Kemiskinan, Picu Rendahnya Pendidikan di Madura

Selasa, 12 September 2017 - 16:24 WIB
Kemiskinan, Picu Rendahnya Pendidikan di Madura
Kemiskinan, Picu Rendahnya Pendidikan di Madura
A A A
SURABAYA - Hasil Kajian Ekonomi Regional (KER) Jawa Timur (Jatim) dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan, selama 2013-2015, Madura merupakan daerah termiskin di Jatim dengan rata-rata sebesar 21,86%. Angka itu jauh lebih tinggi diatas rata-rata kemiskinan nasional yang mencapai 11,19%.

Kemiskinan di Madura terjadi di semua kabupaten, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, persentase tingkat kemiskinan absolut di Jatim pada 2012 dan 2014 masing-masing sebesar 13,08% dan 12,28%.

Pada periode tersebut, tingkat kemiskinan di wilayah Madura tercatat paling tinggi, yakni mencapai 28% di 2012 dan 26% di 2015. “Pendapatan per kapita masyarakat Madura juga paling rendah di Jatim. Di kisaran Rp9 juta-Rp15 juta per tahun, jauh di bawah angka Jatim yang mencapai Rp30 juta per tahun,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) Jatim, Difi Ahmad Johansyah.

Untuk tingkat pendidikan, data BPS Jatim menunjukkan, angka partisipasi sekolah (APS) di Madura untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pertama sebanding dengan rata-rata Jatim, yakni mencapai 90%.

Sementara APS untuk tingkat menengah relatif rendah, yaitu 69,8% di Pamekasan, 58,7% di Bangkalan, dan 55,3% di Sampang. APS tingkat menengah atas tersebut lebih rendah dibanding rata-rata Jatim 70,4%.

Kegiatan ekonomi mayoritas masyarakat Madura masih terpusat di lapangan usaha pertanian. Berdasarkan data BPS Jatim pada periode 2012 dan 2015, persentase penduduk di Madura yang bekerja di lapangan usaha pertanian di kisaran 55%-80% dari total penduduk.

“Mayoritas angkatan kerja di Madura menamatkan jenjang pendidikan dasar. Sementara lulusan dengan jenjang pendidikan menengah ke atas relatif rendah,” imbuh Difi.

Gubernur Jatim Soekarwo mengakui bahwa tingkat kemiskinan di pulau garam tersebut tertinggi di Jatim. Kemudian diikuti oleh Kabupaten Probolinggo. Kemiskinan tersebut menyebabkan jenjang pendidikan penduduknya relatif rendah.

Sehingga wajar ketika banyak angkatan kerja di daerah Madura yan hanya tamatan SD. “Ketika angkatan kerja hanya tamatan SD, maka tidak akan bisa bersaing dalam dunia kerja,” katanya.

Saat ini, kata dia, masalah tersebut bisa diatasi dengan adanya Balai Latihan Kerja (BLK) dan SMK Mini yang melatih kemampuan tenaga kerja. Pihaknya berharap, sejumlah kampus yang ada di daerah kepulauan tersebut mampu mencetak tenaga kerja yang handal dan terampil.

“Saya juga menginstruksikan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi untuk melakukan pemetaan secara rinci penyebab utama masih tingginya angka kemiskinan,” terangnya.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9398 seconds (0.1#10.140)