Purwakarta Jadi Miniatur Masyarakat Sunda
A
A
A
PURWAKARTA - Ketua Paguyuban Pasundan Prof Didi Turmudji melihat, gaya kepemimpinan yang berbeda dari Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Dia mengaku terkesan dengan kebijakan yang diterapkan di Kabupaten Purwakarta.
"Kabupaten kecil di Jawa Barat ini berubah menjadi miniatur masyarakat Sunda sebetulnya. Saya tidak menemukan pembangunan seperti ini di daerah lain, dimanapun di Jawa Barat. Bahkan di Kota Bandung sekalipun," ujar dia, Jumat (24/4/2015).
Didi menilai, seluruh kebijakan pembangunan yang diterapkan di Kabupaten Purwakarta merujuk pada falsafah Sunda. Baik dibidang pendidikan, infratruktur, ekonomi, sosial, dan lain-lain.
"Bupati Purwakarta mampu menerjemahkan falsafah Sunda dalam pembangunan pemerintahannya, bukan dari pikiran dan budaya orang lain. Inilah yang kami cari. Membangun Indonesia tentu harus dengan pikiran orang Indonesia. Selama ini pikiran orang pribumi selalu dianggap tertinggal dan kuno. Tapi tidak dengan Purwakarta," jelas Didi, Jumat (24/4/2015).
Menurutnya, kebanyakan pembangunan daerah berorientasi pada pemikiran budaya lain. Padahal, pemikiran Sunda jauh lebih awal dan maju. "Ini luar biasa," kata dia.
Atas kebanggaan itu, Universitas Pasundan (Unpas) Bandung dalam waktu dekat akan memberikan gelar doktor kehormatan atau doctor honoris causa dibidang ke pemimpinan Sunda kepada Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.
“Untuk menganugerahkan gelar tersebut, saat ini kami telah membentuk tim dari tiga guru besar dari ITB (Institut Teknologi Bandung), Unpad (Universitas Padjadjaran), dan Unpas untuk mengumpulkan dan mengkaji karya pemikiran dari kepemimpinan Dedi Mulyadi," tambah dia.
Jika hasil pengkajian dinyatakan layak, Dedi Mulyadi akan menjadi orang kedua yang mendapatkan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dari universitas tersebut. "Karena pertama Unpas menganugerahkan gelar ini kepada Tjetje Hidayat Padmadinata sebagai Doktor Honoris Causa bidang politik," tutup Didi.
Sementara itu, ditanya soal gelar doktor yang akan dianugerahkan kepadanya, Dedi Mulyadi hanya menjawabnya dengan senyuman. Bagi dirinya gelar tersebut biasa saja. Bupati berpenampilan nyentrik ini justru menyayangkan jika pembanguan yang selalu merujuk pada tema modernisasi.
“Padahal, leluhur Sunda sudah menjelaskan falsafahnya dalam pembangunan adalah Ciri Sabumi Cara Sadesa Jawadah Tutung Biritna sa carana sa carana lain tepak sejen igel. Jadi membangun itu punya caranya sendiri berdasar kulturnya. Rujukan falsafah Sunda seperti ini, kalau menurut saya menjadi bahasanya akademik, universitas, dan ilmiah," tuturnya.
"Kalau pikiran orang lain dianggap hebat, ini kebiasaan kita. Makanya mindset ini perlu diubah dengan penguatan sistem keyakinan dan optimisme, bahwa Sunda jauh lebih hebat dan beradab," tambah bupati yang selalu mengenakan iket kepala ini.
"Kabupaten kecil di Jawa Barat ini berubah menjadi miniatur masyarakat Sunda sebetulnya. Saya tidak menemukan pembangunan seperti ini di daerah lain, dimanapun di Jawa Barat. Bahkan di Kota Bandung sekalipun," ujar dia, Jumat (24/4/2015).
Didi menilai, seluruh kebijakan pembangunan yang diterapkan di Kabupaten Purwakarta merujuk pada falsafah Sunda. Baik dibidang pendidikan, infratruktur, ekonomi, sosial, dan lain-lain.
"Bupati Purwakarta mampu menerjemahkan falsafah Sunda dalam pembangunan pemerintahannya, bukan dari pikiran dan budaya orang lain. Inilah yang kami cari. Membangun Indonesia tentu harus dengan pikiran orang Indonesia. Selama ini pikiran orang pribumi selalu dianggap tertinggal dan kuno. Tapi tidak dengan Purwakarta," jelas Didi, Jumat (24/4/2015).
Menurutnya, kebanyakan pembangunan daerah berorientasi pada pemikiran budaya lain. Padahal, pemikiran Sunda jauh lebih awal dan maju. "Ini luar biasa," kata dia.
Atas kebanggaan itu, Universitas Pasundan (Unpas) Bandung dalam waktu dekat akan memberikan gelar doktor kehormatan atau doctor honoris causa dibidang ke pemimpinan Sunda kepada Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.
“Untuk menganugerahkan gelar tersebut, saat ini kami telah membentuk tim dari tiga guru besar dari ITB (Institut Teknologi Bandung), Unpad (Universitas Padjadjaran), dan Unpas untuk mengumpulkan dan mengkaji karya pemikiran dari kepemimpinan Dedi Mulyadi," tambah dia.
Jika hasil pengkajian dinyatakan layak, Dedi Mulyadi akan menjadi orang kedua yang mendapatkan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dari universitas tersebut. "Karena pertama Unpas menganugerahkan gelar ini kepada Tjetje Hidayat Padmadinata sebagai Doktor Honoris Causa bidang politik," tutup Didi.
Sementara itu, ditanya soal gelar doktor yang akan dianugerahkan kepadanya, Dedi Mulyadi hanya menjawabnya dengan senyuman. Bagi dirinya gelar tersebut biasa saja. Bupati berpenampilan nyentrik ini justru menyayangkan jika pembanguan yang selalu merujuk pada tema modernisasi.
“Padahal, leluhur Sunda sudah menjelaskan falsafahnya dalam pembangunan adalah Ciri Sabumi Cara Sadesa Jawadah Tutung Biritna sa carana sa carana lain tepak sejen igel. Jadi membangun itu punya caranya sendiri berdasar kulturnya. Rujukan falsafah Sunda seperti ini, kalau menurut saya menjadi bahasanya akademik, universitas, dan ilmiah," tuturnya.
"Kalau pikiran orang lain dianggap hebat, ini kebiasaan kita. Makanya mindset ini perlu diubah dengan penguatan sistem keyakinan dan optimisme, bahwa Sunda jauh lebih hebat dan beradab," tambah bupati yang selalu mengenakan iket kepala ini.
(san)