12 Tahun Peristiwa Wamena Berdarah
A
A
A
JAKARTA - Dua belas tahun sudah Peristiwa Wamena berlalu. Namun, proses hukum atas peristiwa itu masih belum jelas. Para pelaku pembunuhan dalam peristiwa itu, hingga kini masih bebas berkeliaran di masyarakat.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam siaran resminya menyatakan, proses hukum atas kasus tersebut hingga kini mandek. Terjadi tarik ulur antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam proses hukumnya.
"Para tersangka terus menikmati hidupnya, mendapat kehormatan sebagai pahlawan, menerima kenaikan pangkat, dan promosi jabatan tanpa tersentuh hukum," tulis Komnas HAM dalam siarannya, Kamis (2/4/2015).
Untuk mengenang peristiwa kemanusiaan itu, aksi Kamisan yang digelar tiap Kamis, di depan Istana Negara, Jakarta, akan mengusung isu itu. Banyak orang, mungkin sudah lupa dengan kasus tersebut.
Untuk menyegarkan kembali ingatan masyarakat akan peristiwa berdarah itu, baiknya diulas singkat peristiwa yang terjadi saat itu. Pada 4 April 2003 dini hari, sekelompok massa menyerang gudang senjata Kodim 1702 Wamena.
Dalam aksi itu, dua orang anggota Kodim dinyatakan tewas, dan satu orang dikabarkan menderita luka berat. Dua anggota yang tewas adalah Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (Penjaga gudang senjata).
Selain berhasil membunuh anggota TNI, gerombolan penyerang juga berhasil membawa lari sejumlah pucuk senjata, dan amunisi dari dalam gudang. Merasa kecolongan, aparat gabungan TNI/Polri pun melakukan pengejaran.
Sejumlah desa disisir oleh pasukan gabungan, terdiri dari Desa Wamena Kota, Desa Sinakma, Bilume-Assologaima, Woma, Kampung Honai lama, Napua, Walaik, Moragame-Pyamid, Ibele, Ilekma, Kwiyawage–Tiom, dan Hilume desa Okilik.
Sejumlah desa lain juga disambangi, seperti Desa Kikumo, Walesi Kecamatan Assologaima dan beberapa kampung di sebelah Kwiyawage yaitu: Luarem, Wupaga, Nenggeyagin, Gegeya, Mume, dan Timine.
Setahun kemudian, pada 2004, Komnas HAM mengeluarkan laporan penyelidikan projusticia atas dugaan adanya kejahatan terhadap kemanusiaan untuk kasus Wamena. Laporan itu berisi terbunuhnya sembilan warga, dan 38 orang lainnya.
Komnas HAM juga mencatat, terjadi pemindahan secara paksa terhadap penduduk di 25 kampung. Saat proses pemindahan itu, 42 orang dilaporkan meninggal dunia karena kelaparan, dan 15 orang menjadi korban perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang.
"Komnas juga menemukan pemaksaan penanda tanganan surat pernyataan, serta perusakan fasilitas umum, seperti gereja, poliklinik, gedung sekolah, dan pengungsian penduduk secara paksa," tutup Komnas HAM.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam siaran resminya menyatakan, proses hukum atas kasus tersebut hingga kini mandek. Terjadi tarik ulur antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam proses hukumnya.
"Para tersangka terus menikmati hidupnya, mendapat kehormatan sebagai pahlawan, menerima kenaikan pangkat, dan promosi jabatan tanpa tersentuh hukum," tulis Komnas HAM dalam siarannya, Kamis (2/4/2015).
Untuk mengenang peristiwa kemanusiaan itu, aksi Kamisan yang digelar tiap Kamis, di depan Istana Negara, Jakarta, akan mengusung isu itu. Banyak orang, mungkin sudah lupa dengan kasus tersebut.
Untuk menyegarkan kembali ingatan masyarakat akan peristiwa berdarah itu, baiknya diulas singkat peristiwa yang terjadi saat itu. Pada 4 April 2003 dini hari, sekelompok massa menyerang gudang senjata Kodim 1702 Wamena.
Dalam aksi itu, dua orang anggota Kodim dinyatakan tewas, dan satu orang dikabarkan menderita luka berat. Dua anggota yang tewas adalah Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (Penjaga gudang senjata).
Selain berhasil membunuh anggota TNI, gerombolan penyerang juga berhasil membawa lari sejumlah pucuk senjata, dan amunisi dari dalam gudang. Merasa kecolongan, aparat gabungan TNI/Polri pun melakukan pengejaran.
Sejumlah desa disisir oleh pasukan gabungan, terdiri dari Desa Wamena Kota, Desa Sinakma, Bilume-Assologaima, Woma, Kampung Honai lama, Napua, Walaik, Moragame-Pyamid, Ibele, Ilekma, Kwiyawage–Tiom, dan Hilume desa Okilik.
Sejumlah desa lain juga disambangi, seperti Desa Kikumo, Walesi Kecamatan Assologaima dan beberapa kampung di sebelah Kwiyawage yaitu: Luarem, Wupaga, Nenggeyagin, Gegeya, Mume, dan Timine.
Setahun kemudian, pada 2004, Komnas HAM mengeluarkan laporan penyelidikan projusticia atas dugaan adanya kejahatan terhadap kemanusiaan untuk kasus Wamena. Laporan itu berisi terbunuhnya sembilan warga, dan 38 orang lainnya.
Komnas HAM juga mencatat, terjadi pemindahan secara paksa terhadap penduduk di 25 kampung. Saat proses pemindahan itu, 42 orang dilaporkan meninggal dunia karena kelaparan, dan 15 orang menjadi korban perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang.
"Komnas juga menemukan pemaksaan penanda tanganan surat pernyataan, serta perusakan fasilitas umum, seperti gereja, poliklinik, gedung sekolah, dan pengungsian penduduk secara paksa," tutup Komnas HAM.
(san)