Pemerintah Mesti Edukasi Debitur Soal Pembiayaan Dana PEN
Kamis, 17 September 2020 - 11:30 WIB
BANDUNG - Pemerintah diminta gencar melakukan edukasi kepada masyarakat atau calon debitur mengenai dana program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang ditempatkan di beberapa bank kepada masyarakat. Edukasi untuk memberi pemahaman bahwa dana PEN tersebut berupa penyaluran kredit bukan hibah.
Ekonom dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Kurniawan Saefullah mengatakan, saat ini tidak sedikit masyarakat yang masih bingung atas program tersebut. Bahkan, sebagian masyarakat masih menganggap program tersebut dalam bentuk hibah, padahal penyaluran kredit. (Baca: Ekonomi Global Rentan, Menkeu Sri Mulyani: Terlalu Dini Melihat Pemulihan Saat Ini )
"Jika bentuknya penyaluran kredit bagus, apalagi bank punya sumber dana murah untuk ekspansi, bisa mendorong ekonomi pada akhirnya," kata Kurniawan, Kamis (17/9/2020).
Menurut dia, pemerintah perlu secara intensif mengumpulkan stakeholder terkait terutama di daerah bersama bank pembangunan daerah (BPD) untuk melakukan sosialisasi. Jika mereka sudah dikumpulkan dan jelas peruntukannya, maka dana itu siap dikucurkan secara masif ke masyarakat.
Dia memperkirakan, jika edukasi sudah dilakukan, maka penyaluran kredit akan optimal. Sebab, dana yang dikucurkan oleh pemerintah ke sejumlah bank cukup besar. Tak hanya sekadar sosialisasi saja, tapi juga bisa menyeluruh berupa juklak dan juknisnya.
Seperti halnya bank bjb yang mendapat kucuran dana PEN sebesar Rp2,5 triliun dari pemerintah perlu kehati-hatian. Hal ini dilakukan agar tidak menjadi masalah di kemudian hari. "Saya yakin jika pemerintah sudah melakukan sosialisasi ke stakeholder maka bank penyalur seperti bank bjb bisa berkomitmen dalam realisasinya," katanya.
bank bjb sendiri saat ini sedang fokus untuk menggairahkan UMKM di tengah pandemi Covid-19. Adapun, pemerintah selain menempatkan uang di bank bjb juga, antara lain di Bank Jatim Rp2 triliun, Bank Rp2 triliun, Bank Jateng Rp2 triliun, Bank Sulutgo Rp1 triliun, BPD DIY Rp1 triliun, dan BPD Bali Rp700 miliar. (Baca: BLT Dana Desa Tak Terserap Maksimal, Satgas PEN: Sisanya untuk Program Ekonomi Desa )
Sementara itu, Ekonom SBM ITB Anggoro Budi Nugroho berpendapat serupa. Dia mengatakan pemerintah perlu memetakan secara spesifik penyaluran kredit dari program PEN. "Lakukan segmentasi kondisi usaha. Petakan ulang, mereka yang punya rekaman buruk 1-3 tahun terakhir dalam pengembalian kredit macet dikecualikan," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah perlu mengutamakan UMKM yang omzet lancar dan return on asset (ROA) bersihnya di atas 1-2. "Keutamaan sejarah lancar kredit itu nomor 1 sekalipun aset dan omzet belum besar. Karena hal ini yang menentukan disiplin pasar perbankan," katanya.
Dia beralasan, berurusan dengan segmen UMKM harus siap dengan risiko trickle-down. "Pemerintah pun sebaiknya berpikir konservatif siap dengan risiko terburuk PEN," katanya.
Ekonom dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Kurniawan Saefullah mengatakan, saat ini tidak sedikit masyarakat yang masih bingung atas program tersebut. Bahkan, sebagian masyarakat masih menganggap program tersebut dalam bentuk hibah, padahal penyaluran kredit. (Baca: Ekonomi Global Rentan, Menkeu Sri Mulyani: Terlalu Dini Melihat Pemulihan Saat Ini )
"Jika bentuknya penyaluran kredit bagus, apalagi bank punya sumber dana murah untuk ekspansi, bisa mendorong ekonomi pada akhirnya," kata Kurniawan, Kamis (17/9/2020).
Menurut dia, pemerintah perlu secara intensif mengumpulkan stakeholder terkait terutama di daerah bersama bank pembangunan daerah (BPD) untuk melakukan sosialisasi. Jika mereka sudah dikumpulkan dan jelas peruntukannya, maka dana itu siap dikucurkan secara masif ke masyarakat.
Dia memperkirakan, jika edukasi sudah dilakukan, maka penyaluran kredit akan optimal. Sebab, dana yang dikucurkan oleh pemerintah ke sejumlah bank cukup besar. Tak hanya sekadar sosialisasi saja, tapi juga bisa menyeluruh berupa juklak dan juknisnya.
Seperti halnya bank bjb yang mendapat kucuran dana PEN sebesar Rp2,5 triliun dari pemerintah perlu kehati-hatian. Hal ini dilakukan agar tidak menjadi masalah di kemudian hari. "Saya yakin jika pemerintah sudah melakukan sosialisasi ke stakeholder maka bank penyalur seperti bank bjb bisa berkomitmen dalam realisasinya," katanya.
bank bjb sendiri saat ini sedang fokus untuk menggairahkan UMKM di tengah pandemi Covid-19. Adapun, pemerintah selain menempatkan uang di bank bjb juga, antara lain di Bank Jatim Rp2 triliun, Bank Rp2 triliun, Bank Jateng Rp2 triliun, Bank Sulutgo Rp1 triliun, BPD DIY Rp1 triliun, dan BPD Bali Rp700 miliar. (Baca: BLT Dana Desa Tak Terserap Maksimal, Satgas PEN: Sisanya untuk Program Ekonomi Desa )
Sementara itu, Ekonom SBM ITB Anggoro Budi Nugroho berpendapat serupa. Dia mengatakan pemerintah perlu memetakan secara spesifik penyaluran kredit dari program PEN. "Lakukan segmentasi kondisi usaha. Petakan ulang, mereka yang punya rekaman buruk 1-3 tahun terakhir dalam pengembalian kredit macet dikecualikan," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah perlu mengutamakan UMKM yang omzet lancar dan return on asset (ROA) bersihnya di atas 1-2. "Keutamaan sejarah lancar kredit itu nomor 1 sekalipun aset dan omzet belum besar. Karena hal ini yang menentukan disiplin pasar perbankan," katanya.
Dia beralasan, berurusan dengan segmen UMKM harus siap dengan risiko trickle-down. "Pemerintah pun sebaiknya berpikir konservatif siap dengan risiko terburuk PEN," katanya.
(don)
tulis komentar anda