Polisi Cium Korupsi Deposito Pemkot Semarang Rp22 M
A
A
A
SEMARANG - Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang menerbitkan dua Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait kasus raibnya uang deposito Pemerintah Kota Semarang senilai Rp22 miliar.
Polisi memastikan, kasus itu tindak pidana korupsi dan perbankan. SPDP pertama terkait tindak pidana korupsi dan perbankan, kedua adalah gratifikasi. Kasus itu ditangani Unit Tipikor Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Semarang.
“Tanggal 20 Maret 2015 (hari Jumat) sudah dikeluarkan dua sprindik terkait raibnya uang deposito Pemkot Semarang Rp22 miliar. Belum ada tersangkanya. Modusnya memalsukan dokumen, termasuk slip bank,” kata Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Djihartono, kepada wartawan, di Mapolrestabes Semarang, Minggu (22/3/2015).
Diketahui, Surat Perintah Penyidikan itu bernomor Sp.Sidik/111/III/2015 Reskrim tanggal 20 Maret 2015.
Itu untuk penyidikan tindak pidana primair Pasal 22 UU 31/1999 juncto UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor subsidair Pasal 3 UU31/1999 juncto UU20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64, 65 ayat (1) KUH Pidana dan lebih subsidair Pasal 5 ayat (1) UU31/1999 juncto UU20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 KUH Pidana.
Atau tindak pidana Perbankan sebagaimana Pasal 49 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 7 Tahun 1992 juncto UU 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 64,65 ayat (1) KUHP.
Sementara Sprindik kedua nomor Sp.Sidik/112/III/2015/Reskrim tanggal 20 Maret 2015 untuk penyidikan tindak pidana korupsi gratifikasi. Sebagaimana Pasal 12 b ayat (1) juncto Pasal 5 ayat (2) UU20/2001 tentang Perubahan UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 KUHP.
“Sprindik dikeluarkan setelah kami melakukan gelar perkara. Penetapan tersangka akan dilakukan dalam tahap penyidikan melalui mekanisme gelar perkara berikutnya,” lanjut Djihartono.
Tahap penyidikan ini dilakukan penyidik berdasar surat laporan dari Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Semarang Yudi Mardiana ke Kapolrestabes Semarang, sesuai surat nomor 331/219 tertanggal 21 Januari 2015.
Ini tentang perbedaan saldo antara rekening koran yang diterima Pemerintah Kota Semarang (saldo rekening giro Rp22.705.769.509) dengan data yang ada pada PT Bank Swasta yang ditunjuk (saldo rekening giro Rp82.228.447 dan saldo tiga deposito total Rp514.000.000).
“Jadi kami tidak pernah menerima laporan tentang peristiwa penipuan atau penggelapan pada perkara ini,” tegas Djihartono.
Atas dasar itu, penyidik melakukan penyelidikan sejak 22 Januari 2015 hingga 18 Maret 2015. Pada 19 Maret 2015, penyidik Sat Reskrim Polrestabes Semarang melakukan gelar perkara di Polda Jawa Tengah, dan pada 20 Maret di Polrestabes Semarang.
Pada tahapan penyelidikan, penyidik sudah mengumpulkan 7 dokumen. Terinci: Bilyet deposito berjangka nomor DG 199515 tanggal 10 Nopember 2015 senilai Rp22.705.769.509.
Selain itu, ada slip setoran tunai dari Kasda Kota Semarang kepada bank swasta (BTPN) dari tahun 2009 sampai 2014, rekening koran dari tahun 2007 sampai 2015, dan beberapa lembar surat menyurat antara Pemkot Semarang dan BTPN.
Polisi juga mengamankan bukti transfer dari inisial DAK kepada oknum PT Kasda inisial Sh, lima kepingan cakram pembicaraan antara DAK dengan oknum staf pemkot, DAK dan mantan suaminya, surat pernyataan DAK yang isinya akan bertanggungjawab atas uang sejumlah Rp22.705.769.509.
Hingga kini, pihak kepolisian sudah memeriksa 12 orang saksi–saksi. Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah juga melakukan penyelidikan kasus yang sama. Namun, belum naik ke penyidikan.
Terkait hal ini, Djihartono menjelaskan itu tidak bisa dilakukan. “Harus satu. Ditangani dua institusi tidak bisa. Kami punya dasar pengaduan itu,” pungkasnya.
Polisi memastikan, kasus itu tindak pidana korupsi dan perbankan. SPDP pertama terkait tindak pidana korupsi dan perbankan, kedua adalah gratifikasi. Kasus itu ditangani Unit Tipikor Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Semarang.
“Tanggal 20 Maret 2015 (hari Jumat) sudah dikeluarkan dua sprindik terkait raibnya uang deposito Pemkot Semarang Rp22 miliar. Belum ada tersangkanya. Modusnya memalsukan dokumen, termasuk slip bank,” kata Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Djihartono, kepada wartawan, di Mapolrestabes Semarang, Minggu (22/3/2015).
Diketahui, Surat Perintah Penyidikan itu bernomor Sp.Sidik/111/III/2015 Reskrim tanggal 20 Maret 2015.
Itu untuk penyidikan tindak pidana primair Pasal 22 UU 31/1999 juncto UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor subsidair Pasal 3 UU31/1999 juncto UU20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64, 65 ayat (1) KUH Pidana dan lebih subsidair Pasal 5 ayat (1) UU31/1999 juncto UU20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 KUH Pidana.
Atau tindak pidana Perbankan sebagaimana Pasal 49 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 7 Tahun 1992 juncto UU 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 64,65 ayat (1) KUHP.
Sementara Sprindik kedua nomor Sp.Sidik/112/III/2015/Reskrim tanggal 20 Maret 2015 untuk penyidikan tindak pidana korupsi gratifikasi. Sebagaimana Pasal 12 b ayat (1) juncto Pasal 5 ayat (2) UU20/2001 tentang Perubahan UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 KUHP.
“Sprindik dikeluarkan setelah kami melakukan gelar perkara. Penetapan tersangka akan dilakukan dalam tahap penyidikan melalui mekanisme gelar perkara berikutnya,” lanjut Djihartono.
Tahap penyidikan ini dilakukan penyidik berdasar surat laporan dari Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Semarang Yudi Mardiana ke Kapolrestabes Semarang, sesuai surat nomor 331/219 tertanggal 21 Januari 2015.
Ini tentang perbedaan saldo antara rekening koran yang diterima Pemerintah Kota Semarang (saldo rekening giro Rp22.705.769.509) dengan data yang ada pada PT Bank Swasta yang ditunjuk (saldo rekening giro Rp82.228.447 dan saldo tiga deposito total Rp514.000.000).
“Jadi kami tidak pernah menerima laporan tentang peristiwa penipuan atau penggelapan pada perkara ini,” tegas Djihartono.
Atas dasar itu, penyidik melakukan penyelidikan sejak 22 Januari 2015 hingga 18 Maret 2015. Pada 19 Maret 2015, penyidik Sat Reskrim Polrestabes Semarang melakukan gelar perkara di Polda Jawa Tengah, dan pada 20 Maret di Polrestabes Semarang.
Pada tahapan penyelidikan, penyidik sudah mengumpulkan 7 dokumen. Terinci: Bilyet deposito berjangka nomor DG 199515 tanggal 10 Nopember 2015 senilai Rp22.705.769.509.
Selain itu, ada slip setoran tunai dari Kasda Kota Semarang kepada bank swasta (BTPN) dari tahun 2009 sampai 2014, rekening koran dari tahun 2007 sampai 2015, dan beberapa lembar surat menyurat antara Pemkot Semarang dan BTPN.
Polisi juga mengamankan bukti transfer dari inisial DAK kepada oknum PT Kasda inisial Sh, lima kepingan cakram pembicaraan antara DAK dengan oknum staf pemkot, DAK dan mantan suaminya, surat pernyataan DAK yang isinya akan bertanggungjawab atas uang sejumlah Rp22.705.769.509.
Hingga kini, pihak kepolisian sudah memeriksa 12 orang saksi–saksi. Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah juga melakukan penyelidikan kasus yang sama. Namun, belum naik ke penyidikan.
Terkait hal ini, Djihartono menjelaskan itu tidak bisa dilakukan. “Harus satu. Ditangani dua institusi tidak bisa. Kami punya dasar pengaduan itu,” pungkasnya.
(san)