UII Yogyakarta Gelar Tabur Bunga Simbolisasi Matinya Demokrasi Indonesia

Jum'at, 15 Maret 2024 - 13:44 WIB
loading...
UII Yogyakarta Gelar...
Civitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menggelar tabur bunga di atas keranda sebagai simbolisasi matinya demokrasi di Indonesia. Foto/iNews TV/Heru Trijoko
A A A
YOGYAKARTA - Civitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menggelar tabur bunga di atas keranda yang berlangsung di depan Gedung Auditorium Abdul Kahar Muzakkir pada Kamis (14/3/2024).

Kegiatan yang dipimping oleh Rektor UII Yogyakarta Fathul Wahid itu digelar sebagai simbolisasi matinya demokrasi di Indonesia.



Setelah melaksanakan tabur bunga, civitas akademika UII mengeluarkan pernyataan sikap bertajuk Selamatkan Demokrasi Indonesia.



Civitas akademika UII Yogyakarta secara bergantian melakukan orasi terhadap kondisi bangsa terkini.

Fathul Wahid menyatakan, pernyataan sikap tersebut merupakan aksi nyata yang digerakkan oleh hati nurani.

“Ini juga bentuk kesadaran anak bangsa yang melihat praktik berbangsa dan bernegara yang semakin jauh dari nilai-nilai keadaban,” ujarnya.



Oleh karena itu, UII menyatakan pernyataan sikap sebagai berikut.

Pertama, menuntut seluruh penyelenggara negara untuk menjunjung tinggi etika berbangsa dan bernegara, menghormati hak dan kebebasan warga negara, dan mengembalikan prinsip independensi peradilan.

Kedua, mengingatkan pejabat negara bahwa mereka memiliki tugas konstitusional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa demi tercapainya masyarakat yang sejahtera, beradab, adil, dan makmur.

Ketiga, mendorong partai politik untuk menjaga independensinya sehingga berdaya dalam menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dan mampu menjalankan perannya untuk membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Keempat, mendesak partai politik yang kalah dalam Pemilihan Presiden 2024 ini untuk menjadi oposisi penyeimbang yang berpegang teguh pada etika berbangsa dan bernegara.

Serta menjunjung tinggi Konstitusi dan hak-hak asasi manusia dengan menggunakan hak angket dan mencari langkah politik dan hukum lainnya sebagai penghukuman terhadap Presiden Jokowi yang terbukti mengkhianati Reformasi 1998 dan telah melakukan praktik korupsi kekuasaan secara terbuka.

Kelima, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali sadar dengan memboikot partai politik yang menjelma menjadi penghamba kekuasaan dan uang serta terang-terangan mengkhianati tugas utamanya sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.

Keenam, meminta lembaga-lembaga negara sesuai tugasnya seperti KPU, Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) untuk mengusut semua kecurangan pemilu. Termasuk yang dilakukan Presiden Jokowi pada masa sebelum, ketika, dan sesudah pemungutan suara. Pemilu harus menjadi sarana menghasilkan pemerintahan yang absah (legitimate).

Ketujuh, menyerukan kepada aktivis masyarakat sipil untuk melakukan pembangkangan sipil dan menolak menjadi bagian dari kekuasaan yang direbut dengan berbagai muslihat tuna etika.

Secara khusus, UII menyeru para tokoh kritis nasional untuk bersatu dan membuat oposisi permanen melawan rezim politik dinasti yang menjadi predator pemangsa dan pembunuh demokrasi di Indonesia.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1776 seconds (0.1#10.140)