Bencana Longsor Pulau Serasan Natuna 50 Orang Tewas, Ini Hasil Analisa PVMBG
loading...
A
A
A
NATUNA - Bencana longsor atau pergerakan tanah di Pulau Serasan, Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) pada 6 Maret 2023 mengakibatkan 50 orang tewas dan 4 orang hilang. Longsor di kawasan ini ternyata pernah terjadi pada 1982.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan, longsor terjadi di beberapa titik. Di antaranya yakni Kampung Holon, Dusun Genting, Desa Pangkalan; Kampung Hilir, Desa Air Raya, Kecamatan Serasan; Dusun Air Laugo, Desa Air Ringau; Desa Arung Ayam; dan Desa Air Nusa, Kecamatan Serasan Timur.
“Berdasarkan informasi warga lokal, di Pulau Serasan pernah terjadi gerakan tanah pada tahun 1982 dan berulang saat ini tahun 2023,” ungkap PVMBG dalam keterangan resminya, Jumat (24/3/2023).
Diketahui, update terakhir BNPB 18 Maret 2023 kejadian tersebut mengakibatkan 50 korban ditemukan meninggal dunia, 4 jiwa dalam pencarian, 4 luka berat, 3 luka ringan, pengungsi 478 orang.
Kerugian material diantaranya 147 rumah terdampak, 1 musala dan 1 sekolah dasar.
PVMBG melaporkan sebaran longsor di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna yakni 5 titik longsoran rotasional skala besar (Genting, Air Raya, Air Ringau Air Laugo, Arum Ayam, Air Nusa).
Kemudian, 18 titik longsoran skala kecil, 7 titik aliran bahan rombakan (banjir bandang), dan 3 titik zona jatuhan batu.
“Gerakan tanah dipengaruhi oleh kondisi geologi dan morfologi serta proses penjenuhan air akibat infiltrasi air (hujan) sebagai pemicu yang berlangsung ekstrim. Tipe gerakan tanah pada tanah transported tipe aliran (flow), sedangkan tipe tanah residu dapat membentuk tipe (slide). Selain itu terdapat tipe Jatuhan Batu dan Erosional,” jelas PVMBG.
Selain itu, Pulau Serasan mempunyai morfologi perbukitan bergelombang sedang-tinggi dan berada disekitar kelurusan lereng, lembah sungai, tekuk lereng dan juga morfologi longsoran lama dengan kelerengan yang bervariasi dengan kemiringan lereng 15-45 derajat.
Sementara itu, secara geologi Pulau Serasan disusun oleh Batuan Plutonik Serasan (intrusi), Formasi Kutai (Endapan Sungai), Formasi Balau (Endapan Flish) dan Endapan Pantai.
Dari kajian tersebut, PVMBG pun merekomendasikan agar dilakukan upaya mitigasi struktural dan nonstruktural perlu segera dilakukan agar kejadian gerakan tanah dapat diantisipasi.
“Untuk memperlambat atau menghindari peresapan atau penjenuhan air ke tanah dan mengantisipasi terjadinya perkembangan gerakan tanah agar dilakukan penutupan dan pemadatan retakan dengan tanah liat atau material yang kedap air,” lanjutnya.
Selain itu, mengidentifikasikan, menata, dan membuat saluran, alur-alur air, sungai, drainase yang bersumber dari lereng atas, dan tidak membuat lahan basah atau kolam atau tampungan air di bagian atas dan kaki lereng untuk menghindari penjenuhan dan pembebanan.
PVMBG juga meminta agar dilakukan perubahan penggunaan lahan di lereng atas dan tengah dengan tanaman berakar kuat dan dalam. Membuat zona sempadan antara permukiman dan sungai berdasarkan aturan yang berlaku.
“Pemantauan retakan, rekahan, amblasan, perlu dilakukan untuk antisipasi gerakan tanah susulan. Pembuatan rambu atau tanda rawan gerakan tanah dan jalur evakuasi. Peningkatan kewaspadaan dan kepedulian masyarakat dengan membentuk satuan pemantauan dan pemeriksaan potensi gerakan tanah,” tandas PVMBG.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan, longsor terjadi di beberapa titik. Di antaranya yakni Kampung Holon, Dusun Genting, Desa Pangkalan; Kampung Hilir, Desa Air Raya, Kecamatan Serasan; Dusun Air Laugo, Desa Air Ringau; Desa Arung Ayam; dan Desa Air Nusa, Kecamatan Serasan Timur.
“Berdasarkan informasi warga lokal, di Pulau Serasan pernah terjadi gerakan tanah pada tahun 1982 dan berulang saat ini tahun 2023,” ungkap PVMBG dalam keterangan resminya, Jumat (24/3/2023).
Diketahui, update terakhir BNPB 18 Maret 2023 kejadian tersebut mengakibatkan 50 korban ditemukan meninggal dunia, 4 jiwa dalam pencarian, 4 luka berat, 3 luka ringan, pengungsi 478 orang.
Kerugian material diantaranya 147 rumah terdampak, 1 musala dan 1 sekolah dasar.
PVMBG melaporkan sebaran longsor di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna yakni 5 titik longsoran rotasional skala besar (Genting, Air Raya, Air Ringau Air Laugo, Arum Ayam, Air Nusa).
Kemudian, 18 titik longsoran skala kecil, 7 titik aliran bahan rombakan (banjir bandang), dan 3 titik zona jatuhan batu.
“Gerakan tanah dipengaruhi oleh kondisi geologi dan morfologi serta proses penjenuhan air akibat infiltrasi air (hujan) sebagai pemicu yang berlangsung ekstrim. Tipe gerakan tanah pada tanah transported tipe aliran (flow), sedangkan tipe tanah residu dapat membentuk tipe (slide). Selain itu terdapat tipe Jatuhan Batu dan Erosional,” jelas PVMBG.
Selain itu, Pulau Serasan mempunyai morfologi perbukitan bergelombang sedang-tinggi dan berada disekitar kelurusan lereng, lembah sungai, tekuk lereng dan juga morfologi longsoran lama dengan kelerengan yang bervariasi dengan kemiringan lereng 15-45 derajat.
Sementara itu, secara geologi Pulau Serasan disusun oleh Batuan Plutonik Serasan (intrusi), Formasi Kutai (Endapan Sungai), Formasi Balau (Endapan Flish) dan Endapan Pantai.
Dari kajian tersebut, PVMBG pun merekomendasikan agar dilakukan upaya mitigasi struktural dan nonstruktural perlu segera dilakukan agar kejadian gerakan tanah dapat diantisipasi.
“Untuk memperlambat atau menghindari peresapan atau penjenuhan air ke tanah dan mengantisipasi terjadinya perkembangan gerakan tanah agar dilakukan penutupan dan pemadatan retakan dengan tanah liat atau material yang kedap air,” lanjutnya.
Selain itu, mengidentifikasikan, menata, dan membuat saluran, alur-alur air, sungai, drainase yang bersumber dari lereng atas, dan tidak membuat lahan basah atau kolam atau tampungan air di bagian atas dan kaki lereng untuk menghindari penjenuhan dan pembebanan.
PVMBG juga meminta agar dilakukan perubahan penggunaan lahan di lereng atas dan tengah dengan tanaman berakar kuat dan dalam. Membuat zona sempadan antara permukiman dan sungai berdasarkan aturan yang berlaku.
“Pemantauan retakan, rekahan, amblasan, perlu dilakukan untuk antisipasi gerakan tanah susulan. Pembuatan rambu atau tanda rawan gerakan tanah dan jalur evakuasi. Peningkatan kewaspadaan dan kepedulian masyarakat dengan membentuk satuan pemantauan dan pemeriksaan potensi gerakan tanah,” tandas PVMBG.
(shf)