Butuh Industri Serius untuk Hidupkan Kembali Komik
A
A
A
KOMIK adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar- gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Dan si pembuat komik disebut dengan komikus.
Saat ini jumlah komikus di Medan sangat sedikit, bahkan ketika dicari tahu ke berbagai komunitas yang ada, pada umumnya tidak mengetahui mengenai perkumpulan komikus. Karenanya, tak mengherankan bila ke toko-toko buku hanya ada komik terbitan luar negeri, khususnya dari Jepang yang terkenal dengan manga.
Budi Kurnia, seorang yang pernah membuat komik mengakui hal tersebut. Menurutnya, cukup sulit mengetahui keberadaan komikus di Medan meskipun dulu komik dari daerah ini sempat jaya. “Jika dibandingkan antara ilustrator dan grafis desain, membuat komik itu sebenarnya sederhana. Yang penting adalah bagaimana menggabungkan ilustrasi dengan desain grafis untuk menggambarkan tokoh.
Namun kalau ditanya sekarang apakah ada komikus Medan, saya bisa bilang sangat sedikit, bahkan mungkin tidak ada lagi yang benar-benar serius membuat komik,” katanya kepada KORAN SINDO MEDAN belum lama ini. Dia pun hingga sekarang baru bisa membuat satu lembar komik untuk buku tahunan pelajar sekolah menengah atas (SMA).
Saat itu dia bekerja pada satu usaha percetakan yang mendapat order membuat komik ala hero. “Pelajar-pelajar itu minta dibuatkan komik yang bercerita tentang sekolah mereka mendapat serangan dari monster namun akhirnya bisa diselamatkan oleh pelajar sendiri. Jadi buat komik ala avenger pada satu lembar di dalam buku tahunan itu,” ucap Budi Kurnia.
Minimnya keberadaan komikus membuat dia akhirnya lebih mendalami ilmu ilustrasi dan desain grafis yang lebih cepat perkembangannya. Itu pun bukan tanpa alasan. Sebagai anak kedua dari tiga bersaudara yang sudah tidak kuliah lagi, dia tentu harus bisa mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Kalau dilihat dari jumlah perusahaan, pada umumnya yang ada adalah percetakan. Percetakan bisa menampung tenaga ilustrator dan desain grafis seperti saya ini. Bisa dikatakan hampir tidak ada yang membuka kantor atau studio untuk pembuatan komik,” kata pria kelahiran 15 Februari 1988. Pada dasarnya jika berbicara mengenai penggemar komik, dia menilai sangat besar jumlahnya di kota ini.
Tidak hanya gemar membaca tetapi juga membuatnya. Namun pada umumnya masih malu atau enggan menunjukkan keahliannya. “Pernah saya jumpa satu pelajar yang pintar membuat komik, tapi ketika ditanya dia langsung menutupi hasil karyanya. Kebanyakan bilang (hasil karyanya) tidak bagus dan hanya iseng saja, tidak ada yang benar-benar serius menekuninya,” ucap Budi Kurnia.
Karenanya, suatu hari dia berharap akan ada satu masa di mana kejayaan komik Medan bisa terulang lagi. Seiring dengan itu tumbuh juga perusahaan atau lembaga sejenis yang bisa menampung hasil karya sehingga bisa mendorong perkembangannya lebih pesat lagi.
“Diharapkan ada lagi semangat untuk menghidupkan komik Medan yang bisa menginspirasi semua pihak dan mendapat dukungan penuh dari semua pihak. Seperti di Jawa, semua kreativitas diberi ruang seluas-luasnya sehingga industri kreatif tumbuh bagus,” pungkasnya.
Jelia amelida
Saat ini jumlah komikus di Medan sangat sedikit, bahkan ketika dicari tahu ke berbagai komunitas yang ada, pada umumnya tidak mengetahui mengenai perkumpulan komikus. Karenanya, tak mengherankan bila ke toko-toko buku hanya ada komik terbitan luar negeri, khususnya dari Jepang yang terkenal dengan manga.
Budi Kurnia, seorang yang pernah membuat komik mengakui hal tersebut. Menurutnya, cukup sulit mengetahui keberadaan komikus di Medan meskipun dulu komik dari daerah ini sempat jaya. “Jika dibandingkan antara ilustrator dan grafis desain, membuat komik itu sebenarnya sederhana. Yang penting adalah bagaimana menggabungkan ilustrasi dengan desain grafis untuk menggambarkan tokoh.
Namun kalau ditanya sekarang apakah ada komikus Medan, saya bisa bilang sangat sedikit, bahkan mungkin tidak ada lagi yang benar-benar serius membuat komik,” katanya kepada KORAN SINDO MEDAN belum lama ini. Dia pun hingga sekarang baru bisa membuat satu lembar komik untuk buku tahunan pelajar sekolah menengah atas (SMA).
Saat itu dia bekerja pada satu usaha percetakan yang mendapat order membuat komik ala hero. “Pelajar-pelajar itu minta dibuatkan komik yang bercerita tentang sekolah mereka mendapat serangan dari monster namun akhirnya bisa diselamatkan oleh pelajar sendiri. Jadi buat komik ala avenger pada satu lembar di dalam buku tahunan itu,” ucap Budi Kurnia.
Minimnya keberadaan komikus membuat dia akhirnya lebih mendalami ilmu ilustrasi dan desain grafis yang lebih cepat perkembangannya. Itu pun bukan tanpa alasan. Sebagai anak kedua dari tiga bersaudara yang sudah tidak kuliah lagi, dia tentu harus bisa mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Kalau dilihat dari jumlah perusahaan, pada umumnya yang ada adalah percetakan. Percetakan bisa menampung tenaga ilustrator dan desain grafis seperti saya ini. Bisa dikatakan hampir tidak ada yang membuka kantor atau studio untuk pembuatan komik,” kata pria kelahiran 15 Februari 1988. Pada dasarnya jika berbicara mengenai penggemar komik, dia menilai sangat besar jumlahnya di kota ini.
Tidak hanya gemar membaca tetapi juga membuatnya. Namun pada umumnya masih malu atau enggan menunjukkan keahliannya. “Pernah saya jumpa satu pelajar yang pintar membuat komik, tapi ketika ditanya dia langsung menutupi hasil karyanya. Kebanyakan bilang (hasil karyanya) tidak bagus dan hanya iseng saja, tidak ada yang benar-benar serius menekuninya,” ucap Budi Kurnia.
Karenanya, suatu hari dia berharap akan ada satu masa di mana kejayaan komik Medan bisa terulang lagi. Seiring dengan itu tumbuh juga perusahaan atau lembaga sejenis yang bisa menampung hasil karya sehingga bisa mendorong perkembangannya lebih pesat lagi.
“Diharapkan ada lagi semangat untuk menghidupkan komik Medan yang bisa menginspirasi semua pihak dan mendapat dukungan penuh dari semua pihak. Seperti di Jawa, semua kreativitas diberi ruang seluas-luasnya sehingga industri kreatif tumbuh bagus,” pungkasnya.
Jelia amelida
(bhr)