May Day 2024, Buruh di Malang: Cabut UU Cipta Kerja dan Hapus Outsourcing
loading...
A
A
A
MALANG - Aliansi buruh di Malang menyoroti upah murah, sistem kerja kontrak, hingga UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan. Tuntutan itulah yang dibawa oleh ribuan buruh dan mahasiswa di Malang saat aksi demonstrasi Hari Buruh di Balai Kota Malang, Rabu (1/5/2024).
Peringatan May Day (Hari Buruh) di Kota Malang sendiri diiringi dengan aksi ribuan massa koalisi buruh dan mahasiswa. Di tengah-tengah massa aksi terdapat pertunjukan kesenian tradisional bantengan.
Para buruh dan mahasiswa membawa berbagai tuntutan dalam posternya. Salah satu tuntutan yakni pencabutan UU Cipta Kerja dan Omnibus Law, yang dianggap tidak berpihak ke buruh.
Gabungan massa aksi mulai berorasi di kawasan Bundaran Tugu Malang, pada pukul 11.18 WIB. Mereka tiba dengan pengawalan kepolisian dari kawasan Stadion Gajayana, Kota Malang, yang berjarak sekitar dua kilometer dari kawasan Bundaran Tugu Malang.
Ketua Serikat Pekerja Buruh Indonesia (SPBI) Imam Hanafi menyatakan, 1 Mei bukanlah merupakan perayaan huru-hara tanpa makna, tapi merupakan peringatan yang memperkuat perjuangan para buruh.
”Bagi buruh, Satu Mei bukanlah perayaan hura-hura tanpa makna. Kami memperingati satu Mei untuk memperkuat persatuan di antara kami dalam berjuang,” ucap Imam Hanafi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/5/2024).
Imam menuturkan, bila aksi demonstrasi ini menuntut adanya pencabutan UU Cipta Kerja dan turunannya yang dinilai merugikan buruh. Sebab dengan UU Cipta Kerja itu membuat kesejahteraan buruh turun, hingga merebaknya sistem kerja kontrak atau outsourcing.
”Sistem kerja kontrak, out sourcing, Upah Murah, kemudahan PHK, Pesangon yang rendah dan Pemberangusan Serikat adalah ancaman nyata yang dibawa Presiden Jokowi dan penerusnya melalui UU Cipta Kerja,” jelasnya.
Ia juga menganggap pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo dinilai kerap melanggar konstitusi. Buruh juga menyoroti beberapa kali Pemilu yang dianggap tidak berdampak pada kesejahteraan dan perbaikan ekonomi mereka.
”Selama reformasi lima kali pemilu telah berlalu, tapi regulasi ketenagakerjaan justru semakin buruk. Pemerintahan Jokowi yang anti demokrasi dan gemar melanggar konstitusi dengan sangat antusias telah mengesahkan UU Cipta Kerja,” ungkapnya.
Pihaknya menyoroti pemimpin yang terpilih merupakan produk dari pelanggaran konstitusi dan merupakan produk dari orde baru (orba). Maka ia meminta kaum buruh dan masyarakat pun bersatu untuk melawan rezim anti Hak Asasi Manusia (HAM).
Sementara itu, Koordinator SPBI Malang Raya Misdi mengakui ada banyak pesan titipan dari kawan-kawan buruh di Malang yang tidak bisa hadir. Para buruh ini terpaksa berada di rumah karena kondisi kesehatan mereka yang kurang baik.
“Kondisinya kurang memungkinkan, kalau di Malang Selatan lagi DB tren sehingga banyak kawan yang sakit. Sehingga kita tidak bisa maksimal kekuatannya, saat ini kurang lebih 300-an yang ikut aksi,” ujar Misdi.
Sistem pengupahan buruh juga dinilai tidak manusiawi. Misdi menyoroti kebijakan pesangon buruh misalnya, yang dianggap merugikan buruh usai disahkannya UU Cipta Kerja.
”Pesangon kalau dulu hitung-hitungannya berapa 9 x 2, ditambah masa kerja, sekarang 1,7 belum yang lain-lain. Sekarang yang diperjuangkan cabut UU Cipta Kerja bersama turunannya, karena ini palang pintu penindasan yang semakin marak di Indonesia,” tukasnya.
Peringatan May Day (Hari Buruh) di Kota Malang sendiri diiringi dengan aksi ribuan massa koalisi buruh dan mahasiswa. Di tengah-tengah massa aksi terdapat pertunjukan kesenian tradisional bantengan.
Para buruh dan mahasiswa membawa berbagai tuntutan dalam posternya. Salah satu tuntutan yakni pencabutan UU Cipta Kerja dan Omnibus Law, yang dianggap tidak berpihak ke buruh.
Baca Juga
Gabungan massa aksi mulai berorasi di kawasan Bundaran Tugu Malang, pada pukul 11.18 WIB. Mereka tiba dengan pengawalan kepolisian dari kawasan Stadion Gajayana, Kota Malang, yang berjarak sekitar dua kilometer dari kawasan Bundaran Tugu Malang.
Ketua Serikat Pekerja Buruh Indonesia (SPBI) Imam Hanafi menyatakan, 1 Mei bukanlah merupakan perayaan huru-hara tanpa makna, tapi merupakan peringatan yang memperkuat perjuangan para buruh.
”Bagi buruh, Satu Mei bukanlah perayaan hura-hura tanpa makna. Kami memperingati satu Mei untuk memperkuat persatuan di antara kami dalam berjuang,” ucap Imam Hanafi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/5/2024).
Imam menuturkan, bila aksi demonstrasi ini menuntut adanya pencabutan UU Cipta Kerja dan turunannya yang dinilai merugikan buruh. Sebab dengan UU Cipta Kerja itu membuat kesejahteraan buruh turun, hingga merebaknya sistem kerja kontrak atau outsourcing.
”Sistem kerja kontrak, out sourcing, Upah Murah, kemudahan PHK, Pesangon yang rendah dan Pemberangusan Serikat adalah ancaman nyata yang dibawa Presiden Jokowi dan penerusnya melalui UU Cipta Kerja,” jelasnya.
Ia juga menganggap pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo dinilai kerap melanggar konstitusi. Buruh juga menyoroti beberapa kali Pemilu yang dianggap tidak berdampak pada kesejahteraan dan perbaikan ekonomi mereka.
”Selama reformasi lima kali pemilu telah berlalu, tapi regulasi ketenagakerjaan justru semakin buruk. Pemerintahan Jokowi yang anti demokrasi dan gemar melanggar konstitusi dengan sangat antusias telah mengesahkan UU Cipta Kerja,” ungkapnya.
Pihaknya menyoroti pemimpin yang terpilih merupakan produk dari pelanggaran konstitusi dan merupakan produk dari orde baru (orba). Maka ia meminta kaum buruh dan masyarakat pun bersatu untuk melawan rezim anti Hak Asasi Manusia (HAM).
Sementara itu, Koordinator SPBI Malang Raya Misdi mengakui ada banyak pesan titipan dari kawan-kawan buruh di Malang yang tidak bisa hadir. Para buruh ini terpaksa berada di rumah karena kondisi kesehatan mereka yang kurang baik.
“Kondisinya kurang memungkinkan, kalau di Malang Selatan lagi DB tren sehingga banyak kawan yang sakit. Sehingga kita tidak bisa maksimal kekuatannya, saat ini kurang lebih 300-an yang ikut aksi,” ujar Misdi.
Sistem pengupahan buruh juga dinilai tidak manusiawi. Misdi menyoroti kebijakan pesangon buruh misalnya, yang dianggap merugikan buruh usai disahkannya UU Cipta Kerja.
”Pesangon kalau dulu hitung-hitungannya berapa 9 x 2, ditambah masa kerja, sekarang 1,7 belum yang lain-lain. Sekarang yang diperjuangkan cabut UU Cipta Kerja bersama turunannya, karena ini palang pintu penindasan yang semakin marak di Indonesia,” tukasnya.
(ams)