Kisah Kiai Ahmad Siroj, Belum Pernah Naik Haji Tapi Sering Terlihat di Tanah Suci

Jum'at, 22 September 2023 - 05:00 WIB
loading...
Kisah Kiai Ahmad Siroj, Belum Pernah Naik Haji Tapi Sering Terlihat di Tanah Suci
Kiai Ahmad Siroj. Foto/nu.or.id
A A A
SOLO - Kisah Kiai Ahmad Siroj menarik untuk diulas. Pasalnya, ulama yang dikenal alim, saleh dan berkarisma ini memiliki banyak karamah, di antaranya belum pernah naik haji tapi sering terlihat di Tanah Suci, Makkah.

Kiai Ahmad Siroj bagi sebagian kalangan dikenal juga dengan sebutan Mbah Siroj. Karena sang kiai ini kerap berpakaian khas dengan memakai iket (blangkon), berbaju putih, bersarung wulung dan memakai ‘gamparan’ tinggi walau sedang bepergian jauh.

Dikutip dari buku karya Hakim Adnan berjudul 'Mengenang Jejak Kiai Ahmad Siroj/Sala Masyhur: Waliyullah, Berkaromah Banyak' Kiai Ahmad Siroj merupakan putra Kiai Umar atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Pura, salah seorang Waliyullah.

Makam Kiai Imam Pura berada di Susukan, Kabupaten Semarang. Kiai Imam Pura ini masih memiliki garis keturunan dengan Sunan Hasan Munadi, salah seorang paman Raden Patah yang ditugaskan mengislamkan daerah lereng Gunung Merbabu sebelah utara, atau sekarang dikenal sebagai Desa Nyatnyono.



Ahmad Siroj memiliki beberapa karamah, di antaranya walaupun secara lahiriah, Kiai Ahmad Siroj belum pernah menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Tetapi banyak orang yang ke tanah suci Makkah bertemu dengannya di sana. KH Bulqin Zuhdi, salah seorang murid pertama Kiai Ahmad Siroj yang bermukim di Nglangak, Gemolong, Sragen menceritakan bahwa pada 1937 dirinya menunaikan ibadah haji.

Berangkat dengan naik kapal laut bersama 1.960 orang jamaah haji lainnya. Sehabis makan siang, Kiai Bulqin berkata dalam hati, bila sampai di Makkah pada hari Jumat waktu subuh, akan dicarinya Mbah Siroj. Sebab, sering didengarnya dia sering salat Subuh di Makkah pada hari Jumat.

Sesaat kemudian, tiba-tiba datanglah Kiai Ahmad Siroj menemuinya di kapal. Ditanyakan antara lain, siapakah syekhnya di tanah suci nanti. Namun setelah berbincang sejenak, Kiai Ahmad Siroj tidak dilihatnya lagi.

Sudah barang tentu, muridnya tersebut merasa keheranan. Ketika sudah sampai di Makkah, Kiai Bulqin hendak menjalankan ibadah salat Subuh. Kiai Bulqin berpikir lagi tentang kemungkinan-kemungkinan gurunya juga menunaikan salat subuh di Makkah.



Mungkinkah Kiai Ahmad Siroj juga datang seperti kisah yang pernah didengarnya. Sewaktu berada di dekat Hajar Aswad, tiba-tiba tampak olehnya Mbah Siroj sedang melakukan tawaf, mengelilingi Kakbah dengan memakai iket (blangkon), berbaju putih, bersarung ‘wulung’ tanpa gamparan.

Diikutinya putaran demi putaran. Pada putaran ke tujuh, Kiai Bulqin hendak menyalami Kiai Siroj namun pada putaran terakhir Kiai Siroj sudah tidak tampak lagi. Meski menyesal tidak dapat bersalaman dengan Mbah Siroj. Kini yakinlah Kiai Bulqin bahwa gurunya memiliki karamah hingga dapat pergi ke Mekkah dengan sekejap.

Dikutip dari kanal YouTube Penerus Para Nabi, Mbah Siroj juga memiliki karamah mampu berjalan cepat. Hal ini dibuktikan Kiai Shoimuri, putra Kiai Ahmad Siroj saat selesai mengadakan akad nikah dengan Nyai Latifah di daerah Boyolali. Saat itu rombongan Kiai Ahmad Siroj segera berkehendak pulang ke Solo bersama 33 santrinya.

Kiai Bulqin, salah seorang murid santrinya, disuruh mengantarkan pulang rombongan Nyai Siroj dengan naik kereta api. Dia disuruh berangkat lebih dahulu, sedangkan Kiai Ahmad Siroj akan menyusul dengan jalan kaki.

Anehnya, setiba di Solo, rombongan Kiai Bulqin baru sampai Ngapeman, Kiai Siroj sudah sampai di rumahnya yang berada di Panularan, Laweyan, Solo. Bagaimana itu dapat terjadi, pikir para rombongan yang berangkat lebih dahulu tersebut.

Karamah lainnya terjadi ketika Kiai Ahmad Siroj bepergian bersama 24 santrinya ke Susukan, Kabupaten Semarang dari Solo. Tuan rumah yang dikunjungi termasuk orang tidak mampu (miskin). Untuk memuliakan tamu, dimasakkannya oleh Abdus-Syakur, tuan rumah, satu kendil nasi.

Karena nasi terbatas, Kiai Ahmad Siroj sendirilah yang dipersilakan makan dalam kamar. Kiai Ahmad Siroj tidak bersedia. Nasi diminta dihidangkan ruang depan di mana beliau dan santrinya sedang duduk bersila.

Nasi satu kendil itu dibagi-bagikan kepada semua tamu. Anehnya, setiap orang mendapatkan satu piring penuh, cukup untuk makan kenyang.

Kemudian karamah lainnya yang dimiliki karomah sang kiai yaitu ketika sakit yang selanjutnya meninggal dunia pada Senin Pahing, 27 Muharram 138 H atau 10 Juni 1961, Kiai Zaenal Makarim (Karang Gede) bermimpi bertemu Kiai Ahmad Siroj.

“Mengapa saya sakit tak kau jenguk?” Tanya Kiai Ahmad Siroj kepada Kiai Zaenal Makarim dalam mimpi. Terperanjatlah Kiai Zaenal Makarim, lalu seketika dia berangkat ke Solo untuk menjenguk Kiai Ahmad Siroj.

Sesampai di Solo, ternyata jenazah telah diberangkatkan sampai di Jalan Rajiman, Kadipolo. Kejadian serupa juga dialami oleh Sayyid Abdullah di Kepatihan, Solo. Pada pagi hari itu, sekitar pukul 05.00 WIB mimpi didatangi Kiai Ahmad Siroj, dan membangunkannya seraya berucap “Sampun nggih Bib, kula rumiyin, sampeyan kantun.” (Sudahlah Bib, saya duluan, Anda menyusul).

Alangkah terkejutnya Sang Habib, ketika Sayyid Abdullah pergi ke Panularan di mana rumah Kiai Ahmad Siroj. Ternyata dapat berita, bahwa Kiai Ahmad Siroj telah meninggal dunia pada pukul 04.00 pagi hari itu.

“Anehnya, pukul 04.00 pagi Kiai Ahmad Siroj meninggal, pukul 05.00 laksana berkunjung ke Kepatihan” kata Sayyid Abdullah, dalam hati tidak kurang herannya.

Doa pun segera dipanjatkan bagi almarhum Kiai Ahmad Siroj. Kiai Ahmad Siroj dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Makam Haji, Kartasura, Sukoharjo.

Semasa hidup, Kiai Ahmad Siroj tidak pernah mengaku sebagai seorang waliyullah secara pribadi. Namun, banyak orang mengakui kewalian almarhum beserta karomahnya.
(hri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1626 seconds (0.1#10.140)