Heboh Mahasiswa Konser saat Ramadhan, Sulthan Alfaraby: Kampus Harus Tanggung Jawab
Jum'at, 23 April 2021 - 14:10 WIB
BANDA ACEH - Puluhan muda mudi menjadi sorotan masyarak Aceh di media sosial pasca beredarnya video sekelompok orang yang berjoget ria saat live music di salah satu Cafe di kawasan Peunayong, Kota Banda Aceh, Rabu (21/4/2021) malam.
Mereka juga dikabarkan telah mengabaikan Protokol Kesehatan (Protkes) COVID-19 dan terlihat bersemangat. Kegiatan ini diketahui merupakan konser amal untuk korban bencana Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diselenggarakan oleh perkumpulan mahasiswa dari salah satu universitas di Banda Aceh.
Selain menyebabkan keramaian di tengah meningkatnya kasus COVID-19, acara tersebut juga dianggap tidak menghargai bulan suci Ramadan. Menurut pemberitaan, aksi itu dilakukan saat tadarus Alquran sedang berlangsung di masjid sekitar.
Bahkan, berbagai kalangan ikut menilai kegiatan tersebut tidaklah layak dilakukan oleh mahasiswa di wilayah yang mempunyai aturan syariat Islam. Salah satunya adalah Sulthan Alfaraby, menilai bahwa aksi itu sangat memalukan. Bahkan menurutnya identitas mahasiswa Aceh hampir lenyap.
"Saya menilai aksi ini sungguh memalukan identitas mahasiswa Aceh. Harusnya, mahasiswa ikut menjadi agent of control di tengah masyarakat, bukan malah menjadi 'agen kerusuhan', apalagi di tengah pandemi sekaligus bulan suci Ramadhan. Identitas dan marwah mahasiswa Aceh bisa-bisa akan lenyap jika ini terulang lagi," ujarnya, Kamis (22/04/2021).
Selain itu, dia juga menambahkan bahwa membantu orang yang terkena musibah bisa dilakukan dengan beragam cara dan tidak menimbulkan risiko besar di tengah bulan suci Ramadhan, seperti saat konser ini. Apalagi, mahasiswa adalah orang yang punya beragam ide kreatif.
"8 tahun lalu, saya adalah seorang yang bergerak di bidang musik. Kami juga galang dana untuk korban bencana. Tapi saat Ramadhan, kami tidak buat konser, melainkan menyewakan alat-alat musik, turun ke jalan dan masih banyak lagi. Orang senang lihat kita membantu, kita juga senang lihat orang lain yang menghargai usaha kita. Mahasiswa harus banyak ide kreatif dan membaca kondisi," terangnya.
Terakhir, penulis buku ini juga meminta kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Banda Aceh dan pihak kepolisian agar menuntaskan kasus ini. Menurutnya, pihak kampus harus ikut bertanggung jawab karena acara ini harusnya diketahui dan bisa dipertanggung jawabkan oleh mereka.
"Pemkot Banda Aceh dan kepolisian harus menuntaskan kasus ini agar tak menjadi 'penyakit' kedepan. Pihak kampus juga harus bertanggung jawab karena acara ini harusnya diketahui pihak kampus sebelumnya dan harus bisa dipertanggung jawabkan. Jangan sampai karena sekelompok mahasiswa itu, usaha orang lain yang rugi karena cafe disegel. Ini kasihan sekali," tutupnya.
Mereka juga dikabarkan telah mengabaikan Protokol Kesehatan (Protkes) COVID-19 dan terlihat bersemangat. Kegiatan ini diketahui merupakan konser amal untuk korban bencana Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diselenggarakan oleh perkumpulan mahasiswa dari salah satu universitas di Banda Aceh.
Selain menyebabkan keramaian di tengah meningkatnya kasus COVID-19, acara tersebut juga dianggap tidak menghargai bulan suci Ramadan. Menurut pemberitaan, aksi itu dilakukan saat tadarus Alquran sedang berlangsung di masjid sekitar.
Bahkan, berbagai kalangan ikut menilai kegiatan tersebut tidaklah layak dilakukan oleh mahasiswa di wilayah yang mempunyai aturan syariat Islam. Salah satunya adalah Sulthan Alfaraby, menilai bahwa aksi itu sangat memalukan. Bahkan menurutnya identitas mahasiswa Aceh hampir lenyap.
"Saya menilai aksi ini sungguh memalukan identitas mahasiswa Aceh. Harusnya, mahasiswa ikut menjadi agent of control di tengah masyarakat, bukan malah menjadi 'agen kerusuhan', apalagi di tengah pandemi sekaligus bulan suci Ramadhan. Identitas dan marwah mahasiswa Aceh bisa-bisa akan lenyap jika ini terulang lagi," ujarnya, Kamis (22/04/2021).
Selain itu, dia juga menambahkan bahwa membantu orang yang terkena musibah bisa dilakukan dengan beragam cara dan tidak menimbulkan risiko besar di tengah bulan suci Ramadhan, seperti saat konser ini. Apalagi, mahasiswa adalah orang yang punya beragam ide kreatif.
Baca Juga
"8 tahun lalu, saya adalah seorang yang bergerak di bidang musik. Kami juga galang dana untuk korban bencana. Tapi saat Ramadhan, kami tidak buat konser, melainkan menyewakan alat-alat musik, turun ke jalan dan masih banyak lagi. Orang senang lihat kita membantu, kita juga senang lihat orang lain yang menghargai usaha kita. Mahasiswa harus banyak ide kreatif dan membaca kondisi," terangnya.
Terakhir, penulis buku ini juga meminta kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Banda Aceh dan pihak kepolisian agar menuntaskan kasus ini. Menurutnya, pihak kampus harus ikut bertanggung jawab karena acara ini harusnya diketahui dan bisa dipertanggung jawabkan oleh mereka.
"Pemkot Banda Aceh dan kepolisian harus menuntaskan kasus ini agar tak menjadi 'penyakit' kedepan. Pihak kampus juga harus bertanggung jawab karena acara ini harusnya diketahui pihak kampus sebelumnya dan harus bisa dipertanggung jawabkan. Jangan sampai karena sekelompok mahasiswa itu, usaha orang lain yang rugi karena cafe disegel. Ini kasihan sekali," tutupnya.
(don)
Lihat Juga :
tulis komentar anda