Mirip Sengkuni, Kelicikan dan Hasutan Mahapati Bikin Kerajaan Majapahit Perang Saudara

Sabtu, 20 April 2024 - 07:46 WIB
loading...
Mirip Sengkuni, Kelicikan...
Perilaku Mahapati mirip Sengkuni membuat internal istana kerajaan Majapahit nyaris perang saudara. Foto/Ilustrasi/Istimewa
A A A
Konflik internal di Kerajaan Majapahit muncul karena sosok Mahapati, yang masih misterius. Sosoknya dikenal membuat pemerintahan Kerajaan Majapahit tak stabil. Sosoknya cukup licik, kerap memunculkan fitnah, serta hasutan, yang berujung banyak pertikaian dan pemberontakan.

Mahapati berani memfitnah dan memberikan informasi bohong mengenai Mpu Nambi, pejabat Patih Amangkhubumi atau Mahapatih Majapahit pertama. Dari fitnah dan konflik inilah, jabatan Mpu Nambi akhirnya harus dicopot raja kedua Majapahit Jayanagara.

Saat itu Mpu Nambi tengah dalam keadaan berduka cita atas meninggalnya sang ayah Arya Wiraraja. Mpu Nambi yang pulang kampung ke Lamajang, harus menerima fitnah yang dihembuskan oleh Mahapati.



Hal itu sebagaimana dikutip dari “Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit”, dari Prof. Slamet Muljana. Sosok ini memang digambarkan secara kompak, baik di Kakawin Pararaton dan Kidung Sorandaka.

Dalam kakawin itu disebutkan Mahapati ini sebagai pemfitnah yang pandai mengadu domba. Sosok Mahapati ini dijelaskan begitu mahir mengadu kawan - kawan karib raja di awal pemerintahan Raden Wijaya atau yang dijuluki juga Kertarajasa.

Kelicikan Mahapati ini tak hanya terjadi di masa Jayanagara saja, tapi sudah ada sejak era Raden Wijaya berkuasa. Tokoh Mahapati, yang konon juga pejabat internal kerajaan, kerap pemfitnah pandai mengadu domba karib Raja Kertarajasa pada awal pemerintahan kerajaan Majapahit.

Tokoh Mahapati tampil ke muka pada pemberontakan Rangga Lawe. Pada Kidung Rangga Lawe, nama Mahapati tidak disebut. Pada pokoknya ia ingin menjadi patih amangku bumi. Untuk mencapai tujuan itu, ia menjalankan segala macam fitnah terhadap orang-orang kuat Majapahit.



Jika mereka satu demi satu telah jatuh, maka sudah dirintis jalan yang menuju jabatan patih amangku bumi. Dalam peristiwa pemberontakan Rangga Lawe, ia mendapatkan alasan untuk menyingkirkan Lembu Sora.

Sebab Lembu Sora membunuh Kebo Anabrang yang membinasakan Rangga Lawe, maka ia menyiarkan berita bahwa Sora harus dihukum mati, sesuai dengan bunyi undang- undang pidana dalam Kutâramânawa:barang siapa membunuh, harus dijatuhi hukuman mati.

Jika Sora telah berhasil disingkirkan, ia mulai dengan mengutik-utik kesalahan Nambi.Justru Nambi itulah yang jadi sasaran utama dari siasatnya. Nambi pun akhirnya jatuh pula.

Bersama Nambi, masih banyak lagi pejuang-pejuang Majapahit dalam perlawanan menentang tentara Kediri dan tentara Tartar pada zaman akhir kerajaan Singasari dan awal pembentukan kerajaan Majapahit.

Boleh dikatakan, akibat fitnah dan adu domba Mahapati itu, banyak orang kuat Majapahit musnah. Namun, akhirnya ia termakan pula senjatanya sendiri yang berupa fitnah dan adu domba. Mahapati mati dibunuh, namun tak diketahui secara pasti siapa pelakunya.

Tokoh Mahapati merupakan soal sejarah yang masih menghendaki pemecahan. Hingga sekarang, kita tidak mengetahui siapa sebenarnya tokoh itu, justru karena timbulnya sekonyong- konyong sebagai menteri dalam pemerintahan Raja Kertarajasa.

Baik dalam daftar nama para pejuang Singasari dan Majapahit melawan tentara Kediri dan tentara Tartar maupun dalam menumpas pemberontakan Rangga Lawe, nama tokoh Mahapati tidak dikenal.

Namun, tokoh itu sekonyong-konyong muncul dalam peristiwa pemberontakan Sora. Bahkan, dalam peristiwa itu ia memegang peranan utama. Lagi pula nama Mahapati agak mencurigakan. Nama itu biasa juga digunakan sebagai nama jabatan patih amangku bumi.

Timbul teori untuk menyamakan tokoh Mahapati ini dengan Mpu Nambi, yang pada pemerintahan Kertarajasa memangku jabatan patih amangku bumi. Namun, penyamaan Mahapati dengan Mpu Nambi terbentur pada kenyataan jatuh sebagai korban fitnah.

Menurut Pararaton, pemberontakan Rangga Lawe, Sora, Nambi dan Kuti timbulnya akibat fitnah atau adu domba Mahapati yang demikian liciknya, hingga para pemberontak itu menganggap bahwa satu-satunya jalan yang harus ditempuh ialah pemberontakan.

Sebagaimana terdapat di Kakawin Pararaton, Mahapati akhirnya menemukan ajalanya setelah pemberontakan Kuti berhasil dipadamkan, ia dibunuh akibat fitnahnya sendiri. Dalam hal ini, fitnah itu benar-benar bersifat kriminal.

Fitnah yang demikian dengan sendirinya tidak memberikan kemungkinan untuk membangkitkan teori ketidakpuasan dari para pemberontak.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1986 seconds (0.1#10.140)