Kisah Pilu Dyah Pitaloka Pilih Bunuh Diri setelah Melihat Keluarganya Dibantai Pasukan Majapahit
loading...
A
A
A
Di bawah komando Gajah Mada , pasukan Majapahit berhasil menghancurkan pasukan Kerajaan Sunda, dalam Perang Bubat. Namun ironisnya, pasukan Kerajaan Sunda, yang datang ke Majapahit bukan untuk perang tersebut, harus menghadapi pertempuran sengit saat mengantarkan calon pengantin.
Kemenangan pasukan Majapahit tersebut, ternyata juga harus dibayar mahal. Putri Kerajaan Sunda, Dyah Pitaloka Citraresmi memilih tidak menikah dengan Raja Majapahit, Hayam Wuruk, dan nekat bunuh diri setelah melihat ayahnya serta seluruh rombongan Kerajaan Sunda gugur dalam Perang Bubat.
Jauh sebelum Raja Sunda, Maharaja Linggabuana Wisesa, bersama permaisuri, dan beberapa pejabat istana berangkat ke Majapahit, untuk mengantarkan Dyah Pitaloka Citraresmi, sekaligus melangsungkan pesta pernikahan di ibu kota Majapahit. Sudah muncul pertanda buruk.
Pertanda buruk itu muncul saat rombongan kecil Kerajaan Sunda hendak berangkat ke Majapahit. Rombongan itu dihadapkan dengan peristiwa yang sangat aneh. Air laut tempat kapal-kapal mereka bersandar untuk menuju ibu kota Majapahit, tiba-tiba berubah warna menjadi merah darah.
Pertanda buruk itu tak dihiraukan oleh Maharaja Linggabuana Wisesa, dan rombongannya.
Mereka tetap berangkat menuju Majapahit, dengan penuh misteri. Tidak terlalu banyak pasukan yang mengiringi perjalanan Maharaja Linggabuana Wisesa ke Majapahit. Perjalanan jauh akan mereka tempuh dari Galuh, menuju ibu kota Majapahit di Trowulan.
Ratusan rakyat Galuh, mengantarkan sang putri beserta raja dan punggawa menuju pantai. Mereka semua menyaksikan misteri air laut yang berubah warna menjadi merah darah itu. Dikutip dari buku "Perang Bubat 1279 Saka: Membongkar Fakta Kerajaan Sunda Vs Kerajaan Majapahit" tulisan Sri Wintala Achmad, rombongan ini berangkat di hari yang ditentukan ke Majapahit.
Peristiwa Perang Bubat, diduga tak lepas dari kebimbangan Raja Hayam Wuruk dalam mengambil keputusan. Pasalnya sebagi raja muda di Majapahit, Hayam Wuruk selama ini dibantu oleh Mahapatih Gajah Mada yang lebih menjadi tokoh sentral layaknya sebagai posisi perdana menteri.
Rombongan Sunda tiba di Pesanggrahan Bubat, datanglah utusan Patih Amangkubhumi Gajah Mada, yang menyampaikan maksud agar Dyah Pitaloka Citraresmi diserahkan kepada Hayam Wuruk sebagai tanda takluk Sunda ke Majapahit.
Namun hal ini membuat Maharaja Linggabuana Wisesa merasa harga dirinya telah terinjak-injak dengan perlakuan Gajah Mada. Hal ini jelas ditolak oleh Maharaja Linggabuana Wisesa. Tetapi sebagai raja yang arif, Maharaja Linggabuana Wisesa enggan bertindak gegabah, untuk serta merta langsung mengadakan perlawanan di tempat itu.
Kemenangan pasukan Majapahit tersebut, ternyata juga harus dibayar mahal. Putri Kerajaan Sunda, Dyah Pitaloka Citraresmi memilih tidak menikah dengan Raja Majapahit, Hayam Wuruk, dan nekat bunuh diri setelah melihat ayahnya serta seluruh rombongan Kerajaan Sunda gugur dalam Perang Bubat.
Jauh sebelum Raja Sunda, Maharaja Linggabuana Wisesa, bersama permaisuri, dan beberapa pejabat istana berangkat ke Majapahit, untuk mengantarkan Dyah Pitaloka Citraresmi, sekaligus melangsungkan pesta pernikahan di ibu kota Majapahit. Sudah muncul pertanda buruk.
Pertanda buruk itu muncul saat rombongan kecil Kerajaan Sunda hendak berangkat ke Majapahit. Rombongan itu dihadapkan dengan peristiwa yang sangat aneh. Air laut tempat kapal-kapal mereka bersandar untuk menuju ibu kota Majapahit, tiba-tiba berubah warna menjadi merah darah.
Pertanda buruk itu tak dihiraukan oleh Maharaja Linggabuana Wisesa, dan rombongannya.
Mereka tetap berangkat menuju Majapahit, dengan penuh misteri. Tidak terlalu banyak pasukan yang mengiringi perjalanan Maharaja Linggabuana Wisesa ke Majapahit. Perjalanan jauh akan mereka tempuh dari Galuh, menuju ibu kota Majapahit di Trowulan.
Ratusan rakyat Galuh, mengantarkan sang putri beserta raja dan punggawa menuju pantai. Mereka semua menyaksikan misteri air laut yang berubah warna menjadi merah darah itu. Dikutip dari buku "Perang Bubat 1279 Saka: Membongkar Fakta Kerajaan Sunda Vs Kerajaan Majapahit" tulisan Sri Wintala Achmad, rombongan ini berangkat di hari yang ditentukan ke Majapahit.
Peristiwa Perang Bubat, diduga tak lepas dari kebimbangan Raja Hayam Wuruk dalam mengambil keputusan. Pasalnya sebagi raja muda di Majapahit, Hayam Wuruk selama ini dibantu oleh Mahapatih Gajah Mada yang lebih menjadi tokoh sentral layaknya sebagai posisi perdana menteri.
Rombongan Sunda tiba di Pesanggrahan Bubat, datanglah utusan Patih Amangkubhumi Gajah Mada, yang menyampaikan maksud agar Dyah Pitaloka Citraresmi diserahkan kepada Hayam Wuruk sebagai tanda takluk Sunda ke Majapahit.
Namun hal ini membuat Maharaja Linggabuana Wisesa merasa harga dirinya telah terinjak-injak dengan perlakuan Gajah Mada. Hal ini jelas ditolak oleh Maharaja Linggabuana Wisesa. Tetapi sebagai raja yang arif, Maharaja Linggabuana Wisesa enggan bertindak gegabah, untuk serta merta langsung mengadakan perlawanan di tempat itu.