Alasan Stephanie Sugianto Laporkan Ibu Kandung Terkait Sengketa Waris
loading...
A
A
A
KARAWANG - Stephanie Sugianto menjelaskan alasan mengapa dirinya melaporkan ibu kandung dan dua saudaranya ke Polda Metro Jaya . Hal itu semata-mata untuk mencari keadilan.
Dia kecewa lantaran ketiganya memalsukan tanda tangannya sehingga tidak mengetahui warisan yang dimiliki oleh bapaknya yang meninggal dunia sejak 2012 lalu.
“Demi Tuhan saya tidak pernah mengincar warisan. Jadi soal tudingan saya mengincar warisan Rp500 miliar dan emas 50 kg itu tidak benar,” ujar Stephanie di kawasan GBK Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2024).
Sebelumnya, diketahui gugatan dugaan perebutan hak waris tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Karawang, beberapa waktu lalu. Isu pun beredar bila Stephanie menjadi anak durhaka lantaran menggugat warisan.
Didampingi kuasa hukumnya, Stephanie menyangkal ingin merebut warisan. Dia menegaskan sejak menikah sudah tidak meminta uang orang tuanya, sebab secara finansial dan ekonomi sudah lebih dari cukup.
Terlepas dari itu, dia melaporkan ibu dan dua saudara kandungnya serta pihak notaris atas dugaan pemalsuan tanda tangannya dalam surat keterangan waris (SKW) harta mendiang ayahnya yang meninggal pada tahun 2012.
"Hal itu semata-mata demi mempertahankan hak-hak saya sebagai salah satu ahli waris dari almarhum ayah saya bernama Sugianto agar mendapatkan perlakukan yang adil dan mendapatkan bagian hak waris sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan hukum waris adalah bukan tindakan anak durhaka," jelasnya.
Tak hanya itu, nama Stephanie kini juga telah dicoret sebagai ahli waris dari harta mendiang sang ayah, termasuk dalam kepemilikan saham di perusahaan mendiang ayahnya.
Menurut Stephanie, ibu dan saudaranya menghapus namanya dari ahli waris karena dianggap tak pernah berkontribusi dalam perusahaan milik mendiang sang ayah. Padahal, dia memang tidak pernah diperbolehkan turut bergabung dalam perusahaan tersebut.
"Tapi, kan hak waris anak tidak bisa dihilangkan begitu saja," tuturnya sembari menjelaskan SKW itu dipalsukan pada 27 Februari 2013.
Dia pernah mencoba mediasi dan mengalami jalan buntu. Dia melaporkan kejadian ini pada 26 Mei 2021. Selama itu pula baik kepolisian maupun kejaksaan telah berupaya memediasi kedua pihak namun mengalami kebuntuan.
“Total 10 kali restorative justice, tapi semuanya tidak dituruti. Padahal, kami dari awal konsisten cuma minta inventarisasi aset sama audit,” katanya.
Termasuk saat mediasi terakhir, dia menolak menandatangani kesepakatan lantaran perjanjian yang dianggap tidak adil. Hal ini karena pihak si Ibu bakal memberikan aset warisan ayahnya dengan catatan Stephanie tidak boleh menolak.
"Saya hanya minta di depan pengadilan pun saya hanya minta transparansi, keterbukaan dari orang tua saya selama pernikahan antara ayah dan ibu saya sampai meninggalnya itu apa saja hartanya. Karena harta dari yang dia peroleh selama pernikahan, nama mama saya ini lebih banyak dibandingkan nama bapak saya. Jadi saya itu mau listnya," ujarnya.
Stephanie juga sebenarnya tak mau kasus ini sampai ke publik tetapi stigma yang diterimanya sebagai anak durhaka membuatnya merasa perlu bersuara atas apa yang terjadi.
"Saya sama sekali tidak pernah minta warisan, tapi diframing sama pihak sebelah (ibu kandung) itu saya dibilang minta warisan dan dia terlalu melebih-lebihkan semuanya. Fitnah ini terlalu menyerang saya sehingga saya merasa perlu klarifikasi," tuturnya.
Jauh sebelum pemalsuan tanda tangan SKW, Stephanie mengakui hubungannya dengan sang ibu memang kurang harmonis. Hal itu karena sudah sering dibohongi oleh sang ibu terutama terkait masalah harta.
Bahkan, dia mendapatkan laporan bahwa aset milik mendiang ayahnya banyak yang hendak dijual oleh ibu kandungnya.
"Saya juga meminta ibu saya untuk audit terhadap perusahaan ayah saya agar saya dapat mengetahui dengan jelas dan pasti apa saja aset perusahaan almarhum ayah saya, tetapi ibu selalu menolaknya," katanya.
Dalam persidangan, Stephanie mengklaim bahwa ibu dan saudara kandungnya selaku terlapor tak mampu membantah sejumlah bukti dan saksi yang diajukannya.
Stephanie melaporkan ibu kandungnya terkait pemalsuan tanda tangan untuk surat kuasa waris (SKW). Ibu kandungnya saat ini sudah ditetapkan terdakwa di PN Karawang. Dalam dakwaan melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP tentang pemalsuan. Saat ini sudah masuk sidang kedua keterangan saksi korban pada Senin (24/6/2024) lalu.
Dia kecewa lantaran ketiganya memalsukan tanda tangannya sehingga tidak mengetahui warisan yang dimiliki oleh bapaknya yang meninggal dunia sejak 2012 lalu.
“Demi Tuhan saya tidak pernah mengincar warisan. Jadi soal tudingan saya mengincar warisan Rp500 miliar dan emas 50 kg itu tidak benar,” ujar Stephanie di kawasan GBK Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2024).
Sebelumnya, diketahui gugatan dugaan perebutan hak waris tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Karawang, beberapa waktu lalu. Isu pun beredar bila Stephanie menjadi anak durhaka lantaran menggugat warisan.
Didampingi kuasa hukumnya, Stephanie menyangkal ingin merebut warisan. Dia menegaskan sejak menikah sudah tidak meminta uang orang tuanya, sebab secara finansial dan ekonomi sudah lebih dari cukup.
Terlepas dari itu, dia melaporkan ibu dan dua saudara kandungnya serta pihak notaris atas dugaan pemalsuan tanda tangannya dalam surat keterangan waris (SKW) harta mendiang ayahnya yang meninggal pada tahun 2012.
"Hal itu semata-mata demi mempertahankan hak-hak saya sebagai salah satu ahli waris dari almarhum ayah saya bernama Sugianto agar mendapatkan perlakukan yang adil dan mendapatkan bagian hak waris sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan hukum waris adalah bukan tindakan anak durhaka," jelasnya.
Tak hanya itu, nama Stephanie kini juga telah dicoret sebagai ahli waris dari harta mendiang sang ayah, termasuk dalam kepemilikan saham di perusahaan mendiang ayahnya.
Menurut Stephanie, ibu dan saudaranya menghapus namanya dari ahli waris karena dianggap tak pernah berkontribusi dalam perusahaan milik mendiang sang ayah. Padahal, dia memang tidak pernah diperbolehkan turut bergabung dalam perusahaan tersebut.
"Tapi, kan hak waris anak tidak bisa dihilangkan begitu saja," tuturnya sembari menjelaskan SKW itu dipalsukan pada 27 Februari 2013.
Dia pernah mencoba mediasi dan mengalami jalan buntu. Dia melaporkan kejadian ini pada 26 Mei 2021. Selama itu pula baik kepolisian maupun kejaksaan telah berupaya memediasi kedua pihak namun mengalami kebuntuan.
“Total 10 kali restorative justice, tapi semuanya tidak dituruti. Padahal, kami dari awal konsisten cuma minta inventarisasi aset sama audit,” katanya.
Termasuk saat mediasi terakhir, dia menolak menandatangani kesepakatan lantaran perjanjian yang dianggap tidak adil. Hal ini karena pihak si Ibu bakal memberikan aset warisan ayahnya dengan catatan Stephanie tidak boleh menolak.
"Saya hanya minta di depan pengadilan pun saya hanya minta transparansi, keterbukaan dari orang tua saya selama pernikahan antara ayah dan ibu saya sampai meninggalnya itu apa saja hartanya. Karena harta dari yang dia peroleh selama pernikahan, nama mama saya ini lebih banyak dibandingkan nama bapak saya. Jadi saya itu mau listnya," ujarnya.
Stephanie juga sebenarnya tak mau kasus ini sampai ke publik tetapi stigma yang diterimanya sebagai anak durhaka membuatnya merasa perlu bersuara atas apa yang terjadi.
"Saya sama sekali tidak pernah minta warisan, tapi diframing sama pihak sebelah (ibu kandung) itu saya dibilang minta warisan dan dia terlalu melebih-lebihkan semuanya. Fitnah ini terlalu menyerang saya sehingga saya merasa perlu klarifikasi," tuturnya.
Jauh sebelum pemalsuan tanda tangan SKW, Stephanie mengakui hubungannya dengan sang ibu memang kurang harmonis. Hal itu karena sudah sering dibohongi oleh sang ibu terutama terkait masalah harta.
Bahkan, dia mendapatkan laporan bahwa aset milik mendiang ayahnya banyak yang hendak dijual oleh ibu kandungnya.
"Saya juga meminta ibu saya untuk audit terhadap perusahaan ayah saya agar saya dapat mengetahui dengan jelas dan pasti apa saja aset perusahaan almarhum ayah saya, tetapi ibu selalu menolaknya," katanya.
Dalam persidangan, Stephanie mengklaim bahwa ibu dan saudara kandungnya selaku terlapor tak mampu membantah sejumlah bukti dan saksi yang diajukannya.
Stephanie melaporkan ibu kandungnya terkait pemalsuan tanda tangan untuk surat kuasa waris (SKW). Ibu kandungnya saat ini sudah ditetapkan terdakwa di PN Karawang. Dalam dakwaan melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP tentang pemalsuan. Saat ini sudah masuk sidang kedua keterangan saksi korban pada Senin (24/6/2024) lalu.
(hri)