Jalan Jawa Bisa Jadi Bumerang Wali Kota
A
A
A
MEDAN - Pemerintah Kota (Pemko) Medan diimbau berhati-hati dalam mengeluarkan keputusan terkait perubahan peruntukan lahan lokasi Centre Point di Jalan Jawa karena bisa menjadi bumerang bagi Wali Kota Dzulmi Eldin.
Pengamat Hukum Tata Negara, Yusmadi Sikumbang, mengatakan, keputusan yang diberikan Pemko Medan dan proses politik yang bergulir di DPRD Medan bisa batal demi hukum, jika ternyata hasil penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) menguntungkan PT Kereta Api Indonesia (KAI). “Baiknya semua pihak terkait harus salingmenjaga, karenaproseshukum sedang berjalan. Kami belum tahu apa hasil proses hukumnya.
Apalagi sekarang sudah ada tersangka yang ditahan, berarti ada perkembangan perkaranya,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO MEDAN , kemarin. Menurut dosen pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) ini, jika ternyata pengalihan peruntukan yang dilakukan dua mantan wali kota Medan, yakni Abdillah dan Rahudman Harahap, bermasalah, bisa jadi yang menang PT KAI.
Jika begitu, berarti keputusan yang selamaini, baikdikeluarkanPemko Medan maupun DPRD, batal demi hukum. Tapi tentu setelah proses hukumnya nanti berkekuatan hukum tetap. Penyidik Kejagung juga bisa menyita atau menyegel Centre Point jika bangunan megah tersebut bermasalah atau dijadikan barang bukti. “Penyidik berhak (melakukan) itu, dan dilindungi undang-undang,” ucapnya.
Yusmadi menilai ditahannya Direktur PT ACK, Handoki Lie, bisa membuat posisi Centre Point semakin terjepit. Apalagi diketahui bahwa gedung megah tersebut terindikasi dibangun tanpa izin mendirikan bangunan (IMB). “Tapi saya tidak bisa komentari ke arah itu karena sepenuhnya hak penyidik Kejagung. Namun, alangkah baiknya jika semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan ini. Dimana, sudah ada penetapan tersangka dan penahanan. Berarti kan sudah mulai terbuka benang kusut selama ini,” kata dia.
Dokumen Dewan Diduga Dipalsukan
Polemik lahan Centre Point makin melebar setelah kemarin Wakil Ketua DPRD Medan, Ikhwan Ritonga, menduga dokumen persetujuan perubahan peruntukan lahan seluas 32.000 meter persegi di Jalan Jawa/Jalan Timor, Kelurahan Gang Buntu, Kecamatan Medan Timur yang diberikan ke pemko diduga palsu atau bodong. Sebab, persetujuan tersebut belum ditandatangani pimpinan DPRD Medan secara lengkap.
Ihwan mengaku, sampai kemarin belum menandatangani persetujuan perubahan peruntukan tersebut. Apabila persetujuan perubahan peruntukan tersebut belum ditandatangani pimpinan secara keseluruhan, tidak bisa diserahkan kepada pemko. “Saya saja belum teken. Bang Nanda (Wakil Ketua DPRD Medan, Iswanda Ramli) juga belum meneken. Tentunya ketua (Ketua DPRD Medan, Hendry Jhon Hutagalung) juga belum meneken.
Jadi, belum tentu bisa diberikan. Apabila Pemko Medan menyatakan sudah diberikan, patut diduga itu dokumen palsu,” ucapnya kepada KORAN SINDO MEDAN , kemarin. Sesuai mekanismenya, persetujuan tersebut harus diteken seluruh pimpinan Dewan, tidak bisa hanya satu atau dua pimpinan saja. Bahkan, penandatanganan tersebut harus berjenjang, mulai dari Burhanuddin Sitepu, Ikhwan Ritonga, Iswanda Ramli, dan terakhir Ketua DPRD Medan, Hendry Jhon Hutagalung.
Mereka juga sudah sepakat menggelar rapat pimpinan terkait lahan tersebut sebelum membubuhkan tanda tangan. Rapat tersebut belum digelar karena masih dikaji. Selain itu, pendapat-pendapat fraksi belum dimasukkan dalam persetujuan tersebut. Dia belum bisa menyebutkan secara pasti apakah dokumen itu memang benar telah berada di tangan pejabat Pemko Medan, karena harus mengecek terlebih dahulu sekretariat Dewan.
Apabila sudah diantar ke pemko, akan diketahui kapan dan siapa yang memberikan dan menerima serta bentuk dokumennya. “Kalau ternyata belum disampaikan, kami akan panggil pihak pemko mengklarifikasi dan menunjukkan mana dokumen persetujuan perubahan peruntukan lahan Jalan Jawa yang mereka terima,” ucapnya. Dia berkeyakinan, persetujuan perubahan peruntukan yang diantarkan ke Pemko Medanmerupakan perubahan peruntukan lahan lain.
Sebab, sebelum persetujuan perubahan peruntukan lahan di Jalan Jawa, mereka menyetujui sembilan perubahan peruntukan lahan di beberapa wilayah di Kota Medan. Persetujuan tersebut sudah selesai dikaji dan dokumennya diserahkan ke Pemko Medan untuk penerbitan surat keputusan (SK) wali kota. “Bisa jadi juga pembatalan perubahan peruntukan lahan di Jalan Sutomo. Makanya, mereka (pemko) harus cek dulu yang benar,” ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris DPRD Medan, Azwarlin, mengaku tidak tahu apakah persetujuan perubahan peruntukan lahan Centre Point sudah diserahkan atau tidak. Sebab, bisa saja penyerahan dilakukan tanpa sepengetahuan nya. Mengingat tidak ada paraf dan tanda tangan dirinya di dalam persetujuan tersebut. “Saya tidak tahu. Bisa saja diberikan tanpa sepengetahuan saya.
Begitu dinomori langsung diserahkan ke pemko,” katanya. Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan, Zulkarnain, kembali membantah pernyataan Asisten Umum Sekretariat Daerah Kota( Setdako), Ikhwan Habibi Daulay, bahwa dirinya telah menerima dokumen persetujuan perubahan peruntukan lahan Centre Point.
Dia menilai pernyataan Ikhwan kemungkinan asumsi saja berdasarkan rentang waktu persetujuan dengan penyerahan berkas ke pemko. “Rentang waktunya kan cukup lama. Makanya, dia (Ikhwan) berpendapat berkas tersebut sudah diserahkan. Jadi, tidak ada yang salah. Yang pasti, saya belum melihat berkas persetujuan tersebut,” katanya.
Pemko Didemo
Sementara itu, ratusan orang dari berbagai elemen yang tergabung dalam Masyarakat Pribumi Indonesia berunjuk rasa di depan Balai Kota Medan, kemarin, untuk mendesak Pemko Medan tidak melakukan kongkalikong dengan PT ACK. Massa juga membentangkan spanduk yang bertuliskan tuntutan dibangun kembali Masjid Al Hidayah di kawasan Jalan Jawa dan membuka kembali akses di Jalan Madura.
Sebagaimana diketahui, akibat berdirinya Centre Point, Masjid Al Hidayah dirobohkan dan Jalan Madura ditutup. “Pemko Medan ini tidak punya hati nurani, membiarkan bangunan berdiri tanpa IMB. Pemko ini tak peduli seolah sependapat dengan PT ACK. Inilah akibat ulah-ulah oknum pejabat pemko yang mau mencari keuntungan pribadi, “ kata Sekretaris LSM Perintis, PMH Sidauruk.
Pimpinan Aksi, Fadli Hamsi, mendesak Masjid Al Hidayah dan madrasahnya dapat dibangun kembali, serta Jalan Madura harus dikembalikan seperti sediakala. dia meminta wali kota dan DPRD Medan dapat segera menyelesaikan masalah ini. “Hentikan penggusuran bangunan dan aktivitas ekonomi kaum pribumi karena sekarang sebagian besar lahan pribumi sudah dikuasai kapitalis,” pekiknya.
Suasana sempat memanas dan terjadi keributan dengan petugas Satpol PP karena massa menggoyang-goyangkan pintu gerbang Balai Kota. Tensi semakin meningkat ketika massa tidak bisa bertemu wali kota Medan, karenasedangberada diluar. Massa pun memblokade Jalan Kapten Maulana Lubis, sehingga mengakibatkan arus lalu lintas macet total. Akibatnya pengunjuk rasa sempat adu mulut dengan sejumlah pengemudi kendaraan roda empat yang melintas.
“Berhenti, putar, putar, tidak bisa lewat sini,” teriak massa. Akhirnya, karena sudah terjebak di kerumunan pengunjuk rasa, empat unit mobil memutar arah dan masuk ke halaman gedung DPRD Medan. Aksi kembali ricuh ketika Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Medan, Syaiful Bahri, menemui pengunjuk rasa. “Kami tak mau sekda,” ujar pengunjuk rasa. Mendengar hal ini, sekda pun berbalik arah dan kembali ke kantornya.
Reza shahab/ lia anggia nasution/ panggabean hasibuan
Pengamat Hukum Tata Negara, Yusmadi Sikumbang, mengatakan, keputusan yang diberikan Pemko Medan dan proses politik yang bergulir di DPRD Medan bisa batal demi hukum, jika ternyata hasil penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) menguntungkan PT Kereta Api Indonesia (KAI). “Baiknya semua pihak terkait harus salingmenjaga, karenaproseshukum sedang berjalan. Kami belum tahu apa hasil proses hukumnya.
Apalagi sekarang sudah ada tersangka yang ditahan, berarti ada perkembangan perkaranya,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO MEDAN , kemarin. Menurut dosen pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) ini, jika ternyata pengalihan peruntukan yang dilakukan dua mantan wali kota Medan, yakni Abdillah dan Rahudman Harahap, bermasalah, bisa jadi yang menang PT KAI.
Jika begitu, berarti keputusan yang selamaini, baikdikeluarkanPemko Medan maupun DPRD, batal demi hukum. Tapi tentu setelah proses hukumnya nanti berkekuatan hukum tetap. Penyidik Kejagung juga bisa menyita atau menyegel Centre Point jika bangunan megah tersebut bermasalah atau dijadikan barang bukti. “Penyidik berhak (melakukan) itu, dan dilindungi undang-undang,” ucapnya.
Yusmadi menilai ditahannya Direktur PT ACK, Handoki Lie, bisa membuat posisi Centre Point semakin terjepit. Apalagi diketahui bahwa gedung megah tersebut terindikasi dibangun tanpa izin mendirikan bangunan (IMB). “Tapi saya tidak bisa komentari ke arah itu karena sepenuhnya hak penyidik Kejagung. Namun, alangkah baiknya jika semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan ini. Dimana, sudah ada penetapan tersangka dan penahanan. Berarti kan sudah mulai terbuka benang kusut selama ini,” kata dia.
Dokumen Dewan Diduga Dipalsukan
Polemik lahan Centre Point makin melebar setelah kemarin Wakil Ketua DPRD Medan, Ikhwan Ritonga, menduga dokumen persetujuan perubahan peruntukan lahan seluas 32.000 meter persegi di Jalan Jawa/Jalan Timor, Kelurahan Gang Buntu, Kecamatan Medan Timur yang diberikan ke pemko diduga palsu atau bodong. Sebab, persetujuan tersebut belum ditandatangani pimpinan DPRD Medan secara lengkap.
Ihwan mengaku, sampai kemarin belum menandatangani persetujuan perubahan peruntukan tersebut. Apabila persetujuan perubahan peruntukan tersebut belum ditandatangani pimpinan secara keseluruhan, tidak bisa diserahkan kepada pemko. “Saya saja belum teken. Bang Nanda (Wakil Ketua DPRD Medan, Iswanda Ramli) juga belum meneken. Tentunya ketua (Ketua DPRD Medan, Hendry Jhon Hutagalung) juga belum meneken.
Jadi, belum tentu bisa diberikan. Apabila Pemko Medan menyatakan sudah diberikan, patut diduga itu dokumen palsu,” ucapnya kepada KORAN SINDO MEDAN , kemarin. Sesuai mekanismenya, persetujuan tersebut harus diteken seluruh pimpinan Dewan, tidak bisa hanya satu atau dua pimpinan saja. Bahkan, penandatanganan tersebut harus berjenjang, mulai dari Burhanuddin Sitepu, Ikhwan Ritonga, Iswanda Ramli, dan terakhir Ketua DPRD Medan, Hendry Jhon Hutagalung.
Mereka juga sudah sepakat menggelar rapat pimpinan terkait lahan tersebut sebelum membubuhkan tanda tangan. Rapat tersebut belum digelar karena masih dikaji. Selain itu, pendapat-pendapat fraksi belum dimasukkan dalam persetujuan tersebut. Dia belum bisa menyebutkan secara pasti apakah dokumen itu memang benar telah berada di tangan pejabat Pemko Medan, karena harus mengecek terlebih dahulu sekretariat Dewan.
Apabila sudah diantar ke pemko, akan diketahui kapan dan siapa yang memberikan dan menerima serta bentuk dokumennya. “Kalau ternyata belum disampaikan, kami akan panggil pihak pemko mengklarifikasi dan menunjukkan mana dokumen persetujuan perubahan peruntukan lahan Jalan Jawa yang mereka terima,” ucapnya. Dia berkeyakinan, persetujuan perubahan peruntukan yang diantarkan ke Pemko Medanmerupakan perubahan peruntukan lahan lain.
Sebab, sebelum persetujuan perubahan peruntukan lahan di Jalan Jawa, mereka menyetujui sembilan perubahan peruntukan lahan di beberapa wilayah di Kota Medan. Persetujuan tersebut sudah selesai dikaji dan dokumennya diserahkan ke Pemko Medan untuk penerbitan surat keputusan (SK) wali kota. “Bisa jadi juga pembatalan perubahan peruntukan lahan di Jalan Sutomo. Makanya, mereka (pemko) harus cek dulu yang benar,” ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris DPRD Medan, Azwarlin, mengaku tidak tahu apakah persetujuan perubahan peruntukan lahan Centre Point sudah diserahkan atau tidak. Sebab, bisa saja penyerahan dilakukan tanpa sepengetahuan nya. Mengingat tidak ada paraf dan tanda tangan dirinya di dalam persetujuan tersebut. “Saya tidak tahu. Bisa saja diberikan tanpa sepengetahuan saya.
Begitu dinomori langsung diserahkan ke pemko,” katanya. Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan, Zulkarnain, kembali membantah pernyataan Asisten Umum Sekretariat Daerah Kota( Setdako), Ikhwan Habibi Daulay, bahwa dirinya telah menerima dokumen persetujuan perubahan peruntukan lahan Centre Point.
Dia menilai pernyataan Ikhwan kemungkinan asumsi saja berdasarkan rentang waktu persetujuan dengan penyerahan berkas ke pemko. “Rentang waktunya kan cukup lama. Makanya, dia (Ikhwan) berpendapat berkas tersebut sudah diserahkan. Jadi, tidak ada yang salah. Yang pasti, saya belum melihat berkas persetujuan tersebut,” katanya.
Pemko Didemo
Sementara itu, ratusan orang dari berbagai elemen yang tergabung dalam Masyarakat Pribumi Indonesia berunjuk rasa di depan Balai Kota Medan, kemarin, untuk mendesak Pemko Medan tidak melakukan kongkalikong dengan PT ACK. Massa juga membentangkan spanduk yang bertuliskan tuntutan dibangun kembali Masjid Al Hidayah di kawasan Jalan Jawa dan membuka kembali akses di Jalan Madura.
Sebagaimana diketahui, akibat berdirinya Centre Point, Masjid Al Hidayah dirobohkan dan Jalan Madura ditutup. “Pemko Medan ini tidak punya hati nurani, membiarkan bangunan berdiri tanpa IMB. Pemko ini tak peduli seolah sependapat dengan PT ACK. Inilah akibat ulah-ulah oknum pejabat pemko yang mau mencari keuntungan pribadi, “ kata Sekretaris LSM Perintis, PMH Sidauruk.
Pimpinan Aksi, Fadli Hamsi, mendesak Masjid Al Hidayah dan madrasahnya dapat dibangun kembali, serta Jalan Madura harus dikembalikan seperti sediakala. dia meminta wali kota dan DPRD Medan dapat segera menyelesaikan masalah ini. “Hentikan penggusuran bangunan dan aktivitas ekonomi kaum pribumi karena sekarang sebagian besar lahan pribumi sudah dikuasai kapitalis,” pekiknya.
Suasana sempat memanas dan terjadi keributan dengan petugas Satpol PP karena massa menggoyang-goyangkan pintu gerbang Balai Kota. Tensi semakin meningkat ketika massa tidak bisa bertemu wali kota Medan, karenasedangberada diluar. Massa pun memblokade Jalan Kapten Maulana Lubis, sehingga mengakibatkan arus lalu lintas macet total. Akibatnya pengunjuk rasa sempat adu mulut dengan sejumlah pengemudi kendaraan roda empat yang melintas.
“Berhenti, putar, putar, tidak bisa lewat sini,” teriak massa. Akhirnya, karena sudah terjebak di kerumunan pengunjuk rasa, empat unit mobil memutar arah dan masuk ke halaman gedung DPRD Medan. Aksi kembali ricuh ketika Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Medan, Syaiful Bahri, menemui pengunjuk rasa. “Kami tak mau sekda,” ujar pengunjuk rasa. Mendengar hal ini, sekda pun berbalik arah dan kembali ke kantornya.
Reza shahab/ lia anggia nasution/ panggabean hasibuan
(bbg)