Kisah Tipu Muslihat Raden Wijaya Habisi Pasukan Tartar Mongol
Jum'at, 16 Agustus 2024 - 06:13 WIB
Ketika Raden Wijaya berhasil merebut kembali kendali dari tangan Jayakatwang, situasi politik di Jawa Timur menjadi genting. Kediri yang telah diambil alih, meninggalkan kekosongan kekuasaan yang segera diisi oleh Raden Wijaya. Namun, kemenangan ini tak lepas dari bantuan yang diberikan oleh pasukan Tartar Mongol, yang datang dengan kekuatan besar untuk menuntut balas dendam atas penghinaan yang diterima utusan Kaisar Kubilai Khan dari Kertanagara.
Dalam kemenangannya, muncul permasalahan baru. Pasukan Tartar, yang turut membantu Raden Wijaya, menuntut bagian dari hasil rampasan perang, termasuk dua putri dari Raja Singasari yang telah menjadi tawanan Jayakatwang. Namun, Raden Wijaya yang telah menikahi salah satu dari putri tersebut, tidak ingin melepaskan keduanya kepada bangsa asing itu.
Di sinilah Arya Wiraraja, penasihat terpercaya Raden Wijaya, menunjukkan kecerdikannya. Melalui tipu muslihat yang licik, ia meyakinkan pasukan Tartar bahwa kedua putri itu terlalu takut untuk melihat senjata sejak runtuhnya Tumapel, dan akan bunuh diri jika melihat senjata lagi. Dengan alasan ini, Arya Wiraraja mengatur agar serah terima putri dilakukan di pelabuhan keesokan harinya, tanpa kehadiran senjata apapun dari pihak Tartar.
Pasukan Tartar, yang terkenal kuat namun mudah percaya, setuju dengan syarat tersebut. Tanpa menyadari jebakan yang telah dipasang, mereka tiba di lokasi yang telah ditentukan, tanpa membawa senjata. Begitu mereka memasuki gedung bernama Bhayangkara, pintu segera dikunci dari luar, dan di dalamnya telah bersiap Sora dan para pengikutnya. Dengan cekatan, Sora dan pasukannya menumpas semua prajurit Tartar yang berada di dalam gedung itu dengan keris.
Di luar gedung, Ranggalawe dan pasukannya menyerang sisa pasukan Tartar yang tidak ikut masuk. Pasukan Tartar yang tersisa berusaha melarikan diri menuju Pelabuhan Canggu, namun mereka tak mampu bertahan dari kejaran pasukan Raden Wijaya yang dipimpin oleh Ranggalawe. Dalam sekejap, pasukan Tartar yang tadinya menjadi sekutu, berubah menjadi musuh yang hancur lebur di tangan mereka yang dahulu mereka bantu.
Skenario ini menggambarkan bagaimana Raden Wijaya dan para panglima perangnya tidak hanya cerdas dalam medan tempur, tetapi juga dalam strategi diplomasi dan tipu daya. Mereka berhasil menghabisi pasukan Tartar yang perkasa tanpa perlu berperang secara langsung, hanya dengan memanfaatkan ketakutan dan kepercayaan buta lawan.
Cerita ini kemudian diabadikan dalam beberapa sumber sejarah seperti Pararaton dan Kidung Ranggalawe, di mana disebutkan bahwa pasukan Tartar akhirnya hancur karena kepercayaan mereka pada janji yang ternyata hanya tipu muslihat belaka. Melalui strategi ini, Raden Wijaya berhasil mengamankan kerajaannya dan menghindari tuntutan yang bisa mengancam kedudukan serta kehormatannya.
Dalam kemenangannya, muncul permasalahan baru. Pasukan Tartar, yang turut membantu Raden Wijaya, menuntut bagian dari hasil rampasan perang, termasuk dua putri dari Raja Singasari yang telah menjadi tawanan Jayakatwang. Namun, Raden Wijaya yang telah menikahi salah satu dari putri tersebut, tidak ingin melepaskan keduanya kepada bangsa asing itu.
Di sinilah Arya Wiraraja, penasihat terpercaya Raden Wijaya, menunjukkan kecerdikannya. Melalui tipu muslihat yang licik, ia meyakinkan pasukan Tartar bahwa kedua putri itu terlalu takut untuk melihat senjata sejak runtuhnya Tumapel, dan akan bunuh diri jika melihat senjata lagi. Dengan alasan ini, Arya Wiraraja mengatur agar serah terima putri dilakukan di pelabuhan keesokan harinya, tanpa kehadiran senjata apapun dari pihak Tartar.
Pasukan Tartar, yang terkenal kuat namun mudah percaya, setuju dengan syarat tersebut. Tanpa menyadari jebakan yang telah dipasang, mereka tiba di lokasi yang telah ditentukan, tanpa membawa senjata. Begitu mereka memasuki gedung bernama Bhayangkara, pintu segera dikunci dari luar, dan di dalamnya telah bersiap Sora dan para pengikutnya. Dengan cekatan, Sora dan pasukannya menumpas semua prajurit Tartar yang berada di dalam gedung itu dengan keris.
Di luar gedung, Ranggalawe dan pasukannya menyerang sisa pasukan Tartar yang tidak ikut masuk. Pasukan Tartar yang tersisa berusaha melarikan diri menuju Pelabuhan Canggu, namun mereka tak mampu bertahan dari kejaran pasukan Raden Wijaya yang dipimpin oleh Ranggalawe. Dalam sekejap, pasukan Tartar yang tadinya menjadi sekutu, berubah menjadi musuh yang hancur lebur di tangan mereka yang dahulu mereka bantu.
Skenario ini menggambarkan bagaimana Raden Wijaya dan para panglima perangnya tidak hanya cerdas dalam medan tempur, tetapi juga dalam strategi diplomasi dan tipu daya. Mereka berhasil menghabisi pasukan Tartar yang perkasa tanpa perlu berperang secara langsung, hanya dengan memanfaatkan ketakutan dan kepercayaan buta lawan.
Cerita ini kemudian diabadikan dalam beberapa sumber sejarah seperti Pararaton dan Kidung Ranggalawe, di mana disebutkan bahwa pasukan Tartar akhirnya hancur karena kepercayaan mereka pada janji yang ternyata hanya tipu muslihat belaka. Melalui strategi ini, Raden Wijaya berhasil mengamankan kerajaannya dan menghindari tuntutan yang bisa mengancam kedudukan serta kehormatannya.
(hri)
tulis komentar anda