Penggusuran TBRS Terus Ditentang

Rabu, 18 Maret 2015 - 09:54 WIB
Penggusuran TBRS Terus Ditentang
Penggusuran TBRS Terus Ditentang
A A A
SEMARANG - Rencana pembangunan kawasan wisata terpadu Trans Studio di kawasan Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang tidak hanya ditentang kalangan Seniman Semarang.

Rencana tersebut juga ditentang sejumlah seniman dari daerah lainnya. Kemarin seorang seniman performer art asal Magelang Aning Purwa ikut menyuarakan penolakan rencana tersebut. Dia menggelar sebuah pertunjukan di bundaran air mancur Jalan Pahlawan Kota Semarang.

Dalam aksi tersebut, Aning yang dikenal publik sebagai seniman Borobudur Magelang dan Penggagas ritual Hanacaraka ini mengambil tema “Mati Ati”. Dalam pertunjukannya, Aning membawa bola merah yang berisi manusia- manusia serba merah berada di dalam bola itu.

Sepanjang pertunjukan, Aning Purwa nembang (melagukan nyanyian Jawa) tentang tanah dan batu, dengan gerakan “kabur kanginan”, menuruti panggilan alam. Tabur bunga menjadi adegan pamungkas performanceart siangitu. “Performance art ini adalah sebuah pertanyaan kepada semua manusia, bukan semata sindiran ataupun hujatan.

Ini bukti adanya sinergi antarseniman di berbagai daerah dalam menyikapi konflik pembangunan Trans Studio di TBRS,” kata Aning. Menurut Aning, seniman-seniman di seluruh pelosok negeri ini menolak pembangunan Trans Studio di kawasan TBRS. Dia menilai pembangunan itu merupakan sebuah sikap jumawa, arogan, dan mencoba melupakan sejarah.

“Pembangunan Trans Studio yang berefek pada penggusuran TBRS adalah bentuk upaya memutus kelahiran-kelahiran baru jiwa-jiwa murni yang kreatif di TBRS.” “Pembangunan ini bentuk kemunduran yang dianggap sebagai kemajuan,” paparnya. Menurut Aning, TBRS merupakan rahim kebudayaan tak hanya bagi warga Semarang, tapi seluruh daerah.

Sebab, di lokasi itulah banyak jiwa kreatif yang lahir dari rahim itu. “Menggusur TBRS sama saja dengan mengoyak-oyak rahim kami (seniman). Maka siapa pun yang ikut andil dalam mengoyak rahim kami itu, kami anggap telah Mati Ati!,” tandasnya. Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Semarang (Dekase) Ibrahim Bhra mengaku trenyuh dengan aksi itu.

Aksi Aning itu merupakan bukti bahwa masalah TBRS tidak hanya menjadi masalah seniman Semarang, tapi seluruh seniman di Indonesia. “Ini salah satu bentuk kepedulian teman- teman seniman akan nasib TBRS. Selain ini, saya sering ditelepon teman-teman seniman dari berbagai daerah, seperti Jatim, Jabar, Jakarta, dan lainnya untuk memberikan suport terhadap perjuangan kami menyelamatkan TBRS,” ungkapnya.

Disinggung mengenai isu tidak dimasukkannya TBRS ke wilayah wisata alam dan cagar budaya serta penahanan permainan anak di Kecamatan Candisari dalam RKPD 2016, Ibrahim belum memberikan jawaban. “Masih kami kaji bersama temanteman dari Pattiro, Walhi, dan BLH di Semarang. Yang jelas belum ada sikap sampai saat ini mengenai RKPD 2016 yang sudah tersebar itu,” tandasnya.

Andika prabowo
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5363 seconds (0.1#10.140)