Ritual Cupu Kiai Panjala Dipercaya Bisa Melihat Masa Depan

Selasa, 13 Oktober 2015 - 22:00 WIB
Ritual Cupu Kiai Panjala Dipercaya Bisa Melihat Masa Depan
Ritual Cupu Kiai Panjala Dipercaya Bisa Melihat Masa Depan
A A A
GUNUNGKIDUL - Sejak Senin petang 12 Oktober, suasana di Dusun Mendak, Desa Girisekar, Panggang sudah ramai lalu lalang masyarakat. Berbagai kendaraan dengan nomor polisi baik dalam dan luar DIY nampak menuju dusun tersebut.

Semua ingin menyaksikan agenda ritual budaya tahunan pembukaan Cupu Kiai Panjala. Malam harinya, ribuan warga tumplek menjadi satu di areal halaman Dwijo Sumarto, pemilik cupu keturunan Kiai Panjala tersebut.

Pukul 24.00 WIB agenda masih belum dimulai. Para warga yang berasal dari seputar DIY dan Jawa Tengah masih tetap tenang menantikan acara buka cupu dimulai.

Sekitar pukul 00.30 WIB, warga yang bisa masuk dalam rumahpun diberikan nasi untuk dimakan bersama. Untuk bisa masuk rumah dan ikut menyaksikan secara langsung pembukaan cupu tersebut, masyarakat harus datang lebih awal dan rela duduk sejak sekitar puku 21.00 WIB hingga pukul 02.00 WIB.

”Satu piring bisa dimakan bersama orang disamping anda, atau dimasukkan plastik dan dibawa pulang,” ucap Dwijo Sumarto memulai acara.

Setelah agenda selesai, tibalah saat sebuah buntalan kain besar dikeluarkan dari sentong (rumah bagian belakang) menuju ke rumah depan.

Para abdi dalem Keraton nampak membawa buntalan kain yang didalamnnya berisi tiga guci yang disebut Semar Kinandu, Kalang Kinantang serta Kenthiwiri tersebut.

Pukul 02.00 WIB tepat, Dwijo Sumarto kemudian membuka satu persatu buntalan kain. Secara cermat para abdi dalem keraton Yogyakarta yang berada di sekitar cupu tersebut ikut memerhatikan gambar atau tulisan yang ada dalam kain tersebut.

“Kita tidak akan mengartikan makna dalam kain, silahkan masyarakat memaknai sendiri, hanya memang dipercaya ini perlambang satu tahun ke depan,” ucap Diwo melanjutkan.

Beberapa perlambang akhirnya muncul. Beberapa diantaranya adalah adanya huruf ABD, ada replika kayu, ada kepala kera hingga bercak darah dan kain yang kering.

Selain itu juga gambar manusia dengan posisi kakinya diangkat serta kepala singa dengan muka mengaum menghadap selatan. Para warga pun terdiam sambil merenung dan mencoba mengaitkan makna dari kain penutup guci tersebut.

Begitu juga setelah sebuah peti kayu kecil tempat menyimpan tiga guci yang berumur ratusan tahun tersebut mulai dibuka. Terpampang tiga guci kecil dengan posisi yang berbeda seperti saat pertama diletakkan satu tahun yang lalu.

”Untuk guci besar Semar Kinandu posisi tegak lurus, namun untuk guci kedua Kalang Kinantang miring ke selatan dan guci paling kecil Kenthiwiri tetap tegak,” lanjutnya.

Tidak ada kata-kata yang terucap dari ribuan warga yang memadati areal rumah hingga dibuatkan tanda-tanda tersebut hingga tiga guci digilir memutar untuk bisa dipelintir perlahan sebelum dimasukkan kembali.

Kepala Seksi Kebudayan Dinas Kebudayaan dan Kepariwisatan (Disbudpar) Gunungkidul Dwijo Winarto mengatakan, ritual buka Cupu Kiai Panjolo merupakan agenda rutin budaya.

Banyak kalangan percaya kain kafan memberikan perlambang atau siratan gambaran keadaan Gunungkidul, bahkan Indonesia dalam satu tahun mendatang.

”Ini sebuah agenda budaya dan ada unsur kepercayaan. Jadi boleh percaya boleh tidak. Namun setiap stau tahun Dusun Mendhak menjadi dusun paling ramai di Gunungkidul karena ritual tersebut,” katanya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 4.5015 seconds (0.1#10.140)