Tukang Becak Ini Rela Tidak Dibayar demi Masa Depan Anak-Anak Kampung
A
A
A
SEMARANG - BECAK Paimin berjalan pelan menyusuri teriknya cuaca Kota Semarang, kemarin. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, pria berusia 62 tahun itu tetap semangat menggenjot pedal becaknya untuk mengantarkan anak-anak di kampungnya menuju sekolah tempat mereka belajar.
Ya, sosok Paimin atau yang akrab dipanggil Mbah Min memang tidak asing lagi bagi warga Kampung Jembawan RT 4/1 Kelurahan Kalibanteng Barat, Kecamatan Semarang Barat. Sehari-hari, suami dari Juminah ini selalu mengayuh becak untuk mengantar jemput anak-anak sekolah di kampungnya.
Sudah 20 tahun lebih Paimin menjadi tukang becak antar jemput anak sekolah di kampungnya. Tanpa lelah, dirinya terus setia mengantar dan menjemput anak-anak itu tanpa pernah terlambat.
Hebatnya, Paimin tidak pernah meminta bayaran dari pekerjaannya itu. Meski terkadang, sebagian orangtua yang kasihan memberikan sedikit imbalan untuk jasa-jasanya itu, meski nilainya tidak seberapa dan tergolong sangat kecil.
"Awalnya saya itu hanya mengantar cucu-cucu saya ke sekolah. Lama-lama anak tetangga ada yang ikut dan terus bertambah banyak. Jadi sekalian diantar," kata Paimin memulai obrolan bersama KORAN SINDO di kediamannya, Rabu (1/4/2015).
Saat ini, lanjut kakek sembilan cucu ini, setiap hari dirinya mengantar 15 anak sekolah di kampungnya. Dalam sehari, dirinya harus bolak-balik dari kampung ke sekolah hingga enam kali.
"Mengantarnya tiga kali, yakni jam 07.00 WIB, jam 10.00 WIB, dan jam 12.00 WIB. Sementara menjemputnya juga tiga kali sampai jam 17.00 WIB. Sehari-hari kegiatannya ya hanya itu," imbuh pria yang sudah menjadi tukang becak sejak tahun 1982 silam itu sambil tersenyum.
Paimin mengatakan, dirinya tidak pernah meminta imbalan dari pekerjaan yang ditekuninya itu. Sebab, Paimin hanya ingin membantu anak-anak di kampungnya agar tidak kesulitan dalam menempuh ilmu.
"Soalnya di sini banyak orang yang tidak mampu, sementara orangtua anak-anak itu banyak yang sibuk bekerja sehingga tidak dapat mengantarkan mereka ke sekolah. Karena saya juga mengantarkan cucu-cucu saya, jadi sekalian membantu mereka agar anak-anak tidak terkendala selama menuntut ilmu," paparnya.
Mengantarkan anak sekolah, lanjut Paimin, merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi dirinya. Sebab, menurutnya hal itu dapat dijadikan lahan amal baginya untuk menyongsong kehidupan di akhirat kelak.
Selain itu, pengalaman dirinya yang tidak lulus jenjang Sekolah Dasar juga menjadi pemicu semangatnya menolong anak-anak di kampungnya. Harapannya, dengan bantuan itu dirinya mampu meringankan beban orangtua anak-anak sehingga nantinya mereka akan terus bersekolah hingga pendidikan yang lebih tinggi.
"Harapannya anak-anak khususnya cucu-cucu saya yang setiap hari saya antar jemput itu dapat menjadi orang-orang hebat dan berpendidikan tinggi. Dan, semoga bantuan yang saya berikan ini dapat menjadi pemicu mereka dalam meraih impian itu," kata dia sambil tertawa renyah.
Meski begitu, Paimin mengaku jika tenaganya kini terus menurun. Tulang-tulangnya sering merasa sakit setelah seharian mengayuh becak untuk antar jemput anak sekolah itu.
"Namun hal itu tidak menyurutkan niat saya, kadang-kadang uang yang diberikan oleh orangtua anak-anak itu saya tabung yang nantinya untuk mengubah becak ini jadi becak motor. Jadi saya tidak usah capek lagi mengayuh becak dan tetap dapat menunaikan kewajiban saya mengantar jemput anak-anak," pungkasnya.
Ya, sosok Paimin atau yang akrab dipanggil Mbah Min memang tidak asing lagi bagi warga Kampung Jembawan RT 4/1 Kelurahan Kalibanteng Barat, Kecamatan Semarang Barat. Sehari-hari, suami dari Juminah ini selalu mengayuh becak untuk mengantar jemput anak-anak sekolah di kampungnya.
Sudah 20 tahun lebih Paimin menjadi tukang becak antar jemput anak sekolah di kampungnya. Tanpa lelah, dirinya terus setia mengantar dan menjemput anak-anak itu tanpa pernah terlambat.
Hebatnya, Paimin tidak pernah meminta bayaran dari pekerjaannya itu. Meski terkadang, sebagian orangtua yang kasihan memberikan sedikit imbalan untuk jasa-jasanya itu, meski nilainya tidak seberapa dan tergolong sangat kecil.
"Awalnya saya itu hanya mengantar cucu-cucu saya ke sekolah. Lama-lama anak tetangga ada yang ikut dan terus bertambah banyak. Jadi sekalian diantar," kata Paimin memulai obrolan bersama KORAN SINDO di kediamannya, Rabu (1/4/2015).
Saat ini, lanjut kakek sembilan cucu ini, setiap hari dirinya mengantar 15 anak sekolah di kampungnya. Dalam sehari, dirinya harus bolak-balik dari kampung ke sekolah hingga enam kali.
"Mengantarnya tiga kali, yakni jam 07.00 WIB, jam 10.00 WIB, dan jam 12.00 WIB. Sementara menjemputnya juga tiga kali sampai jam 17.00 WIB. Sehari-hari kegiatannya ya hanya itu," imbuh pria yang sudah menjadi tukang becak sejak tahun 1982 silam itu sambil tersenyum.
Paimin mengatakan, dirinya tidak pernah meminta imbalan dari pekerjaan yang ditekuninya itu. Sebab, Paimin hanya ingin membantu anak-anak di kampungnya agar tidak kesulitan dalam menempuh ilmu.
"Soalnya di sini banyak orang yang tidak mampu, sementara orangtua anak-anak itu banyak yang sibuk bekerja sehingga tidak dapat mengantarkan mereka ke sekolah. Karena saya juga mengantarkan cucu-cucu saya, jadi sekalian membantu mereka agar anak-anak tidak terkendala selama menuntut ilmu," paparnya.
Mengantarkan anak sekolah, lanjut Paimin, merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi dirinya. Sebab, menurutnya hal itu dapat dijadikan lahan amal baginya untuk menyongsong kehidupan di akhirat kelak.
Selain itu, pengalaman dirinya yang tidak lulus jenjang Sekolah Dasar juga menjadi pemicu semangatnya menolong anak-anak di kampungnya. Harapannya, dengan bantuan itu dirinya mampu meringankan beban orangtua anak-anak sehingga nantinya mereka akan terus bersekolah hingga pendidikan yang lebih tinggi.
"Harapannya anak-anak khususnya cucu-cucu saya yang setiap hari saya antar jemput itu dapat menjadi orang-orang hebat dan berpendidikan tinggi. Dan, semoga bantuan yang saya berikan ini dapat menjadi pemicu mereka dalam meraih impian itu," kata dia sambil tertawa renyah.
Meski begitu, Paimin mengaku jika tenaganya kini terus menurun. Tulang-tulangnya sering merasa sakit setelah seharian mengayuh becak untuk antar jemput anak sekolah itu.
"Namun hal itu tidak menyurutkan niat saya, kadang-kadang uang yang diberikan oleh orangtua anak-anak itu saya tabung yang nantinya untuk mengubah becak ini jadi becak motor. Jadi saya tidak usah capek lagi mengayuh becak dan tetap dapat menunaikan kewajiban saya mengantar jemput anak-anak," pungkasnya.
(zik)