BBM Subsidi Seharusnya Hanya untuk Kendaraan Roda Dua
Minggu, 26 Juni 2022 - 08:49 WIB
SURABAYA - Isu pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi oleh pemerintah semakin santer. Rencana terbaru Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) akan melakukan skema pembatasan melalui aplikasi MyPertamina.
Pengamat independen industri Minyak dan Gas (Migas) Dr Komaidi Notonegoro SE ME meragukan cara ini akan sulit dilakukan di lapangan. Alasannya pegawai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) akan berhadapan dengan pengendara mobil yang merasa punya hak membeli BBM pertalite maupun solar bersubsidi.
Baca juga: Pengamat Beberkan Kelemahan Pembatasan Beli BBM lewat Aplikasi
"Yang ada terjadi banyak pertikaian dengan pegawai SPBU, belum lagi tidak semua konsumen punya akses jaringan internet seperti di pelosok," beber Komaidi saat ditemui usai menghadiri dialog interaktif yang digelar PMII di Islamic Center, Sabtu (25/6/2022) sore.
Lalu bagaimana agar BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar subsidi bisa dinikmati masyarakat yang kurang mampu. Menurut Komaidi, solusinya sederhana saja yakni dengan membuat pengumuman bahwa yang bisa beli Pertalite hanya roda dua saja. Sedangkan mobil bisa menggunakan BBM non subsidi.
"Logikanya begini. Orang yang beli mobil khan tidak mungkin tidak bisa beli BBM dengan oktan tinggi. Jika memang mereka memang hanya mampu beli Pertalite yang harganya Rp7.000-an, pasti kemampuannya hanya membeli kendaraan roda dua," tegas Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu.
Komaidi di hadapan mahasiswa PMII juga menyebutkan jika subsidi BBM yang ada saat ini sudah sangat membebani negara. Dan jika dibiarkan terus dinikmati oleh orang yang mampu beli mobil tetapi tidak bisa beli BBM non subsidi, maka subsidi untuk pendidikan dan pupuk pun akan tergenjet oleh kebutuhan subsidi BBM.
"Subsidi ditujukan untuk masyarakat kurang mampu. Nah kalau sudah mampu beli mobil, masa tidak mampu beli BBM non subsidi," kritik alumnus Fakultas Ekonomi Unair itu.
Hal yang sama juga diamini oleh anggota Komisi C DPRD Surabaya, Abdul Ghoni Mukhlas Nia'm yang miris melihat nasib para nelayan di Kenjeran Surabaya yang tak bisa melaut karena tak punya solar.
"Solar ada, dijual di Pertamini yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan SPBU legal. Solar yang harganya Rp5.150 per liter, dijual seharga Rp10.000-an," papar Ghoni yang juga menjadi pembicara dalam dialog interaktif itu.
DPRD Surabaya sepakat akan mengawal subsidi solar ini benar-benar bisa dinikmati oleh nelayan. Sebab jika Solar bersubsidi tak bisa diakses nelayan maka ekonomi nelayan di Kenjeran akan semakin terpuruk.
"Nelayan di Kenjeran itu sudah banyak masalah mulai dari kelangkaan solar bersubsidi hingga kasus stanting atau gizi buruk yang menimpa anak mereka, akibat keterbatasan ekonomi," tandas legislator dari PDIP itu
Pengamat independen industri Minyak dan Gas (Migas) Dr Komaidi Notonegoro SE ME meragukan cara ini akan sulit dilakukan di lapangan. Alasannya pegawai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) akan berhadapan dengan pengendara mobil yang merasa punya hak membeli BBM pertalite maupun solar bersubsidi.
Baca juga: Pengamat Beberkan Kelemahan Pembatasan Beli BBM lewat Aplikasi
"Yang ada terjadi banyak pertikaian dengan pegawai SPBU, belum lagi tidak semua konsumen punya akses jaringan internet seperti di pelosok," beber Komaidi saat ditemui usai menghadiri dialog interaktif yang digelar PMII di Islamic Center, Sabtu (25/6/2022) sore.
Lalu bagaimana agar BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar subsidi bisa dinikmati masyarakat yang kurang mampu. Menurut Komaidi, solusinya sederhana saja yakni dengan membuat pengumuman bahwa yang bisa beli Pertalite hanya roda dua saja. Sedangkan mobil bisa menggunakan BBM non subsidi.
"Logikanya begini. Orang yang beli mobil khan tidak mungkin tidak bisa beli BBM dengan oktan tinggi. Jika memang mereka memang hanya mampu beli Pertalite yang harganya Rp7.000-an, pasti kemampuannya hanya membeli kendaraan roda dua," tegas Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu.
Komaidi di hadapan mahasiswa PMII juga menyebutkan jika subsidi BBM yang ada saat ini sudah sangat membebani negara. Dan jika dibiarkan terus dinikmati oleh orang yang mampu beli mobil tetapi tidak bisa beli BBM non subsidi, maka subsidi untuk pendidikan dan pupuk pun akan tergenjet oleh kebutuhan subsidi BBM.
"Subsidi ditujukan untuk masyarakat kurang mampu. Nah kalau sudah mampu beli mobil, masa tidak mampu beli BBM non subsidi," kritik alumnus Fakultas Ekonomi Unair itu.
Hal yang sama juga diamini oleh anggota Komisi C DPRD Surabaya, Abdul Ghoni Mukhlas Nia'm yang miris melihat nasib para nelayan di Kenjeran Surabaya yang tak bisa melaut karena tak punya solar.
"Solar ada, dijual di Pertamini yang harganya jauh lebih mahal dibandingkan SPBU legal. Solar yang harganya Rp5.150 per liter, dijual seharga Rp10.000-an," papar Ghoni yang juga menjadi pembicara dalam dialog interaktif itu.
DPRD Surabaya sepakat akan mengawal subsidi solar ini benar-benar bisa dinikmati oleh nelayan. Sebab jika Solar bersubsidi tak bisa diakses nelayan maka ekonomi nelayan di Kenjeran akan semakin terpuruk.
"Nelayan di Kenjeran itu sudah banyak masalah mulai dari kelangkaan solar bersubsidi hingga kasus stanting atau gizi buruk yang menimpa anak mereka, akibat keterbatasan ekonomi," tandas legislator dari PDIP itu
(msd)
tulis komentar anda