Iuran BPJS Kesehatan Naik, Ini Suara Minor Warga hingga Bupati di Bandung Barat
Jum'at, 15 Mei 2020 - 21:18 WIB
BANDUNG BARAT - Keputusan pemerintah menaikan tarif BPJS Kesehatan dengan menerbitkan Perpres No 64/2020 dinilai sebagai langkah yang menyakiti hati masyarakat. Sebab keputusan tersebut terkesan dipaksakan dan tidak mempertimbangkan kondisi beban ekonomi masyarakat saat ini yang sedang terpuruk akibat pandemi virus Corona atau COVID-19.
Sontak keputusan kenaikan BPJS Kesehatan yang akan efektif berlaku pada 1 Juli 2020 itu menuai suara-suara minor. Hampir semua yang dimintai tanggapan oleh SINDOnews terkait kebijakan ini, mengaku sangat menyesalkan dan kecewa dengan keputusan tersebut. Bahkan warga meminta agar keputusan tersebut dibatalkan karena dianggap semakin membebani masyarakat kecil.
"Kalau saya jelas tidak setuju, ini memberatkan. Lihat masyarakat seperti apa, ekonominya gimana? Semua kan lagi morat-marit gara-gara COVID-19," kata Asep Sudrajat (51), warga Cilame, Ngamprah, kepada SINDOnews, Jumat (15/5/2020). (Baca juga; Gubernur Jabar Tuntut Penjelasan Komprehensif soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan )
Hal senada diucapkan Wakil Ketua Forum Pondok Pesantren (FPP) KBB, Hilman Farid. Dia menganggap keputusan itu sangat menyakiti hati masyarakat kecil. Apalagi keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan berbarengan dengan adanya keputusan pemerintah yang memberikan tunjangan hari raya (gaji ke-13) kepada pegawai negeri sipil (PNS), TNI-POLRI dan pensiunan.
Disaat masyarakat tengah berjuang hidup di tengah wabah, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan tidak populis. "Pemerintah tidak peka dengan kebijakan memberikan THR ke PNS, TNI, Polri, dan pensiunan, di tengah situasi sulit saat ini. Sebaliknya kado pahit jelang lebaran ke masyarakat kecil adalah adanya pengumuman kenaikan iuran BPJS Kesehatan," tuturnya.
Ketua Komisi IV DPRD KBB, Bagja Setiawan menanggapi keputusan pemerintah tersebut sebagai langkah mundur. Adanya Perpres 64/2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018, menunjukkan jika pemerintah dinilai melawan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Pemerintah tidak memiliki empati kepada masyarakat. Saat pandemi COVID-19 bukanlah waktu yang tepat menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Boro-boro bayar iuran BPJS, untuk biaya sehari-hari saja mereka susah," kata politisi PKS ini. (Baca juga; UI Kembangkan Alat Pendeteksi Pneumonia Berbasis AI )
Sementara Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna menyebutkan, pengumuman kenaikan iuran BPJS sebagai kebijakan yang tidak populis. Kalaupun mau sebaiknya jangan diumumkan sekarang atau ditunda sampai kondisi ekonomi di masyarakat normal.
"Idealnya tidak dulu naik, kan sekarang lagi pandemi COVID-19, masyarakat lagi susah. Nanti saja kalau semua sudah normal, ekonomi kembali menggeliat. Paling tidak agar masyarakat tidak merasakan beban ekonomi secara bertubi-tubi dan memberatkan," imbuhnya.
Sontak keputusan kenaikan BPJS Kesehatan yang akan efektif berlaku pada 1 Juli 2020 itu menuai suara-suara minor. Hampir semua yang dimintai tanggapan oleh SINDOnews terkait kebijakan ini, mengaku sangat menyesalkan dan kecewa dengan keputusan tersebut. Bahkan warga meminta agar keputusan tersebut dibatalkan karena dianggap semakin membebani masyarakat kecil.
"Kalau saya jelas tidak setuju, ini memberatkan. Lihat masyarakat seperti apa, ekonominya gimana? Semua kan lagi morat-marit gara-gara COVID-19," kata Asep Sudrajat (51), warga Cilame, Ngamprah, kepada SINDOnews, Jumat (15/5/2020). (Baca juga; Gubernur Jabar Tuntut Penjelasan Komprehensif soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan )
Hal senada diucapkan Wakil Ketua Forum Pondok Pesantren (FPP) KBB, Hilman Farid. Dia menganggap keputusan itu sangat menyakiti hati masyarakat kecil. Apalagi keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan berbarengan dengan adanya keputusan pemerintah yang memberikan tunjangan hari raya (gaji ke-13) kepada pegawai negeri sipil (PNS), TNI-POLRI dan pensiunan.
Disaat masyarakat tengah berjuang hidup di tengah wabah, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan tidak populis. "Pemerintah tidak peka dengan kebijakan memberikan THR ke PNS, TNI, Polri, dan pensiunan, di tengah situasi sulit saat ini. Sebaliknya kado pahit jelang lebaran ke masyarakat kecil adalah adanya pengumuman kenaikan iuran BPJS Kesehatan," tuturnya.
Ketua Komisi IV DPRD KBB, Bagja Setiawan menanggapi keputusan pemerintah tersebut sebagai langkah mundur. Adanya Perpres 64/2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018, menunjukkan jika pemerintah dinilai melawan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Pemerintah tidak memiliki empati kepada masyarakat. Saat pandemi COVID-19 bukanlah waktu yang tepat menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Boro-boro bayar iuran BPJS, untuk biaya sehari-hari saja mereka susah," kata politisi PKS ini. (Baca juga; UI Kembangkan Alat Pendeteksi Pneumonia Berbasis AI )
Sementara Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna menyebutkan, pengumuman kenaikan iuran BPJS sebagai kebijakan yang tidak populis. Kalaupun mau sebaiknya jangan diumumkan sekarang atau ditunda sampai kondisi ekonomi di masyarakat normal.
"Idealnya tidak dulu naik, kan sekarang lagi pandemi COVID-19, masyarakat lagi susah. Nanti saja kalau semua sudah normal, ekonomi kembali menggeliat. Paling tidak agar masyarakat tidak merasakan beban ekonomi secara bertubi-tubi dan memberatkan," imbuhnya.
(wib)
tulis komentar anda