Indonesia Butuh Pendidikan Karakter sejak Dini

Selasa, 22 November 2016 - 05:25 WIB
Indonesia Butuh Pendidikan Karakter sejak Dini
Indonesia Butuh Pendidikan Karakter sejak Dini
A A A
YOGYAKARTA - Masyarakan di Tanah Air dinilai kian rentan. Sedikit persoalan saja, capat memicu gesekan dalam skala yang lebih besar.

Persoalan ini pun menjadi perhatian banyak pihak. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) M Afnan Hadikusumo menyebut, Indonesia butuh pendidikan karakter sejak dini.

“Kita perlu pendidikan karakter sejak dini,” ucap Afnan dalam Focus Group Discussion-Persatuan Wartawan Indonesia (FGD-PWI) bertema Merajut ke-Indonesiaan Dalam Bingkai NKRI, di Gedung PWI Jalan Gambiran, Senin 21 November 2016.

Afnan mengatakan, saat dirinya berkesempatan melakukan kunjungan ke Jepang, dia melihat banyak hal. Salah satunya pengajaran bagi siswa usia dini.

Jika di Indonesia siswa diajarkan tentang baca tulis dan hitung (calistung), maka siswa usia dini di Negeri Sakura justru diajarkan buday antre.

“Budaya antre mendidik banyak hal. Dengan mengantre orang akan lebih sabar, dengan mengantre orang akan lebih mudah memberikan kesempatan kepada orang lain dan seterusnya. Justru budaya itu yang lebih penting,” tuturnya.

Afnan menjelaskan, selain pendidikan karakter memperkuat NKRI juga harus dilakukan melalui banyak hal. Terlebih, pasca aksi damai 4 November 2016 yang menurutnya merupakan akumulasi dari sederet persoalan yang terjadi sebelumnya.

Di antaranya mengembalikan otonomi daerah pada relnya. Itu dilakukan melalui penguatan daerah, dan pemberian otoritas kepada kepala daerah untuk menentukan arah pembangunan sesuai dengan visi misi saat kampanya.

“Penegakan hukum harus dilakukan secara konsisten. Pemimpin harus memberi teadan bagi generasi yang akan datang,”katanya.

Andrie Irawan, Dosen Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) mengatakan, perbedaan sangat penting untuk melahirkan cinta yang hakiki.

Indonesia, kata dia, juga terlahir dari sumbangsih kaum minoritas. “Maka Jadikan perbedaan sebagai fondasi persatuan, bukan perpecahan,” pintanya.

Sementara M Jadul Maulana menilai, Bhineka Tunggal Ika sangat pas untuk Indonesia. Sayangnya, meski cukup banyak yang mengerti namun tidak cukup banyak yang sanggup menghayatinya secara sungguh-sungguh. “Kebudayaan menjadi alat merajut kebinekaan yang awalnya berbeda,”
katanya.

Dia memaparkan, budaya Aceh, Maluku dan budaya-budaya lain menyatu dalam Nusantara untuk mengembangkan diri. “Jadi Bhineka Tunggal Ika sudah terbentuk jauh sebelum abad 19,” katanya.

FGD PWI menghasilkan tiga poin deklarasi, yakni kebhinekaan adalah tonggak pemersatu bangsa yang harus dijunjug tinggi dengan rasa bangga.

Kebhinekaan harus dimaknai melalui pemahaman terhadap keragaman berdasarkan asas spiritualitas dan poin ketiga NKRI berdasarkan Pancasila harga mati.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.3169 seconds (0.1#10.140)