya.
Lihat Juga: Kisah Malam Takbiran di Timor Timur, Bukan Diiringi Suara Bedug Melainkan Desingan Peluru
Prasasti Padukuhan Duku mengisahkan bahwa Sang Munggwing Jinggan, yang diyakini sebagai penguasa Keling, berperang melawan Majapahit. Namun, identitas sebenarnya dari Sang Munggwing Jinggan masih belum jelas hingga kini.
Prasasti tersebut juga menyebutkan bahwa Sri Brahmaraja Genggadhara, atas jasanya kepada Sang Munggwing Jinggan dalam perang melawan Majapahit, dianugerahi tanah di desa Petak.
Prasasti Padukuhan Duku ditemukan di desa Kembang Sore, daerah Keling. Ternyata, anugerah tanah tersebut perlu disahkan oleh Bhatara Keling, penguasa Keling.
Menurut buku "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit" karya sejarawan Prof. Slamet Muljana, prasasti menyatakan penguasa pertama yang mengesahkan anugerah tanah di desa Petak kepada Sri Brahmaraja Ganggadhara adalah Bhatara Prabhu Sang Mokta ri Amreta Wisesalaya.
Bhatara Prabhu Sang Mokta Amretawisesalaya inilah raja yang menguasai Kerajaan Keling setelah perang melawan Majapahit.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Sang Munggwing Jinggan sama dengan Bhatara Prabhu Sang Mokta ri Amreta Wisesalaya, penguasa Kerajaan Keling setelah perang melawan Majapahit.
Menurut Pararaton 30/16, Bhre Keling adalah putra bungsu Bhre Tumapel (Sri Kertawijaya) dari pernikahannya dengan Bhre Daha Jayawardhani Dyah Jayeswari. Prasasti Waringin Pitu menyatakan bahwa Bhre Keling bernama Girindrawardhana Dyah Wijayakarana.
Jadi, Girindrawardhana Dyah Wijayakarana, Bhatara di Keling, adalah putra bungsu Sri Kertawijaya. Meskipun sebagai putra bungsu, Girindrawardhana Dyah Wijayakarana memiliki hak atas tahta Kerajaan Majapahit.
Ada kemungkinan bahwa antara tahun 1447 dan 1478, Bhre Keling Girindrawardhana Dyah Wijayakarana meninggalkan Keling dan berpindah ke tempat lain. Kerajaan Keling kemudian diserahkan kepada putranya yang bergelar Bhre Keling Girindrawardhana Dyah Wijayakusuma.
Hal itu seperti yang tercantum pada prasasti Trailokyapuri, bertarikh 1486. Bahwa Bhatara Keling Girindrawardhana Dyah Wijayakusuma benar adalah putra Bhre Keling Girindrawardhana Dyah Wijayakarana.
Perang antara Keling dan Majapahit yang berakhir dengan kemenangan Keling terjadi setelah tahun 1478, karena dari tahun 1473 sampai 1478, Majapahit masih berdiri dan diperintah oleh Sang Prabhu Giripati Prasutabhupati Ketubhuta Dyah Suraprabhawa.
Pada tahun 1478, Sang Prabhu mangkat di kedaton.
Keruntuhan Kerajaan Majapahit dikaitkan dengan kekalahan dalam perang melawan Keling. Kemenangan Keling atas Majapahit ditandai dengan pengesahan anugerah desa Petak kepada Brahmaraja Ganggadhara oleh Bhatara Prabhu Sang Mokta ri Amretawisesalaya.
Lihat Juga: Kisah Malam Takbiran di Timor Timur, Bukan Diiringi Suara Bedug Melainkan Desingan Peluru
(ams)