Kesaktian Sunan Ampel Tak Tembus Ditikam Keris Lembu Peteng

Kamis, 07 September 2023 - 15:00 WIB
loading...
Kesaktian Sunan Ampel Tak Tembus Ditikam Keris Lembu Peteng
Sunan Ampel atau Raden Rahmat merupakan salah satu Wali Songo yang memiliki kesaktian dan menyebarkan ajaran Islam di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa. Foto/Ilustrasi/Wikipedia
A A A
SUNAN AMPELmerupakan salah satu Wali Songo tertua yang mula-mula menyebarkan ajaran Islam di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa. Dalam syiarnya Sunan Ampel atau Raden Rahmat yang memiliki kesaktian selalu memakai pendekatan merangkul.

Sunan Ampel mengutamakan pendekatan persuasif, yakni pendekatan keluarga yang penuh empati.



Sebab saat menjejakkan kaki di tanah Jawa, yakni sebelumnya sempat mampir di Palembang dan bertemu Adipati Arya Damar, Sunan Ampel menjumpai situasi sosial di mana mayoritas masyarakat Majapahit memeluk Hindu, Budha dan Kapitayan.

Kendati demikian, meski sudah melakukan cara merangkul, ajaran Islam yang dibawa Sunan Ampel tidak bisa serta merta diterima. Bahkan tidak sedikit orang-orang Majapahit yang blak-blakan menentang, bahkan menyerang.



Dalam Babad Tanah Jawi dituturkan bagaimana seorang penguasa Madura bernama Lembu Peteng tidak menyukai Sunan Ampel. Ketidaksukaan itu diperlihatkan dengan mengusir dua orang ulama utusan Sunan Ampel, yakni Khalifah Usen dan Syekh Ishak.

“Bahkan tak cukup mengusir kedua utusan itu, Lembu Peteng dikisahkan telah datang ke Ampeldenta, menyamar dan berbaur dengan santri,” demikian dikutip dari buku Atlas Wali Songo (2016).



Sunan Ampel merupakan putra Syekh Ibrahim As-Samarkandi yang datang dari Kerajaan Campa (sekarang Kamboja). Kedatangannya di Jawa pada awal dasawarsa keempat abad ke-15 seiring dengan runtuhnya Kerajaan Campa akibat diserang Kerajaan Koci (Vietnam).

Di Kota Surabaya, yakni di kampung Ampel, Raden Rahmat diangkat sebagai Imam dengan gelar sunan sekaligus berkedudukan sebagai wali di Ngampeldenta atau Ampeldenta. Pengangkatan itu dilakukan oleh Raja Majapahit. Mengacu catatan Sedjarah Regent Soerabaja, Sunan Ampel bahkan disebut sebagai bupati pertama Surabaya.

Sementara itu penyamaran penguasa Madura Lembu Peteng sebagai santri di Ampel bertujuan buruk. Lembu Peteng membawa misi mencelakai Sunan Ampel. Rencana itu ia kerjakan pada waktu menjelang salat isya, di mana dirinya sudah bersembunyi di kulah atau tempat wudhu.

Sewaktu melihat Sunan Ampel datang, Lembu Peteng diam-diam menghunus sebilah keris dan langsung melakukan serangan tikaman ke tubuh Sunan Ampel. Ajaib. Keris pusaka itu tidak mampu melukai Sunan Ampel.

Lembu Peteng pun langsung menyatakan takluk dan meminta ampun. “Lembu Peteng dikisahkan mau memeluk Islam setelah peristiwa itu”. Pada kisah lain diceritakan gangguan datang saat Sunan Ampel mengajarkan salat lima waktu.

Gerakan ibadah salat Sunan Ampel dipandang aneh dan ditertawakan oleh orang-orang Majapahit. Namun Sunan Ampel menghadapi cemooh itu dengan sabar, tanpa memperlihatkan kegusaran.

Sunan Ampel juga dicela saat hendak makan karena menghindari daging babi dan katak, dan memilih mengambil daging kambing yang berbau prengus atau apak.

Sunan Ampel dikatakan kurang akal karena tidak memilih daging babi yang lebih gurih dan daging katak yang rasanya lebih nikmat. Sunan Ampel menjawab cercaan orang-orang Majapahit itu dengan melempar senyuman.

Dalam Babad Tanah Jawi dituturkan Sunan Ampel yang merupakan ayah Sunan Bonang dan Sunan Drajat tidak marah dan tetap bersikap sabar. “Ananging putra Champa datang duka maring bocah Majapahit, mila bocah maksih nom-noman,” demikian tertulis dalam Babad Tanah Jawi.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2409 seconds (0.1#10.140)