Curhatan Sulitnya Penyandang Tunarungu Membuat SIM

Minggu, 19 April 2015 - 03:30 WIB
Curhatan Sulitnya Penyandang Tunarungu Membuat SIM
Curhatan Sulitnya Penyandang Tunarungu Membuat SIM
A A A
BANDUNG - Bisa berseliweran di jalan raya menggunakan kendaraan pribadi agar memudahkan mobilitas, mungkin itu hanya jadi angan-angan besar bagi mayoritas orang dengan kebutuhan khusus, terutama penyandang tunarungu.

Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Bandung, Djumono mengatakan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan dan Sarana Jalan, penyandang difabel disebutkan harus memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) D.

Meski sudah diatur dalam undang-undang, penyandang tunarungu tetap kesulitan mendapatkan SIM D dengan beragam alasan. Saat ingin membuat SIM, mereka biasanya terkendala mendapat surat keterangan dokter sebagai pelengkap syarat pembuatan SIM di kepolisian.

Kemampuan mendengar mereka yang di bawah rata-rata dipandang tidak layak mendapatkan SIM. Karena tidak mendapat keterangan layak mendapatkan SIM dari dokter, polisi pun akhirnya tidak bisa memproses pengajuan pembuatan SIM untuk mereka.

"Katanya ada hambatan dalam pendengarannya karena tidak bisa mendengar bunyi klakson dan bunyi lainnya," kata Djumono di Bandung, Sabtu 18 April 2015.

Padahal masalah itu ada jalan keluarnya. Di era serba moderen ini, masalah pendengaran bisa diatasi. Sehingga hal itu seharusnya tidak jadi sandungan bagi penyandang tunarungu untuk mendapatkan SIM.

"Kami berharap kepolisian semakin memahami, teknologi sudah semakin maju. Teman-teman tunarungu ini bisa memakai alat bantu pendengaran," ungkapnya.

Kebutuhan memiliki SIM D, menurutnya, jelas sangat penting bagi mereka. Sebab mereka banyak yang memiliki kendaraan, terutama sepeda motor untuk menunjang aktivitasnya.

"Teman-teman tunarungu ini untuk mereka bersekolah, dari rumah banyak yang pakai sepeda motor pribadi. Untuk mendapatkan pendidikan, banyak dari mereka yang ingin memakai sepeda motor karena untuk naik kendaraan umum kadang mereka kesulitan," tuturnya.

Bahkan banyak penyandang tunarungu yang sudah bekerja. Mereka membutuhkan SIM agar mobilitasnya leluasa dan tidak harus berurusan dengan polisi di jalan karena tidak memiliki SIM.

"Kadang teman-teman ini juga ditilang. Tapi karena mereka merasa membutuhkan mobilitas, akhirnya dijalani saja," tuturnya.

Djumono mengatakan, pihaknya tidak meminta diberi keistimewaan dari polisi untuk mendapatkan SIM. Apalagi sudah ada undang-undang yang mengatur tentang SIM bagi orang berkebutuhan khusus.

"Tapi saya berharap pihak kepolisian membuat kebijakan yang arif dan berkeadilan untuk teman-teman tunarungu ini agar bisa juga menikmati mobilitasnya secara wajar seperti masyarakat yang lainnya," ucapnya.

Sementara sebagai upaya mempermudah pembuatan SIM D bagi tunarungu, ia mengaku sudah memperjuangkannya ke Polrestabes Bandung. Ia sudah menemui pihak Polrestabes Bandung belum lama ini.

Dari hasil pertemuan, sejauh ini baru ada rencana pembuatan SIM kolektif untuk penyandang tunarungu dan orang berkebutuhan khusus lainnya. Tapi ia masih menunggu realisasinya.

"Yang kita tunggu kapan Polrestabes Bandung mengundang kita lagi untuk membahas pembuatan SIM kolektif yang sudah dijanjikan waktu itu," tandasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7783 seconds (0.1#10.140)