Derita Nenek Zaenab, Hidup dengan Anak yang Mengalami Gangguan Jiwa

Selasa, 08 Mei 2018 - 09:55 WIB
Derita Nenek Zaenab, Hidup dengan Anak yang Mengalami Gangguan Jiwa
Derita Nenek Zaenab, Hidup dengan Anak yang Mengalami Gangguan Jiwa
A A A
YOGYAKARTA - Apa yang dialami Zaenab (79), janda warga Kricak Kidul TR I/1388 RT 030 RW 007 Kelurahan Kricak, Tegalrejo Yogyakarta ini bikin terenyuh. Di masa tuanya, janda pensiunan polisi ini harus hidup serba kekurangan. Tak hanya itu, dirinya juga sangat risau memikirkan masa depan anak laki-lakinya Hepy Harsono (58) yang mengalami disabilitas mental (gangguan jiwa).

Mata Nenek Zaenab berkaca-kaca saat petugas dari Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas DIY berkunjung ke kontrakannya yang berada sekitar 20 meter persis di depan Kantor Kelurahan Kricak. Berulang kali Zaenab mengucapkan terima kasih atas kedatangan Tim Disabilitas ini. Harapannya kembali muncul atas masa depan anaknya itu.

"Yang saya pikirkan hanya anak saya ini. Saya sudah tua, kalau ada apa-apa dengan saya lalu bagaimana dengan anak saya ini," ujarnya sambil mengusap air mata.

Nenek Zaenab mengaku untuk hidup sehari-hari dirinya mengandalkan uang pensiun dari almarhum suaminya. Suaminya pesiunan Polri dan telah meninggal pada 1981. Uang pensiun yang tidak seberapa itu juga digunakan untuk membayar kontrakan rumah Rp500.000 setiap bulan.

Nenek Zaenab asli warga Kricak. Rumahnya sudah dijual untuk membayar kuliah anak dan membantu cucu-cucunya. "Benar saya dulu mampu, tapi sekarang memang saya benar-benar kepepet. Tak tau lagi harus bagaimana. Yang ada dalam pikiran saya, kalau ada apa-apa mau bagaimana, kalau saya kenapa kenapa-kenapa, anak saya bagaimana," ujarnya, Senin (7/5/2018).

Kepada Komisioner Disabilitas DIY yang datang, Zaenab ingin agar anaknya bisa diasuh oleh negara di panti asuhan milik negara. Saat ditawari kemungkinan diasuh di panti asuhan swasta namun harus membayar, lagi-lagi Zaenab merasa bingung. "Kalau bayar, saya bayarnya bagaimana," ujarnya sedih.

Zaenab dan anak laki-lakinya ini tinggal dalam satu kamar berukuran sekitar 3 x 4 meter. Di samping kamar ada lahan kosong yang diberi atap dan digunakan sebagai dapur tanpa memakai dinding penutup. Saat wartawan datang, terlihat Zaenab baru saja hendak memasak.

Tampak beberapa potong wortel yang sudah diiris lembut berada dalam wadah di dapur. Saat Zaenab sibuk melayani pertanyaan wartawan dan tim dari Komite Disabilitas, Hepy terlihat duduk di dalam kamar. Tak berapa lama kemudian dia keluar dan duduk di depan kamar. Rambutnya disisir rapi ke belakang. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia tampak memperhatikan ibunya yang tengah ngobrol dengan wartawan.

"Dia sebenarnya baik tidak pernah ngamuk kok. Cuma kalau diajak ke Grasia (RS Jiwa) dia tidak mau," ujarnya.

Hepy memang pernah dirawat di RS Grasia. Dia juga lulus sekolah menengah pertama di sebuah sekolah swasta. Namun Hepy tidak melanjutkan ke SMA lantaran kondisi mental yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan sekolah. "Anak saya lulus SMP di Bopkri. Sejak kecil sudah menderita," ujarnya

Zaenab mengatakan, dari sembilan anaknya saat ini masih ada enam anak yang masih hidup. Anak-anaknya ini juga disekolahkan hingga kuliah. Namun saat ditanya kemungkinan anak-anaknya yang lain bisa menampung Hepy, Zaenab tak mau berbicara terus terang. Dia hanya menyampaikan jika anak-anaknya juga mempunyai kebutuhan dan kesibukan sendiri. Mereka juga tidak berlimpah harta.
"Kalau saya sendiri bisa diterima oleh mereka (anak-anaknya yang lain), tapi..," ujarnya tanpa mau melanjutkan lebih jauh.

Zaenab mengaku sudah melaporkan kondisi keluarganya ke Dinas Sosial dan Pemerintah Desa namun belum ada tindak lanjut atas laporannya tersebut. Dirinya hanya berharap anaknya bisa mendapat tempat dan perhatian yang lebih baik di Panti Sosial.

Pemilik kontrakan, Siti Supeni mengaku senang atas kedatangan Tim Disabilitas DIY. Dia membenarkan memang sehar-harinya Nenek Zaenab hidup dalam kondisi yang serba terbats. Zaenab sudah tinggal di kontrakannya selama dua tahun. "Semoga ada yang membantu. Saya tau benar penderitannya. Di mana-mana ditolak kasihan akhirnya saya tamping," jelasnya.

Divisi Pemantau dan Layanan Pengaduan Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Hak Penyandang Disabilitas DIY Winarta mengaku akan segera berkoordinasi dengan Dinas Sosial DIY. Dia berharap pemerintah juga proaktif menindaklanjuti kasus semacam ini. "Tak hanya ini saja namun kasus-kasus yang lain. Kita menemukan beberapa kasus semacam ini, di Kulon Progo dan Sleman bahkan masih ada yang dipasung," tegasnya.

Ironisnya, meski kontrakan Nenek Zaenab hanya berjarak 20 meter di depan Kantor Balai Desa Kricak, Sekretaris Desa Kricak Sukarna mengaku pihak desa tidak mengetahui kasus ini. "Kelurahan tidak tahu persis kasus itu, setahu saya sudah ada petugas sosial yang mengani itu," ujarnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4951 seconds (0.1#10.140)