Bersihkan Sendang dan Makan Sego Golong Bersama
A
A
A
Sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas berkah air yang melimpah, ratusan warga Desa Wisata Kandri, Kecamatan Gunungpati, menggelar ritual Nyadran Kali, kemarin.
Ritual yang rutin setiap tahun itu dilaksanakan meriah lengkap dengan berbagai pertunjukan menarik. Sejak pagi, ratusan masyarakat Kandri sudah berduyunduyun ke jalan. Menggunakan beragam atribut khas parade, mereka berbondong-bondong mengikuti Nyadran Kali dipusatkan di Sendang Gede, salah satu sumber air yang ada di desa wisata itu. Arak-arakan peserta Nyadran Kali yang dipimpin Camat Gunungpati dan Lurah Kandri itu berjalan mengelilingi sepanjang jalan desa menuju ke sendang.
Dibawa pula berbagai sesajian seperti gong, replika kepala kerbau, sego golong, jaddah, dan sego guo. Peserta juga mengenakan beragam pakaian adat unik. Sementara ratusan anakanak pelajar di desa itu ikut memeriahkan pawai dengan seragam kreasi dari dedaunan yang sangat indah dan menambah meriah kegiatan tersebut.
“Kirab ini adalah ritual rutin yang dilakukan sejak nenek moyang kami, yakni setiap Kamis Kliwon bulan Jumadil Akhir penanggalan Jawa. Tujuannya sebagai wujud syukur kepada Tuhan karena telah memberikan anugerah berupa sumber air dari Sendang Gede yang sangat bermanfaat bagi kehidupan warga,” kata ketua panitia kegiatan Nyadran Kali, Masduki.
Sejak beberapa tahun terakhir ritual sengaja dibuat meriah untuk mendukung Desa Kandri yang ditetapkan sebagai desa wisata. Diharapkan kegiatan ritual Nyadran Kali dapat menarik wisatawan, baik lokal maupun luar negeri untuk berdatangan ke desa wisata itu. “Tema kali ini adalah Nyadran Kali dan Parade Daun. Maka peserta berpakaian ala dedaunan yang menyimbolkan betapa pohon-pohon dan tanaman tumbuh subur di desa kami karena adanya sumber mata air ini,” ungkapnya.
Selain membawa sesajian, warga Desa Kandri, terutama ibu-ibu, ikut berdatangan ke sendang dengan membawa makanan dari rumah masingmasing. Mereka datang membawa daun pisang digunakan untuk menaruh makanan yang mereka bawa. Sesampainya di sendang, daun pisang yang telah dibawa itu kemudian digelar di jalanan dan digunakan untuk meletakkan makanan.
“Ini adalah bentuk kebersamaan kami, adat ini sudah berlangsung sejak lama. Ibu-ibu membawa makanan untuk suaminya yang sedang gotong-royong membersihkan sendang. Makanan kemudian ditaruh di atas daun pisang dan dimakan bersama-sama,” katanya. Sementara juru kunci Sendang Gede, Supriyadi, menceritakan asal-muasal prosesi adat Nyadran Kali. Menurut dia, konon sendang di Desa Kandri memiliki mata air sangat besar.
Masyarakat khawatir air yang keluar dari sendang akan membanjiri desa. Karena itu, masyarakat berinisiatif menutup mata air dengan gong, jaddah, dan kepala kerbau. “Untuk itulah setiap tahun kami membawa gong, jaddah, dan kepala kerbau, diarak menuju sendang tidak lain untuk mengenang peristiwa tersebut sebagai bentuk kepedulian masyarakat dalam melestarikan budaya leluhur,” ujarnya.
Kegiatan Nyadran Kali itu juga dihadiri Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dan pejabat tinggi pemerintahan Kota Semarang. Hendi berharap kegiatan serupa harus terus ditingkatkan sehingga dapat menghidupkan potensi-potensi terbaik dari Desa Kandri dan umumnya Kota Semarang.
“Dengan ada Nyadran Kali ini, nanti desa ini akan menjadi sebuah destinasi wisata bagi para wisatawan, baik dari Semarang maupun luar Semarang,” katanya. ?
Andika Prabowo
Kota Semarang
Ritual yang rutin setiap tahun itu dilaksanakan meriah lengkap dengan berbagai pertunjukan menarik. Sejak pagi, ratusan masyarakat Kandri sudah berduyunduyun ke jalan. Menggunakan beragam atribut khas parade, mereka berbondong-bondong mengikuti Nyadran Kali dipusatkan di Sendang Gede, salah satu sumber air yang ada di desa wisata itu. Arak-arakan peserta Nyadran Kali yang dipimpin Camat Gunungpati dan Lurah Kandri itu berjalan mengelilingi sepanjang jalan desa menuju ke sendang.
Dibawa pula berbagai sesajian seperti gong, replika kepala kerbau, sego golong, jaddah, dan sego guo. Peserta juga mengenakan beragam pakaian adat unik. Sementara ratusan anakanak pelajar di desa itu ikut memeriahkan pawai dengan seragam kreasi dari dedaunan yang sangat indah dan menambah meriah kegiatan tersebut.
“Kirab ini adalah ritual rutin yang dilakukan sejak nenek moyang kami, yakni setiap Kamis Kliwon bulan Jumadil Akhir penanggalan Jawa. Tujuannya sebagai wujud syukur kepada Tuhan karena telah memberikan anugerah berupa sumber air dari Sendang Gede yang sangat bermanfaat bagi kehidupan warga,” kata ketua panitia kegiatan Nyadran Kali, Masduki.
Sejak beberapa tahun terakhir ritual sengaja dibuat meriah untuk mendukung Desa Kandri yang ditetapkan sebagai desa wisata. Diharapkan kegiatan ritual Nyadran Kali dapat menarik wisatawan, baik lokal maupun luar negeri untuk berdatangan ke desa wisata itu. “Tema kali ini adalah Nyadran Kali dan Parade Daun. Maka peserta berpakaian ala dedaunan yang menyimbolkan betapa pohon-pohon dan tanaman tumbuh subur di desa kami karena adanya sumber mata air ini,” ungkapnya.
Selain membawa sesajian, warga Desa Kandri, terutama ibu-ibu, ikut berdatangan ke sendang dengan membawa makanan dari rumah masingmasing. Mereka datang membawa daun pisang digunakan untuk menaruh makanan yang mereka bawa. Sesampainya di sendang, daun pisang yang telah dibawa itu kemudian digelar di jalanan dan digunakan untuk meletakkan makanan.
“Ini adalah bentuk kebersamaan kami, adat ini sudah berlangsung sejak lama. Ibu-ibu membawa makanan untuk suaminya yang sedang gotong-royong membersihkan sendang. Makanan kemudian ditaruh di atas daun pisang dan dimakan bersama-sama,” katanya. Sementara juru kunci Sendang Gede, Supriyadi, menceritakan asal-muasal prosesi adat Nyadran Kali. Menurut dia, konon sendang di Desa Kandri memiliki mata air sangat besar.
Masyarakat khawatir air yang keluar dari sendang akan membanjiri desa. Karena itu, masyarakat berinisiatif menutup mata air dengan gong, jaddah, dan kepala kerbau. “Untuk itulah setiap tahun kami membawa gong, jaddah, dan kepala kerbau, diarak menuju sendang tidak lain untuk mengenang peristiwa tersebut sebagai bentuk kepedulian masyarakat dalam melestarikan budaya leluhur,” ujarnya.
Kegiatan Nyadran Kali itu juga dihadiri Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dan pejabat tinggi pemerintahan Kota Semarang. Hendi berharap kegiatan serupa harus terus ditingkatkan sehingga dapat menghidupkan potensi-potensi terbaik dari Desa Kandri dan umumnya Kota Semarang.
“Dengan ada Nyadran Kali ini, nanti desa ini akan menjadi sebuah destinasi wisata bagi para wisatawan, baik dari Semarang maupun luar Semarang,” katanya. ?
Andika Prabowo
Kota Semarang
(ars)