Warga Aceh Diajak Bangun Budaya Siaga Bencana

Rabu, 27 Desember 2017 - 15:15 WIB
Warga Aceh Diajak Bangun Budaya Siaga Bencana
Warga Aceh Diajak Bangun Budaya Siaga Bencana
A A A
ACEH - Masyarakat Aceh diajak membangun budaya siaga bencana dan tidak lupa dengan tragedi bencana gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004 yang mengakibatkan ratusan ribu orang meninggal, hilang, serta meluluh lantakkan bumi Serambi Mekkah. Peringatan 13 tahun gempa dan tsunami harus dijadikan sebagai momentum meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana.

"Jadikan peringatan gempa dan tsunami membangun budaya siaga bencana. Mari memperkuat kewaspadaan," kata Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat memimpin peringatan 13 tahun gempa bumi dan tsunami yang dipusatkan di halaman Masjid Al Ikhlas, Gampong Meunasah Masjid, Kecamatan Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Selasa (26/12/2017). Peringatan tsunami yang mengusung tema "Melawan Lupa, Bangun Kesadaran Masyarakat menuju Budaya Siaga Bencana" tersebut dihadiri juga perwakilan dari Korea Selatan, Jepang, Malaysia, Thailand, Yaman, dan Myanmar.

Menurut Irwandi Yusuf, bangkit pascatsunami harus menjadikan semangat membangun Aceh lebih baik lagi, setelah sebelumnya banyak yang pesimistis bahwa Aceh tidak akan bisa bangkit. "Dukungan dari masyarakat dunia kepada Aceh cukup luar biasa. Ini yang membuat Aceh kembali bangkit secara perlahan-lahan hingga hari ini," ungkapnya.

Pada kesempatan itu, Gubernur juga kembali mengajak masyarakat meningkatkan kewaspadaan sejak dini. Dengan kewaspadaan, masyarakat diharapkan lebih peka sehingga bisa mengurangi dampak yang ditimbulkan dari sebuah bencana. "Orang takkan punya kapasitas memprediksi kapan bencana datang. Tapi sikap waswas yang dimiliki harus selalu siaga. Jangan pernah berhenti berjuang. Inilah semangat yang bisa kita petik dari bencana yang pernah melanda kita," tandasnya.

Gempa berkekuatan 9,3 Skala Richter (SR) disusul terjangan tsunami yang terjadi di Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 lalu meluluhlantakkan sebagian besar wilayah Provinsi Aceh. Bencana tersebut mengakibatkan lebih dari 250.000 orang meninggal dunia dan ratusan ribu lainnya kehilangan tempat tinggal. Gempa yang saat itu terjadi pukul 08.00 WIB itu pusatnya 160 km sebelah barat Aceh dengan kedalaman 10 km ini, merupakan gempa bumi terdahsyat yang menghantam Aceh dalam kurun waktu 40 tahun terakhir.

Besarnya guncangan gempa dirasakan hingga pantai barat Semenanjung Malaysia, Thailand, pantai timur India, Sri Lanka, bahkan sampai pantai timur Afrika. Sesaat kemudian terjadi gelombang tsunami setinggi sekitar 9 meter yang menyapu daratan Aceh.

Peringatan juga dilakukan di sejumlah lokasi lain, seperti di pemakaman massal Ulee Lheu, Banda Aceh. Kemarin pagi, dalam suasana hening, warga berdatangan ke lokasi yang menjadi pemakaman 14.264 jasad korban gempa bumi dan tsunami Aceh. Mereka datang untuk berziarah ke makam untuk mendoakan para korban yang dikuburkan secara massal. Selain itu, Pemprov Aceh menginstruksikan pengibaran bendera setengah tiang di seluruh Aceh pada 25-27 Desember, serta zikir bersama di Masjid Agung Baitul Makmur, Meulaboh.

Nelayan Dilarang Melaut
Pascabencana gempa bumi dan tsunami, nelayan setiap 26 Desember tidak melaut karena telah ditetapkan sebagai Hari Pantang Melaut. Wakil Sekjen Panglima Laot Aceh Miftah Cut Adek menjelaskan, larangan melaut itu merupakan hasil dari musyawarah pada 2005 lalu. Seruan larangan melaut itu telah disampaikan kepada seluruh nelayan.

"Jadi setiap 26 Desember kita sepakat untuk tidak melaut, karena ini juga menghargai para saudara kita yang banyak menjadi korban saat tsunami lalu," katanya, Selasa (26/12/2017).

Selama tak melaut, para nelayan menggelar doa bersama dan menyiapkan berbagai peralatan kapal. Sekitar 80.000 nelayan dan keluarganya menjadi korban. Sebagian besar peralatan untuk menangkap ikan dan fasilitas pelabuhan hancur akibat gelombang tsunami.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4068 seconds (0.1#10.140)