Kisah 200 Kapal Perang Mongol Dikirim ke Singasari Usai Utusan Dipotong Telinganya oleh Raja Kertanegara
loading...
A
A
A
KEKAISARAN Mongol marah besar usai mengetahui utusan mereka yang dikirim ke Kerajaan Singasari, Mengki diperlakukan tidak hormat dan dipotong telingannya oleh Raja Kertanegara. Peristiwa ini berlangsung pada 1289 Masehi.
Kaisar Kubilai Khan yang berkuasa di Mongol marah dan memutuskan mengirimkan pasukan besar-besaran ke Pulau Jawa. Armada perang yang terdiri ratusan ribu pasukan diangkut kapal perang dikerahkan.
Kubilai Khan mulai mempersiapkan tentaranya untuk melakukan hukuman atas penghinaan yang dilakukan oleh Raja Singasari Kertanegara. Armada pasukan perang Mongol dikumpulkan dari 3 daerah di China, yakni Fukien, Kiang-Si, dan Hukuang.
Foto/Ilustrasi/Ist
Diperkirakan jumlah pasukan ini sebesar lebih dari 200.000 pasukan dengan pasukan inti yang terdiri dari pasukan berkuda terlatih sebanyak 50.000 orang.
Mereka berasal dari kesatuan berkuda di Ching-Yuan dekat Ning Po atau daerah selatan Shanghai, yang berada langsung di bawah pimpinan Shih Pi, sebagaimana dikutip dari "Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru: Menafsir Ulang Sejarah Majapahit Timur".
Pasukan perang berkuda Mongol merupakan pasukan gerak cepat dan terlatih dalam berbagai medan pertempuran, baik di Asia barat maupun Eropa.
Secara keseluruhan pasukan besar ini dipimpin oleh Shih Pi dengan pembantunya, yaitu Ike Mese dan Kau Hsing.
Shih Pi adalah panglima yang merupakan orang Mongol asli. Sedangkan Kau Hsing merupakan orang Cina.
Pasukan besar ini kemudian dikumpulkan di pelabuhan Chuan-chau sebagai pusat pemberangkatan. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Shih Pi dan Ike Mese sendiri bergerak lewat daratan menuju Chuan-chou. Sedangkan Kau Hsing membawa perbekalan melalui laut menuju pelabuhan tersebut.
Setelah semua pasukan berkumpul akhirnya pasukan Mongol bergerak menuju tanah Jawa dengan kekuatan 1.000 kapal besar, dengan penumpang di tiap-tiap kapal diperkirakan berisi 200 orang. Armada besar ini kemudian berangkat dari pelabuhan Chuan-chou menuju ke selatan dengan tujuan ke Jawa.
Pada pelayaran armada besar ini ditolak untuk singgah di Champa untuk sekadar mengisi persediaan makanan dan air. Hal itu karena Raja Champa telah bersekutu dengan Singasari, dengan adanya perkawinan Raja Champa Jayasinghawarman III dengan putri Tapasi dari Singasari.
Penolakan ini memaksa armada besar ini meneruskan pelayaran dan berlabuh di Pulau Belitung untuk mengisi perbekalan dan menyusun strategi dan rencana penyerangannya.
Di Belitung para pasukan menebang pohon dan membuat perahu berukuran lebih kecil untuk masuk ke sungai-sungai di Pulau Jawa yang sempit sambil memperbaiki kapal-kapal yang telah berlayar mengarungi lautan yang cukup jauh.
Armada besar ini kemudian menyusun strategi peperangan dan mendarat di pelabuhan Tuban pada 1 Maret 1293 Masehi.
Dari Tuban, Shih Pi mendengar bahwa seorang penguasa lokal bernama Tuhan Pijaya (Nararya Sangramawijaya) atau Raden Wijaya akan bergabung untuk menyerang Raja Jawa yang ada di Kediri bernama Jayakatwang menggantikan raja terdahulu yang meninggal dunia bernama Kertanagara.
Kaisar Kubilai Khan yang berkuasa di Mongol marah dan memutuskan mengirimkan pasukan besar-besaran ke Pulau Jawa. Armada perang yang terdiri ratusan ribu pasukan diangkut kapal perang dikerahkan.
Kubilai Khan mulai mempersiapkan tentaranya untuk melakukan hukuman atas penghinaan yang dilakukan oleh Raja Singasari Kertanegara. Armada pasukan perang Mongol dikumpulkan dari 3 daerah di China, yakni Fukien, Kiang-Si, dan Hukuang.
Foto/Ilustrasi/Ist
Diperkirakan jumlah pasukan ini sebesar lebih dari 200.000 pasukan dengan pasukan inti yang terdiri dari pasukan berkuda terlatih sebanyak 50.000 orang.
Mereka berasal dari kesatuan berkuda di Ching-Yuan dekat Ning Po atau daerah selatan Shanghai, yang berada langsung di bawah pimpinan Shih Pi, sebagaimana dikutip dari "Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru: Menafsir Ulang Sejarah Majapahit Timur".
Pasukan perang berkuda Mongol merupakan pasukan gerak cepat dan terlatih dalam berbagai medan pertempuran, baik di Asia barat maupun Eropa.
Secara keseluruhan pasukan besar ini dipimpin oleh Shih Pi dengan pembantunya, yaitu Ike Mese dan Kau Hsing.
Shih Pi adalah panglima yang merupakan orang Mongol asli. Sedangkan Kau Hsing merupakan orang Cina.
Pasukan besar ini kemudian dikumpulkan di pelabuhan Chuan-chau sebagai pusat pemberangkatan. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Shih Pi dan Ike Mese sendiri bergerak lewat daratan menuju Chuan-chou. Sedangkan Kau Hsing membawa perbekalan melalui laut menuju pelabuhan tersebut.
Setelah semua pasukan berkumpul akhirnya pasukan Mongol bergerak menuju tanah Jawa dengan kekuatan 1.000 kapal besar, dengan penumpang di tiap-tiap kapal diperkirakan berisi 200 orang. Armada besar ini kemudian berangkat dari pelabuhan Chuan-chou menuju ke selatan dengan tujuan ke Jawa.
Pada pelayaran armada besar ini ditolak untuk singgah di Champa untuk sekadar mengisi persediaan makanan dan air. Hal itu karena Raja Champa telah bersekutu dengan Singasari, dengan adanya perkawinan Raja Champa Jayasinghawarman III dengan putri Tapasi dari Singasari.
Penolakan ini memaksa armada besar ini meneruskan pelayaran dan berlabuh di Pulau Belitung untuk mengisi perbekalan dan menyusun strategi dan rencana penyerangannya.
Di Belitung para pasukan menebang pohon dan membuat perahu berukuran lebih kecil untuk masuk ke sungai-sungai di Pulau Jawa yang sempit sambil memperbaiki kapal-kapal yang telah berlayar mengarungi lautan yang cukup jauh.
Armada besar ini kemudian menyusun strategi peperangan dan mendarat di pelabuhan Tuban pada 1 Maret 1293 Masehi.
Dari Tuban, Shih Pi mendengar bahwa seorang penguasa lokal bernama Tuhan Pijaya (Nararya Sangramawijaya) atau Raden Wijaya akan bergabung untuk menyerang Raja Jawa yang ada di Kediri bernama Jayakatwang menggantikan raja terdahulu yang meninggal dunia bernama Kertanagara.
(shf)