Murid SD Ditampar Guru Sampai Pusing
A
A
A
SEMARANG - Kekerasan fisik oleh guru kepada siswanya terjadi di Kota Semarang. Gara-gara takut ketahuan memberikan les berbayar, seorang guru di SD Negeri Tlogosari Kulon IV menampar dan menjewer dua murid kembar.
Akibatnya, si anak didik merasakan sakit di gendang telinga dan pusing-pusing. Dua korban bernama Rizaldi dan Rivaldi, 10, siswa kelas IV SD Negeri Tlogosari Kulon IV. Tak terima anaknya menjadi korban kekerasan guru, ibu si kembar, Sunarsih melaporkan kasus ini ke SPKT Polrestabes Semarang kemarin.
Sunarsih mengakui kedua anaknya memang mengikuti les yang diberikan Efendi untuk semua mata pelajaran. Setiap bulan dia membayar Rp200.000 untuk tambahan pelajaran si kembar. Suatu saat, tanpa sengaja Rizaldi dan Rivaldi bercerita kepada teman sekolahnya bahwa ikut les guru Efendi. “Nah, temannya itu cerita ke Pak Efendi.
Dia marah karena guru harian kan tidak boleh beri les jam luar sekolah,” kata Sunarsih yang membawa kartu berobat dan bukti visum dari Rumah Sakit Bhayangkara Semarang. Kekerasan fisik itu terjadi Senin (16/3) sekitar pukul 10.00 WIB saat jam pelajaran di lingkungan sekolah. Waktu itu Rizaldi dan Rivaldi digiring Efendi ke parkiran sepeda yang berada di belakang sekolah.
Di tempat itu si kembar ditampar berulang kali di pipi dan mulutnya. Telinganya juga dijewer cukup keras. “Anak saya mengadu. Saya sempat telepon Pak Efendi, dia marah-marah dan mengakui menampar anak saya,” kata ibu rumah tangga yang bersuami sopir truk ini. Setelah itu, Sunarsih mengaku sempat ada mediasi antara pihak sekolah dan dirinya terkait kekerasan itu.
Meski demikian, Sunarsih ingin kasus ini diselesaikan lewat jalur hukum. Di sela-sela pemeriksaan di kepolisian, KORAN SINDO sempat ngobrol dengan anak kembar yang masih tampak ceria. “Pak Efendi itu guru harian saya. Kelas IV SD,” ujar Rizaldi. Menurut Rivaldi, yang mengikuti les dengan guru Efendi sebanyak enam siswa. “Saya awalnya ditanya teman, apa ikut les, karena tanya terus, saya jawab iya.
Terus Pak Efendi marah-marah,” ucap Rivaldi. Keduanya kompak menjawab saat ditanyakan apakah sudah periksa ke dokter (sekaligus visum). “Sudah di Rumah Sakit Bhayangkara. Diantar Ibu. Saya sama Rizaldi dari hari Selasa tidak masuk sekolah,” ungkapnya. Laporan itu kini ditindaklanjuti Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Semarang.
Sunarsih berharap insiden ini cepat diproses. Kepala Sub Bagian Humas Polrestabes Semarang AKP Suwarna mengatakan pelaporan ditindaklanjuti dengan penyelidikan. Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang Bunyamin mengaku belum mengetahui terkait adanya penganiayaan yang dilakukan oleh oknum guru SD Negeri Tlogosari Kulon IV Semarang.
“Saya akan turunkan tim ke lapangan untuk mengetahui hal itu. Termasuk akan minta keterangan dari kepala UPTD (unit pelaksana teknis daerah) yang ada di situ,” ucapnya. Disdik belum dapat mengambil tindakan apa pun terkait masalah tersebut. Bagi oknum guru yang terlibat atau melakukan penganiayaan kepada peserta didik akan ada konsekuensi atau sanksi yang akan diterima.
“Maka dari itu, kita akan pelajari dulu. Masalahnya seperti gimana. Kemudian status guru itu seperti apa, sudah PNS atau belum? Itu semua sudah ada aturan-aturannya, termasuk sanksi. Kalau sekarang saya belum bisa menjelaskan (sanksinya),” paparnya. Bunyamin juga merasa prihatin atas kasus penganiayaan yang menimpa dua siswa kembar di sekolah itu. Dia berharap permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara cepat.
Eka setiawan/susilo himawan
Akibatnya, si anak didik merasakan sakit di gendang telinga dan pusing-pusing. Dua korban bernama Rizaldi dan Rivaldi, 10, siswa kelas IV SD Negeri Tlogosari Kulon IV. Tak terima anaknya menjadi korban kekerasan guru, ibu si kembar, Sunarsih melaporkan kasus ini ke SPKT Polrestabes Semarang kemarin.
Sunarsih mengakui kedua anaknya memang mengikuti les yang diberikan Efendi untuk semua mata pelajaran. Setiap bulan dia membayar Rp200.000 untuk tambahan pelajaran si kembar. Suatu saat, tanpa sengaja Rizaldi dan Rivaldi bercerita kepada teman sekolahnya bahwa ikut les guru Efendi. “Nah, temannya itu cerita ke Pak Efendi.
Dia marah karena guru harian kan tidak boleh beri les jam luar sekolah,” kata Sunarsih yang membawa kartu berobat dan bukti visum dari Rumah Sakit Bhayangkara Semarang. Kekerasan fisik itu terjadi Senin (16/3) sekitar pukul 10.00 WIB saat jam pelajaran di lingkungan sekolah. Waktu itu Rizaldi dan Rivaldi digiring Efendi ke parkiran sepeda yang berada di belakang sekolah.
Di tempat itu si kembar ditampar berulang kali di pipi dan mulutnya. Telinganya juga dijewer cukup keras. “Anak saya mengadu. Saya sempat telepon Pak Efendi, dia marah-marah dan mengakui menampar anak saya,” kata ibu rumah tangga yang bersuami sopir truk ini. Setelah itu, Sunarsih mengaku sempat ada mediasi antara pihak sekolah dan dirinya terkait kekerasan itu.
Meski demikian, Sunarsih ingin kasus ini diselesaikan lewat jalur hukum. Di sela-sela pemeriksaan di kepolisian, KORAN SINDO sempat ngobrol dengan anak kembar yang masih tampak ceria. “Pak Efendi itu guru harian saya. Kelas IV SD,” ujar Rizaldi. Menurut Rivaldi, yang mengikuti les dengan guru Efendi sebanyak enam siswa. “Saya awalnya ditanya teman, apa ikut les, karena tanya terus, saya jawab iya.
Terus Pak Efendi marah-marah,” ucap Rivaldi. Keduanya kompak menjawab saat ditanyakan apakah sudah periksa ke dokter (sekaligus visum). “Sudah di Rumah Sakit Bhayangkara. Diantar Ibu. Saya sama Rizaldi dari hari Selasa tidak masuk sekolah,” ungkapnya. Laporan itu kini ditindaklanjuti Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Semarang.
Sunarsih berharap insiden ini cepat diproses. Kepala Sub Bagian Humas Polrestabes Semarang AKP Suwarna mengatakan pelaporan ditindaklanjuti dengan penyelidikan. Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang Bunyamin mengaku belum mengetahui terkait adanya penganiayaan yang dilakukan oleh oknum guru SD Negeri Tlogosari Kulon IV Semarang.
“Saya akan turunkan tim ke lapangan untuk mengetahui hal itu. Termasuk akan minta keterangan dari kepala UPTD (unit pelaksana teknis daerah) yang ada di situ,” ucapnya. Disdik belum dapat mengambil tindakan apa pun terkait masalah tersebut. Bagi oknum guru yang terlibat atau melakukan penganiayaan kepada peserta didik akan ada konsekuensi atau sanksi yang akan diterima.
“Maka dari itu, kita akan pelajari dulu. Masalahnya seperti gimana. Kemudian status guru itu seperti apa, sudah PNS atau belum? Itu semua sudah ada aturan-aturannya, termasuk sanksi. Kalau sekarang saya belum bisa menjelaskan (sanksinya),” paparnya. Bunyamin juga merasa prihatin atas kasus penganiayaan yang menimpa dua siswa kembar di sekolah itu. Dia berharap permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara cepat.
Eka setiawan/susilo himawan
(bhr)