Kisah Ratu Dewata, Raja Alim yang Taat dan Mengabaikan Urusan Militer

Jum'at, 08 Juli 2022 - 08:15 WIB
Peninggalan Kerajaan Pajajaran yang pernah dipimpin oleh Ratu Dewata, raja alim yang taat dan mengabaikan urusan militer. Foto: Istimewa
Pada abad ke-16 Kerajaan Sunda dipimpin oleh Ratu Dewata yang menggantikan ayahnya Surawisesa . Berbeda dengan Surawisesa yang dikenal sebagai panglima perang yang perwira, perkasa dan pemberani, Ratu Dewata sangat alim dan taat kepada agama dan cenderung mengabaikan urusan kemiliteran negara.

Bahkan, sebagai penganut Hindu yang taat ia melakukan upacara sunatan (adat khitan pra-Islam) dan melakukan tapa pwah-susu, Ratu Dewata hanya makan buah-buahan dan minum susu. Menurut istilah sekarang vegetarian.

Sikap Ratu Dewata yang alim dan rajin bertapa, menurut norma kehidupan zaman itu tidak tepat karena raja harus "memerintah dengan baik". Tapa-brata seperti yang dilakukannya itu hanya boleh dilakukan setelah turun tahta dan menempuh kehidupan manurajasuniya seperti yang telah dilakukan oleh Wastu Kancana.





Dalam Carita Parahiyangan, pada masa pemerintahan Ratu Dewata ini terjadi serangan mendadak ke Ibukota Pakuan dan musuh "tambuh sangkane" (tidak diketahui asal-usulnya). Namun saat itu Ratu Dewata masih beruntung karena memiliki para perwira tangguh yang pernah mendampingi ayahnya dalam 15 kali pertempuran.

Sebagai veteran perang, para perwira ini masih mampu menghadapi sergapan musuh. Di samping itu, ketangguhan benteng Pakuan peninggalan Sri Baduga menyebabkan serangan kilat Banten (dan mungkin dengan Kalapa) ini tidak mampu menembus gerbang Pakuan.

Penyerang tidak sukses menembus pertahanan kota, tetapi dua orang senapati Pajajaran gugur, yaitu Tohaan Ratu Sangiang dan Tohaan Sarendet. [Kokohnya benteng Pakuan adalah pertama merupakan jasa Banga yang pada tahun 739 diproduksi menjadi raja di Pakuan yang merupakan bawahan Raja Galuh.

Beliau ketika itu berupaya membebaskan diri dari kekuasaaan Manarah di Galuh. Beliau sukses setelah berjuang selama 20 tahun dan keberhasilannya itu di awali dengan pembuatan parit pertahanan kota. Kemudian keadaan Pakuan ini diperluas pada zaman Sri Baduga seperti yang bisa ditemukan pada Pustaka Nagara Kretabhuni I/2 yang pokoknya selang lain (artinya saja).

Pada masa itu, Sang Maharaja membuat karya luhur, yaitu membangun telaga luhur yang bernama Maharena Wijaya, membuat jalan yang menuju ke ibukota Pakuan dan jalan ke Wanagiri, memperteguh kedatuan, memberikan desa (perdikan) kepada semua pendeta dan pengiringnya bagi menggairahkan perkara agama yang diproduksi menjadi penuntun kehidupan rakyat.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content