Upah Naik Tak Berarti Sudah Layak untuk Hidup

Jum'at, 01 Mei 2015 - 09:00 WIB
Upah Naik Tak Berarti...
Upah Naik Tak Berarti Sudah Layak untuk Hidup
A A A
SEMARANG - Upah layak terus menjadi tuntutan kaum pekerja dari tahun ke tahun. Perubahan nominal upah minimum kabupaten/ kota (UMK) tersebut belum bisa dianggap cukup.

Selain belum sepenuhnya mencapai angka kebutuhan hidup layak (KHL), perubahan nominal itu tidak dilaksanakan semua perusahaan. Penelusuran tim pemantau UMK 2015 di Kabupaten Kudus, dari sampel 100 perusahaan, diketahui 18 perusahaan di antaranya belum membayar UMK sesuai ketentuan. Rinciannya, tiga perusahaan skala besar, 13 perusahaan menengah, dan dua perusahaan kecil. Padahal 18 perusahaan tersebut mempekerjakan ribuan orang.

Tak pelak, meski nominal berubah, hasil yang didapat sejumlah pekerja masih sama dengan sebelumnya. Di daerah-daerah perbatasan, utamanya dengan Jawa Barat dan Jawa Timur, kesenjangan pun terasa. (lihat pula grafis) Hari ini kaum pekerja juga akan menyuarakan tuntutannya terkait kesejahteraan. “Sekitar 10.000 orang bakal beraksi di kawasan Jalan Pahlawan, Kota Semarang,” ujar Koordinator Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) Jateng Nanang Setyono kemarin.

Nanang mengakui, 2004- 2015 UMK di provinsi ini secara jumlah terus mengalami kenaikan. Namun, kenaikan itu tidak cocok dengan besarnya kebutuhan hidup buruh tiap tahun yang terus meningkat. “Sehingga menurut kami, setiap tahun UMK di Jateng ini terus mengalami penurunan karena upah tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan hidup layak bagi buruh,” katanya. Meski upah di Jateng masih murah, tidak bisa diandalkan pemerintah untuk mendatangkan banyak investor di provinsi ini sehingga kesempatan kerja semakin tinggi.

Data 2013-2014, nilai investasi di Jateng hanya terealisasi sekitar Rp600 miliar dari target Rp2 triliun. “Dulu juga ada wacana pabrikpabrik di Jakarta, Tangerang, Banten, Bogor akan hijrah ke Jateng karena UMK-nya rendah. Tapi sampai sekarang mana buktinya, tidak ada satu pun perusahaan yang jadi pindah,” kata Nanang. Atas dasar itu, jika pemerintah beralasan menetapkan upah murah demi mendatangkan investasi, hal itu merupakan sebuah kebohongan besar.

“Itu hanya akalakalan dari pemerintah saja. Fakta membuktikan bahwa dengan upah rendah di Jateng, investasi di provinsi ini juga tidak menunjukkan peningkatan,” ujarnya. Ke depan, pihaknya berharap pemerintah memperbaiki sistem pengupahan bagi buruh. Selama ini tidak ada patokan tepat yang digunakan masing-masing kabupaten/ kota. “Khususnya tidak ada patokan dalam survei KHL bagi buruh di daerah. Sehingga ini yang menjadikan perbedaan signifikan upah buruh di 35 kabupaten/kota di Jateng ini.

Kami tidak mengharap disamakan karena memang kebutuhan hidup buruh masingmasing daerah berbeda, namun jika perbedaan upah terlalu tinggi, itu juga merupakan masalah yang harus diatasi,” katanya. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi, perubahan nilai upah yang dilakukan setiap tahun tidak mendorong produktivitas. “Ini menjadi beban para pengusaha karena setiap tahun pengusaha harus memikirkan kenaikan upah. Ini jelas kelemahan dan tidak efektif,” ucapnya.

Idealnya kenaikan upah minimum terjadi setiap tiga atau lima tahun sekali supaya ada kestabilan di perusahaan. Meski begitu, bukan berarti para pengusaha tidak memikirkan KHL para buruh. Apalagi perusahaan sudah memiliki sistem insentif bagi karyawan. Sistem tersebut akan sejalan dengan tingkat produktivitas perusahaan.

“Semakin tinggi produktivitas perusahaan maka insentifnya juga semakin tinggi. Misalnya begini, UMK Rp1.000, gaji yang diterima oleh karyawan tidak lantas hanya Rp1.000 tapi bisa Rp1.300 bisa Rp1.500 dan seterunya tergantung dari produktivitasnya,” katanya. Frans mengakui UMK di kabupaten/ kota di Jateng masih lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain. Meski demikian, UMK tersebutsudahsesuaidenganKHL sesuai dengan survei yang dilakukan oleh dewan pengupahan.

Kepala Disnakertransduk Jateng Wika Bintang menegaskan upah merupakan hak normatif buruh yang harus dilaksanakan oleh pengusaha. Polda Jateng menurunkan total 12.196 personel untuk mengamankan berbagai kegiatan berkaitan dengan Hari Buruh Internasional atau May Day , hari ini. Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol A Liliek Darmanto, mengatakan, belasan ribu personel itu tersebar di 35 polres.

Andika prabowo/Andik sismanto/M oliez/Amin fauziEka setiawan
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6707 seconds (0.1#10.140)