PBR durhaka
A
A
A
BANDUNG - Kelompok suporter Pelita Bandung Raya (PBR), Baraya kecewa terhadap manajemen PT Kreasi Performa Pasundan (KPP) yang memboyong The Boys Are Back dari Kota Bandung ke Bekasi.
Sebab, keputusan Manajemen PT KPP dianggap tak menghargai suporter-nya. Bahkan, saat launching tim yang kini berubah nama jadi Persipasi Bandung Raya di Kota Bekasi, Minggu (12/4), Baraya tak mendapat undangan. Mereka pun tak sungkan menyebut klub kesayangannya itu ibarat sosok durhaka. “Mereka (manajemen PT KPP) seperti kacang lupa akan kulitnya. Kami dilupakan. Mereka telah meninggalkan kami dan tidak ada komunikasi sama sekali antara manajemen dengan kami,” ungkap Koordinator Baraya Eko saat dihubungi, kemarin.
Karena itu jika Baraya melontarkan kekecewaan hal itu cukup wajar. Sebab kembalinya Bandung Raya meski mengusung nama Pelita di depannya, tetap sangat dinantikan suporter mereka yang kadung sudah menaruh hati sejak Bandung Raya mampu mencuri perhatian di pertengahan 1990’an.
“Kita memang sudah cukup lama mengetahui kabar kepindahan PBR ke Kota Bekasi. Tapi saat benar-benar pindah kita tidak diberi kabar. Tidak ada yang menghubungi kami, malah ketika kami hubungi tidak ada yang merespons dan tidak mau jawab. Sejauh ini, saya juga tahunya di media dan yang pasti kecewa lah,” katanya.
Meski demikian, Eko dan anggota Baraya lainnya menyatakan tetap akan memberikan dukungan. Namun bukan kepada klub melainkan untuk pelatih Dejan Antonic dana para penggawanya. “Kami tetap respek sama Dejan Antonic karena dia yang sudah berbuat banyak untuk PBR. Kami dukung pemainnya tanpa mendukung nama klubnya,” tegasnya.
Selama ini perubahan nama Pelita Bandung Raya (PBR) menjadi Persipasi Bandung Raya memang belum mendapat restu dari PT Liga Indonesia. Kabarnya jika manajemen bersikukuh melakukan pergantian nama, The Boys Are Back terancam tak bisa melanjutkan kiprah di kompetisi QNB League2015. Alasannya, perubahan nama tersebut kemungkinan besar akan berujung gugatan hukum dari Direktur Utama PT Patriot Indonesia (Persipasi) Muhammad Kartono Yulianto.
Kartono mengatakan, unifikasi Persipasi dengan PBR tidak atas persetujuan pihaknya sebagai manajemen yang sah. Dengan begitu, pihaknya akan langsung melaporkan legalitas manajemen PBR ke BOPI, PSSI, PT Liga Indonesia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami juga meminta kepada BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) untuk mengudit keuangan Persipasi. Karena dalam catatan kami, Persipasi pernah menggunakan APBD 2010 sekitar Rp5 miliar dan 2011 kurang lebih Rp9 miliar. Namun, hak kepemilikan Pemerintah Kota Bekasi atas Persipasi setelah merger dengan PBR hilang atau dihilangkan,” ujar Kartono seperti dilansir bola.net.
“Terlebih, nanti akan keluar payung hukum penggunaan stadion yang merupakan aset daerah dengan nilai aset mencapai Rp1 triliun lebih baik berupa perwal maupun perda terindikasi sebuah pesanan yang menguntungkan suatu pihak atau perusahaan swasta,” sambungnya.
Lebih jauh, kata Kartono menyayangkan dengan keputusan Enkus yang seharusnya mengurus Persipasi, namun membuat keputusan sepihak berupa merger dengan Pelita Bandung Raya. Alhasil, kini dikelola PT KPP. “Bahkan, kami juga tidak tahu kalau ada launching tim di Stadion Patriot. Selain itu, tidak pernah ada pembicaraan untuk merger atau menjualnya seperti sekarang ini,” tandasnya.
Muhammad ginanjar
Sebab, keputusan Manajemen PT KPP dianggap tak menghargai suporter-nya. Bahkan, saat launching tim yang kini berubah nama jadi Persipasi Bandung Raya di Kota Bekasi, Minggu (12/4), Baraya tak mendapat undangan. Mereka pun tak sungkan menyebut klub kesayangannya itu ibarat sosok durhaka. “Mereka (manajemen PT KPP) seperti kacang lupa akan kulitnya. Kami dilupakan. Mereka telah meninggalkan kami dan tidak ada komunikasi sama sekali antara manajemen dengan kami,” ungkap Koordinator Baraya Eko saat dihubungi, kemarin.
Karena itu jika Baraya melontarkan kekecewaan hal itu cukup wajar. Sebab kembalinya Bandung Raya meski mengusung nama Pelita di depannya, tetap sangat dinantikan suporter mereka yang kadung sudah menaruh hati sejak Bandung Raya mampu mencuri perhatian di pertengahan 1990’an.
“Kita memang sudah cukup lama mengetahui kabar kepindahan PBR ke Kota Bekasi. Tapi saat benar-benar pindah kita tidak diberi kabar. Tidak ada yang menghubungi kami, malah ketika kami hubungi tidak ada yang merespons dan tidak mau jawab. Sejauh ini, saya juga tahunya di media dan yang pasti kecewa lah,” katanya.
Meski demikian, Eko dan anggota Baraya lainnya menyatakan tetap akan memberikan dukungan. Namun bukan kepada klub melainkan untuk pelatih Dejan Antonic dana para penggawanya. “Kami tetap respek sama Dejan Antonic karena dia yang sudah berbuat banyak untuk PBR. Kami dukung pemainnya tanpa mendukung nama klubnya,” tegasnya.
Selama ini perubahan nama Pelita Bandung Raya (PBR) menjadi Persipasi Bandung Raya memang belum mendapat restu dari PT Liga Indonesia. Kabarnya jika manajemen bersikukuh melakukan pergantian nama, The Boys Are Back terancam tak bisa melanjutkan kiprah di kompetisi QNB League2015. Alasannya, perubahan nama tersebut kemungkinan besar akan berujung gugatan hukum dari Direktur Utama PT Patriot Indonesia (Persipasi) Muhammad Kartono Yulianto.
Kartono mengatakan, unifikasi Persipasi dengan PBR tidak atas persetujuan pihaknya sebagai manajemen yang sah. Dengan begitu, pihaknya akan langsung melaporkan legalitas manajemen PBR ke BOPI, PSSI, PT Liga Indonesia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami juga meminta kepada BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) untuk mengudit keuangan Persipasi. Karena dalam catatan kami, Persipasi pernah menggunakan APBD 2010 sekitar Rp5 miliar dan 2011 kurang lebih Rp9 miliar. Namun, hak kepemilikan Pemerintah Kota Bekasi atas Persipasi setelah merger dengan PBR hilang atau dihilangkan,” ujar Kartono seperti dilansir bola.net.
“Terlebih, nanti akan keluar payung hukum penggunaan stadion yang merupakan aset daerah dengan nilai aset mencapai Rp1 triliun lebih baik berupa perwal maupun perda terindikasi sebuah pesanan yang menguntungkan suatu pihak atau perusahaan swasta,” sambungnya.
Lebih jauh, kata Kartono menyayangkan dengan keputusan Enkus yang seharusnya mengurus Persipasi, namun membuat keputusan sepihak berupa merger dengan Pelita Bandung Raya. Alhasil, kini dikelola PT KPP. “Bahkan, kami juga tidak tahu kalau ada launching tim di Stadion Patriot. Selain itu, tidak pernah ada pembicaraan untuk merger atau menjualnya seperti sekarang ini,” tandasnya.
Muhammad ginanjar
(ftr)