Reformasi Hukum, Mahasiswa Unair Usulkan Perampasan Aset Koruptor Tanpa lewat Tuntutan Pidana
loading...
A
A
A
SURABAYA - Penegakan hukum terhadap kejahatan yang merugikan keuangan negara di Indonesia terus menghadapi tantangan yang signifikan. Salah satu hambatan utamanya adalah kesulitan aparat penegak hukum mengidentifikasi jejak dan asal-usul hasil kejahatan, khususnya terkait aset.
Karena itu, diperlukan upaya percepatan reformasi hukum yang difokuskan pada pengambilalihan aset tanpa harus melibatkan proses tuntutan pidana yang rumit.
Hal itu disampaikan mahasiswa Program Doktor Program Studi Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Shri Hardjuno Wiwoho saat merilis hasil penelitiannya dengan judul “Prinsip Kepastian Hukum Pada Akselerasi Reformasi Hukum Terhadap Perampasan Aset Tanpa Tuntutan Pidana (Non- Conviction Based Asset Forfeiture) “ di Kampus Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) pada Selasa (26/3/2024).
Saat memaparkan hasil risetnya, Hardjuno didampingi penasehat akademiknya yakni, Mas Rahmah. Adapun tim pengujinya yaitu Mas Rahmah, Muhamad Nafik Hadi Ryandono, Suparto Wijoyo, Badri Munir Sukoco, Faizal Kurniawan, dan Prawita Thalib.
Hardjuno berharap pendekatan ini dapat menjadi alat yang efektif dalam menyelamatkan aset negara dengan lebih efisien, sambil tetap menjaga prinsip kepastian hukum. Apalagi, pemerintah Indonesia telah merumuskan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP) sejak 2012.
Bahkan Naskah Akademik sebagai dasar pembentukan RUU tersebut telah disusun oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Meskipun RUU PATP telah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional 2015-2019, namun hingga kini belum mengalami pembahasan oleh DPR.
Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) tertanggal 4 Mei 2023 kepada DPR RI, meminta agar lembaga legislatif segera memprioritaskan pembahasan RUU tersebut.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan jumlah laporan yang diterima PPATK terus meningkat jumlahnya.
”Oleh karena itu, penanggulangan Tipikor memerlukan pendekatan yang extraordinary. Apalagi, kerugian negara akibat Tipikor dan pencucian uang ini sangat besar. Salah satu cara penanganan terhadap kejahatan tersebut adalah melakukan perampasan aset untuk memulihkan kondisi semula,” katanya.
Karena itu, diperlukan upaya percepatan reformasi hukum yang difokuskan pada pengambilalihan aset tanpa harus melibatkan proses tuntutan pidana yang rumit.
Hal itu disampaikan mahasiswa Program Doktor Program Studi Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Shri Hardjuno Wiwoho saat merilis hasil penelitiannya dengan judul “Prinsip Kepastian Hukum Pada Akselerasi Reformasi Hukum Terhadap Perampasan Aset Tanpa Tuntutan Pidana (Non- Conviction Based Asset Forfeiture) “ di Kampus Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) pada Selasa (26/3/2024).
Saat memaparkan hasil risetnya, Hardjuno didampingi penasehat akademiknya yakni, Mas Rahmah. Adapun tim pengujinya yaitu Mas Rahmah, Muhamad Nafik Hadi Ryandono, Suparto Wijoyo, Badri Munir Sukoco, Faizal Kurniawan, dan Prawita Thalib.
Hardjuno berharap pendekatan ini dapat menjadi alat yang efektif dalam menyelamatkan aset negara dengan lebih efisien, sambil tetap menjaga prinsip kepastian hukum. Apalagi, pemerintah Indonesia telah merumuskan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP) sejak 2012.
Bahkan Naskah Akademik sebagai dasar pembentukan RUU tersebut telah disusun oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Meskipun RUU PATP telah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional 2015-2019, namun hingga kini belum mengalami pembahasan oleh DPR.
Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) tertanggal 4 Mei 2023 kepada DPR RI, meminta agar lembaga legislatif segera memprioritaskan pembahasan RUU tersebut.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan jumlah laporan yang diterima PPATK terus meningkat jumlahnya.
”Oleh karena itu, penanggulangan Tipikor memerlukan pendekatan yang extraordinary. Apalagi, kerugian negara akibat Tipikor dan pencucian uang ini sangat besar. Salah satu cara penanganan terhadap kejahatan tersebut adalah melakukan perampasan aset untuk memulihkan kondisi semula,” katanya.