Tetap Berkarya meski Fisik Tak Sempurna
A
A
A
BANDUNG - Ditakdirkan hanya menyaksikan gemerlapnya dunia selama beberapa tahun, tak membuat Lulut Casmaya berkecil hati.
Berkat kerja keras dan ketekunannya, pria ini mampu mengaktualisasikan kemampuannya pada dunia seni. Kemampuannya memetik gitar pun tak bisa dipandang sebelah mata oleh mereka yang memiliki fisik sempurna. Lulut Casmaya atau akrab disapa Wa Lulut, adalah seorang seniman asal Desa Bantarwaru, Kecamatan Ligung, Kabupaten Ma jalengka.
Kedua mata pria ke lahiran 1957 itu boleh saja tidak bisa melihat, namun bukan berarti berdampak pada aktivitas. Bahkan dia menyadari sepenuhnya apa yang dialaminya saat ini adalah sudah kehendak Tuhan. Sama seperti manusia lainnya, Wa Lulut menginginkan bisa mengisi hari-harinya dengan tubuh sempurna. Na mun penyakit panas yang di derita Wa Lulut saat kecil, mem buat harapan tersebut punah.
Saat tujuh tahun, Lulut kecil menderita penyakit panas, yang kemudian berdampak terhadap ke dua matanya, hingga akhirnya dia menderita tuna netra. Namun, kekurangan yang dialaminya tak mematikan kehendaknya untuk meyalurkan potensi yang dimilikinya. Wa Lulut terus memetik senar gitar, mengasah kemampuannya dalam bermusik. Sikap pantang menyerah yang melekat pada diri Wa Lulut, berhasil mencuri perhatian berbagai kalangan, baik grup musik, maupun seniman perorangan.
Berkat kepiawaiannya dalam bermain gitar, Wa Lulut kerap diundang menjadi pengiring salah satu grup musik. Sejumlah kota yang terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya, seperti Cirebon, Indramayu, dan Kuningan, adalah contoh kecil daerah yang pernah disinggahi Wa Lulut. Bahkan tidak jarang, Wa Lulut memperlihatkan kelihaiannya bermain gitar ke sejumlah kota lainnya. “Alhamdulillah, masih ada yang ngajak main,” kata Wa Lulut di kediamannya, Blok Minggu, Desa Bantarwaru, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka.
Wa Lulut yang lahir di era 50-an, sama sekali tidak mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan lagu-lagu yang lahir saat ini. Mengandalkan intuisi seni yang dimilikinya, dia dengan mudah mampu memainkan gitar sebagai pengiring lagu tertetu. Meskipun lagu itu jauh lebih muda dibanding dirinya. Lagu-lagu tarling, adalah lagulagu yang begitu akrab dengan seniman tuna netra ini.
Kedekatan Wa Lulut dengan musik tarling itu dipicu karena dia lahir dan besar di daerah yang memang menjadi tempat tumbuh suburnya lagu-lagu pantura. Bahkan tidak hanya itu, Wa Lulut pun disebut-sebut sebagai tokoh musik tarling bersama sederet nama lainnya seperti Uci Sanusi, Jayana, Sunarto Martaatmadja, Abdul Ajid, Dariyah, Maman Suparman, dan Pepen Effendi. Tokok-tokoh tersebut adalah tokoh yang sudah tidak asing lagi di telinga warga yang tinggal di daerah pantura.
Inin Nastain
Berkat kerja keras dan ketekunannya, pria ini mampu mengaktualisasikan kemampuannya pada dunia seni. Kemampuannya memetik gitar pun tak bisa dipandang sebelah mata oleh mereka yang memiliki fisik sempurna. Lulut Casmaya atau akrab disapa Wa Lulut, adalah seorang seniman asal Desa Bantarwaru, Kecamatan Ligung, Kabupaten Ma jalengka.
Kedua mata pria ke lahiran 1957 itu boleh saja tidak bisa melihat, namun bukan berarti berdampak pada aktivitas. Bahkan dia menyadari sepenuhnya apa yang dialaminya saat ini adalah sudah kehendak Tuhan. Sama seperti manusia lainnya, Wa Lulut menginginkan bisa mengisi hari-harinya dengan tubuh sempurna. Na mun penyakit panas yang di derita Wa Lulut saat kecil, mem buat harapan tersebut punah.
Saat tujuh tahun, Lulut kecil menderita penyakit panas, yang kemudian berdampak terhadap ke dua matanya, hingga akhirnya dia menderita tuna netra. Namun, kekurangan yang dialaminya tak mematikan kehendaknya untuk meyalurkan potensi yang dimilikinya. Wa Lulut terus memetik senar gitar, mengasah kemampuannya dalam bermusik. Sikap pantang menyerah yang melekat pada diri Wa Lulut, berhasil mencuri perhatian berbagai kalangan, baik grup musik, maupun seniman perorangan.
Berkat kepiawaiannya dalam bermain gitar, Wa Lulut kerap diundang menjadi pengiring salah satu grup musik. Sejumlah kota yang terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya, seperti Cirebon, Indramayu, dan Kuningan, adalah contoh kecil daerah yang pernah disinggahi Wa Lulut. Bahkan tidak jarang, Wa Lulut memperlihatkan kelihaiannya bermain gitar ke sejumlah kota lainnya. “Alhamdulillah, masih ada yang ngajak main,” kata Wa Lulut di kediamannya, Blok Minggu, Desa Bantarwaru, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka.
Wa Lulut yang lahir di era 50-an, sama sekali tidak mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan lagu-lagu yang lahir saat ini. Mengandalkan intuisi seni yang dimilikinya, dia dengan mudah mampu memainkan gitar sebagai pengiring lagu tertetu. Meskipun lagu itu jauh lebih muda dibanding dirinya. Lagu-lagu tarling, adalah lagulagu yang begitu akrab dengan seniman tuna netra ini.
Kedekatan Wa Lulut dengan musik tarling itu dipicu karena dia lahir dan besar di daerah yang memang menjadi tempat tumbuh suburnya lagu-lagu pantura. Bahkan tidak hanya itu, Wa Lulut pun disebut-sebut sebagai tokoh musik tarling bersama sederet nama lainnya seperti Uci Sanusi, Jayana, Sunarto Martaatmadja, Abdul Ajid, Dariyah, Maman Suparman, dan Pepen Effendi. Tokok-tokoh tersebut adalah tokoh yang sudah tidak asing lagi di telinga warga yang tinggal di daerah pantura.
Inin Nastain
(ftr)