Kisah Ajaib Jenderal M Jusuf, Panglima TNI Berkalung Alquran Emas yang Kebal Peluru

Jum'at, 05 Juli 2024 - 06:47 WIB
loading...
Kisah Ajaib Jenderal...
Muhammad Yusuf atau Jenderal M Yusuf yang memiliki nama kecil Andi Mo’mang. Foto/Istimewa
A A A
Muhammad Yusuf atau M Jusuf memiliki nama kecil Andi Mo’mang adalah seorangJenderal kelahiran Bone, 23 Juni 1928. Sepanjang hidupnya, Jusuf memiliki karier mentereng yang menduduki jabatan penting sampai ditunjuk sebagai Panglima Abri.

Menariknya, Jusuf hidup di zaman Orde Lama dan Orde Baru yang memberikan pengalaman berarti bagi dirinya. Pada tahun 1950-an, ia sempat terlibat dalam Perjuangan Rakjat Semesta (Permesta).

Ia sangat menaruh perhatian pada desentralisasi keamanan di Sulawesi. Tak berhenti di sana, Jusuf terkenal dekat dengan Presiden Soekarno saat itu. Ia lalu dipanggil ke Jakarta lalu ditetapkan sebagai Menteri Industri Ringan di Kabinet Dwikora.

Kisah ajaib jenderal ini bermula ketika Baku tembak pecah di Pinrang, Sulawesi Selatan.



Pasukan Kujang dari Divisi III Siliwangi dihujani tembakan dan lemparan granat musuh. Hebatnya, seorang petinggiAngkatan Darat (AD)yang jadi target utama lolos dari maut. Dia bahkan tak lecet sedikit pun.

Semuanya bermula pada 4 April 1964. Pangdam XIV Hasanuddin M Jusuf mendadak muncul di Pos Komando Batalyon 330 di Enrekang. Sang komandan batalyon dan pasukannya kontan kaget mendapat kunjungan orang nomor satu di Kodam itu.

Kisah Ajaib Jenderal M Jusuf, Panglima TNI Berkalung Alquran Emas yang Kebal Peluru


Jusuf terkesan dengan anak-anak (tentara) Siliwangi yang ditugaskan di Sulsel. Untuk itu dia pun memutuskan makan siang bersama mereka. Lauknya, nasi, lodeh, dan sambel pete. Usai makan siang, Jusuf memberitahukan maksud kedatangannya.

“Besok aku mengadakan pertemuan dengan Andi Selle agar ia kembali ke jalan yang benar. Sebagai putera Sulawesi, saya ingin mengajaknya untuk bersama-sama membangun Sulawesi ini,” kata Jusuf dalam buku ‘Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit’ tulisan Atmadji Sumarkidjo.



Andi Selle merupakan komandan batalyon Bau Masseppe di Korps Cadangan Nasional Sulsel. Andi Selle awalnya satu barusan dengan Kahar Muzakkar. Namun mereka akhirnya berpisah jalan.

Kahar merupakan pemimpin Tentara Islam Indonesia/Darul Islam (TII/DI) Sulsel. Akibat kekecewaannya terhadap Pemerintah Indonesia, dia memutuskan bergabung dengan NII Kartosuwiryo.

Akan halnya Andi Selle, dia menjadi tuan tanah di Mandar. Dia mengeruk keuntungan dengan menjadi ‘raja lokal’. Dia berusaha mengendalikan perdagangan yang cara-caranya itu berseberangan dengan kebijakan pemerintah pusat.

Jusuf menoleh kepada Danyon 330 Siliwangi Himawan Susanto. Dia meminta Himawan menyiapkan anak buahnya.

“Pertemuan ini dipersiapkan Letkol Eddy Sabara, Komandan Brigif 011, namun saya tidak tahu pasti bagaimana kelanjutan dari pertemuan ini. Karena itu siapkan satu kompi 330 untuk pengamanan,” kata Jusuf.



Pada Minggu, 5 April 1964, Jusuf berangkat kePinrangdikawal satu peleton dari Kompi E/330. Sebelum berangkat, komandan kompi telah mempersiapkan 10 prajurit terbaik untuk menjadi pengawal pribadi panglima kelahiran Kajuara, Bone tersebut.

Menurut Atmadji, lokasi perundingan itu di sebuah bangunan Bulog di Desa Leppangeng. Ketika Kompi E/330 tiba di lokasi ada ratusan orang berseragam hijau dan bertopi baja sudah menunggu di sepanjang jalan. Mereka ternyata tentara Andi Selle.

Pasukan Siliwangi yang hanya satu kompi ditambah sejumlah kecil pasukan Raiders dari Kodam Hasanuddin akhirnya berbaur. Semua bersenjata lengkap.

Menurut sejarawan Anhar Gonggong, perundingan berjalan baik. Keduanya keluar dari bangunan itu lantas naik mobil bersama.

Mobil itu sedan Dodge 1400 merah tua, sebelumnya ditumpangi Jusuf dari Makassar. Tujuan mereka, rumah dinas Bupati Pinrang Andi Makkulau.

Anhar menyebut dalam perjalanan itu, di sebuah pertigaan, mobil yang seharusnya belok ke kanan menuju rumah bupati, tetap melaju lurus seolah-olah hendak menuju Pare-Pare.



Namun menurut Adang S dalam buku ‘Pertempuran di Jembatan Lasape’, jip Mambo yang ditumpangi pengawal Andi Selle yang mendadak menyalip mobil M Jusuf. Pengawal Andi Selle yang bersenjata Bren lalu meloncat. Tindakan itu akhirnya memicu perang berdarah.

Tembak-menembak jarak dekat antara pengawal Jusuf dan Andi Selle pun tak terelakkan. Berondongan peluru menghujani Jusuf dan para pengawalnya. Mobil yang ditumpangi itu menjadi penuh lubang.

Kolonel M Sugiri yang turut berada di mobil mengawal Jusuf gugur. Begitu juga Praka Adang yang merupakan anggota walpri alias pengawal pribadi Jusuf. Sementara Kombes Pol Mardjaman terluka tembak.

Tembak-menembak makin sengit tatkala pasukan Jusuf yang sebelumnya tertinggal di belakang tiba di lokasi. Giliran mereka menghujani anak buah Andi Selle dengan berondongan timah panas dari senjata serbu.

Saat pertempuran berkecamuk, Peltu Daud melompat ke arah Jusuf untuk memberikan perlindungan dan membawanya ke mobil Gaz di depannya. Nahas, saat itulah peluru menembus tubuhnya. Daud gugur.

Pasukan Andi Selle tak berhenti. Tahu Jusuf masuk mobil yang disiapkan, tembakan demi tembakan di arahkan ke orang nomor satu di Kodam Hasanuddin. Bersyukurnya, Jusuf lolos dari maut. Dia selamat tanpa lecet sedikit pun.

Menurut penuturan Atmadji, Jusuf saat menceritakan momen menegangkan itu mengaku ada sesuatu yang panas di belakang lehernya. “(Dia) punya insting ada yang melindungi nyawanya,” tutur Atmadji.

Ciri khas lain yang selalu dipakai Jusuf yakni dog tag (identifikasi diri yang biasanya terbuat dari baja antikarat dan dipergunakan tentara AS) yang diperoleh ketika belajar di Amerika.

“Juga sebuah kalung Alquran emas kecil yang konon pemberian dari almarhum Eddy Sabara, anak buahnya di era Pangdam Hasanuddin,” kata Atmadji.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1940 seconds (0.1#10.140)